Nabi Musa ‘alaihis-salaam’ telah memenuhi panggilan Allah SWT, ia pun
menitipkan Bani Israil ke Nabi Harun AS, saudaranya, untuk naik ke gunung Sinai
(Thuursina), gunung Allah yang keramat itu. Setelah ia menyempurnakan 40 malam
yang diisi dengan puasa dan beribadat sendirian di atas gunung itu, Allah SWT
pun berfirman dan menurunkan Taurat kepadanya. Kemudian Nabi Musa AS pun sangat
rindu untuk dapat melihat Wajah Sang Kekasih yang telah berkata-kata kepadanya,
Wajah Rabb-nya.
“Dan tatkala Musa datang menurut waktu yang telah Kami tentukan, dan telah
berfirman Rabb-nya kepadanya, berkatalah ia: ‘Ya Rabbi perlihatkanlah (Diri-Mu)
kepadaku, agar aku dapat memandang Engkau’. Berkatalah Allah: ‘Engkau
sekali-kali tidak akan mampu untuk melihat-Ku, akan tetapi arahkanlah pandangan
(engkau) ke gunung itu, maka jika ia tetap pada tempatnya niscaya engkau dapat
melihat-Ku!’.”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Setelah mendengar permintaan Nabi Musa AS itu, kemudian Allah SWT berfirman:
“Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang sanggup untuk
melihat-Ku, kemudian ia mampu untuk tetap hidup!”
Nabi Musa AS berkata: “Rabbi, tidak ada sesuatu pun yang menyekutui-Mu,
sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati itu lebih aku sukai daripada aku
terus hidup dengan tanpa melihat-Mu! Rabbi, sempurnakanlah nikmat, anugrah, dan
hikmat-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonanku ini, setelah itu aku rela
mati!”
Ibnu Abbas ra., sahabat Rasulullah SAW, meriwayatkan bahwa ketika Allah SWT
mengetahui bahwa Nabi Musa AS ingin sekali permohonannya dikabulkan, maka
berfirmanlah Allah SWT: “Pergilah engkau, dan lihatlah batu yang ada di atas
puncak gunung itu, duduklah engkau di atas batu itu, kemudian Aku akan
menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”
Nabi Musa AS pun melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Dan ketika ia
telah berada di atas batu itu, Allah SWT pun memerintahkan balatentara-Nya,
para Malaikat hingga langit ketujuh, untuk menampakkan diri kepadanya.
Diperintahkan-Nya para Malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri
di hadapan Nabi Musa AS Mereka pun berlalu di hadapan Nabi Musa AS sambil
mengeraskan suara tasbih dan tahlil mereka, bagaikan suara petir yang
menyambar-nyambar.
Kemudian, para Malaikat penghuni langit kedua diperintahkan-Nya untuk
menampakkan diri di hadapan Nabi Musa AS, mereka pun melaksanakannya. Mereka
berlalu di hadapan Nabi Musa AS dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam.
Mereka ini bersayap dan memiliki raut muka, diantara mereka ada yang berbentuk
seperti singa. Mereka mengeraskan suara-suara tasbihnya.
Mendengan teriakan suara itu, Nabi Musa AS pun merasa ngeri, dan kemudian
berkata: “Ya Rabbi, sungguh aku menyesal atas permohonanku. Rabbi, apakah
Engkau berkenan untuk menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”
Pimpinan dari kelompok Malaikat tersebut berkata: “Hai Musa, bersabarlah
atas apa yang engkau minta, apa yang engkau lihat ini baru sebagian kecil
saja!”
Allah SWT kemudian memerintahkan para Malaikat penghuni langit ketiga agar
mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa AS Lalu, keluarlah
Malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan
warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti api yang menjilat-jilat, mereka
memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara yang hiruk-pikuk.
Mendengar suara ini semakin terkejutlah Nabi Musa AS dan timbullah rasa
su’udzdzan dalam dadanya, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin
para Malaikat dari kelompok ketiga ini berkata: “Wahai putra Imran, bersabarlah
hingga engkau melihat lagi apa yang engkau tidak sanggup lagi untuk
melihatnya!”
Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada para Malaikat penghuni langit
keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”
Para Malaikat langit keempat ini pun turun. Diantara mereka ada yang
berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat, dan ada pula yang seperti
salju. Mereka mempunyai suara yang melengking dengan mengumandangkan tasbih dan
taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara Malaikat-malaikat terdahulu. Kepada
Nabi Musa AS ketua dari kelompok ini berkata: “Hai Musa! Bersabarlah atas apa
yang engkau minta!”
Demikianlah, penghuni dari setiap langit hingga penghuni langit ketujuh satu
demi satu turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa AS dengan warna dan
bentuk yang beragam. Semua Malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya
menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak-tombak
panjang. Setiap tombak itu panjangnya sepanjang sebatang pohon kurma yang
tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang
melebihi sinar matahari.
Nabi Musa AS menangis sambil meratap-ratap, katanya: “Ya Rabbi, ingatlah
aku, jangan Engkau lupakan diriku ini! Aku adalah hamba-Mu! Aku tidak mempunyai
keyakinan bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini! Jika aku
keluar, aku akan terbakar, dan jika aku tetap di tempat ini maka aku akan
mati!”
Ketua kelompok Malaikat itu pun berkata kepada Nabi Musa AS: “Nyaris dirimu
dipenuhi dengan ketakutan, dan nyaris pula hatimu terlepas! Tempat yang kamu
gunakan untuk duduk inilah merupakan tempat yang akan kamu pergunakan untuk
melihat-Nya!”
Kemudian turunlah Malaikat Jibril AS, Mika’il AS, dan Israfil AS beserta
seluruh Malaikat penghuni ketujuh langit yang ada, termasuk para Malaikat
pemikul Al-’Arsy dan Al-Kursi. Mereka secara bersama-sama menghadap kapada Nabi
Musa AS seraya berkata: “Wahai orang yang terus-menerus salah! Apa yang
menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri meminta
kepada Rabb-mu untuk dapat melihat kepada-Nya!?”
Nabi Musa AS terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya, dan seakan-akan
luruh tulang-tulang persendiannya.
Ketika Allah SWT melihat semua itu, maka ditampakkan-Nya lah kepada Nabi
Musa AS tiang-tiang penyangga Al-’Arsy, lalu Nabi Musa AS bersandar pada salah
satu tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.
Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya: “Hai Musa! Demi Allah, kami ini
sekalipun sebagai pemimpin-pemimpin para Malaikat, sejak kami semua diciptakan,
kami tidak berani untuk mengangkat pandangan mata kami ke arah Al-’Arsy! Karena
kami sangat khawatir dan sangat takut! Mengapa kamu sampai berani melakukan hal
ini wahai hamba yang lemah!?”
Setelah hatinya tenang, Nabi Musa AS menjawab: “Wahai Israfil! Aku ingin
mengetahui akan Keagungan Wajah Rabb-ku, yang selama ini aku belum pernah
melihatnya”
Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada langit: “Aku akan
menampakkan-Diri, bertajalli pada gunung itu!”
Maka bergetarlah seluruh langit dan bumi, gunung-gunung, matahari, bulan,
mega, surga, neraka, para Malaikat dan samudera. Semua tersungkur bersujud,
sementara Nabi Musa AS masih memandang ke arah gunung itu.
“Tatkala Rabb-nya menampakkan Diri (bertajalli) di atas gunung itu, maka
hancur luluh lah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa AS seakan-akan mati karena pancaran Cahaya Allah SWT Yang Mulia,
dan ia terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terjungkal, terbalik menjadi
semacam kubah yang menaungi Nabi Musa AS agar tidak terbakar Cahaya.
Kemudian Allah SWT mengutus Malaikat Jibril AS untuk membalikkan batu itu
dari tubuh Nabi Musa AS, dan membimbingnya berdiri. Wajah Nabi Musa AS
memancarkan cahaya kemuliaan, rambutnya memutih karena Cahaya.
“Maka setelah Musa tersadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku
sungguh bertaubat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama kali beriman!”,
QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa AS bertaubat atas apa yang ia minta, dan ia berkata: “Saya
beriman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mampu melihat-Mu
dengan mata lahir, kecuali ia akan mati!”
“Mukhtashar Kitaabit-Tawwabiin“, karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.
Posting Komentar