“Wahai manusia, engkau membutuhkan bagian dunia, tetapi
terhadap akhirat engkau lebih membutuhkannya. Jika engkau memulainya dengan
dunia, maka engkau telah mengabaikan akhirat, sedangkan duniamu ada dalam titik
bahaya. Dan jika engkau memulainya dengan akhirat, maka engkau memperoleh
duniamu, karena itu lakukanlah dengan baik.
Bagaimana seseorang dapat menikmati kehidupan sedangkan dia tahu
bahwa Ilah semua makhluk akan bertanya kepadanya.
Dia akan menyiksa karena kezhaliman seorang hamba,
dan akan membalasnya dengan pahala karena kebaikan yang ia lakukan."
Al-Hasan al-Bashri menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah,
beliau berkata,
“Amma ba'du: Dunia adalah sebuah perjalanan, bukan tempat
menetap. Allah menurunkan Adam ke dunia sebagai balasan atas apa yang dia
lakukan, maka berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin, karena sesungguhnya bekal
dunia adalah dengan meninggalkannya dan kekayaannya adalah kefakirannya. Setiap
saat ada yang terbunuh di dalamnya, terhinalah orang yang memuliakannya, dan
fakirlah orang yang mengumpulkannya. Ia bagaikan racun mematikan yang diminum
oleh orang yang tidak mengetahuinya, maka jadilah engkau seperti orang yang
sedang mengobati luka, dia merasakan demam dalam waktu yang singkat karena
merasa takut akan sesuatu yang menyakitkan dalam waktu yang lama dan
bersabarlah menelan obat karena takut akan musibah yang berkepanjangan.
Berhati-hatilah terhadap alam yang menipu dan penuh dengan hayalan ini, sebuah
alam yang dihiasi dengan tipuan, dilukiskan dengan sebuah angan-angan sehingga
semua materi duniawi ini menjadi mulia bagaikan seorang pengantin yang cantik
menawan. Semua mata dan hati memandang kepadanya dan jiwa pun merasakan
kerinduan yang mendalam kepadanya, akan tetapi dia adalah seorang pembunuh yang
membunuh suaminya.
Tidak ada seorang pun yang bisa mengambil pelajaran atas sesuatu yang telah
berlalu darinya dan tidak ada seorang pun yang merasa takut atas apa yang
menimpa orang sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang mengenal Allah ketika hal
itu disebutkan kepadanya sehingga dia mengingat-Nya. Orang yang rindu akan
dunia dengan mendapatkan kebutuhannya sehingga dia menjadi lupa dan lalai, dia
disibukkan dengannya sehingga hampir saja kedua kakinya terpeleset, yang
berakhir kepada sebuah penyesalan dan kerugian yang sangat besar. Dia keluar
tanpa membawa bekal, lalu mempersembahkan sesuatu tanpa alas.
Berhati-hatilah wahai Amirul Mukminin! Jadilah engkau sebagai orang yang paling
tertawan di dalamnya. Berhati-hatilah! Karena orang yang mendapatkan dunia,
setiap kali dia menginginkan sebuah kesenangan, maka hanya sesuatu yang mereka
bencilah yang didapatkan, kemegahan mengantarkannya kepada sebuah bencana,
keabadian yang mereka harapkan hanyalah sebuah bayangan semu, kebahagiaan
mereka teracuni oleh kesedihan, sesuatu yang pergi tidak akan bisa kembali, dan
dia pun tidak akan tahu apa yang akan dia dapatkan. Angan-angannya adalah
kebohongan, harapannya adalah kebathilan, kejernihannya adalah kekeruhan,
kehidupannya adalah kesengsaraan, dan semua manusia hidup di dunia dalam
keadaan yang membahayakan.
Nabimu, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
ditawarkan kunci dan gudang harta dunia, akan tetapi beliau menolaknya, dia
tidak mau mencintai sesuatu yang dibenci oleh Penciptanya atau memuliakan
sesuatu yang dihinakan oleh Malik (Raja)nya. Dunia dihamparkan kepada
orang-orang shalih sebagai cobaan bagi mereka dan dibentangkan kepada
musuh-musuh Allah sebagai tipuan. Diriwayatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman kepada Musa Alaihissalam, ‘Jika engkau melihat kekayaan yang memihak,
maka katakanlah, ‘Ini adalah sebuah dosa yang disegerakan,’ dan jika engkau
melihat sebuah kefakiran, maka katakanlah, ‘Selamat datang syi’ar orang yang
shalih.’
Saudaraku tercinta…
Seandainya engkau adalah pemimpin suatu kaum yang menuju,
duniamu yang penuh dengan kebohongan yang engkau ukir.
Niscaya aku akan mengatakan bahwa itu adalah se-buah bencana, tumbuhannya
adalah kesengsaraan,
sedangkan airnya yang tawar adalah racun yang menjalar bagi seseorang.
Saudaraku, dunia melipat dihadapamu sedangkan matahari akhirat sudah datang
menghadap kepadamu, tetapi bagaimana keadaanmu sekarang ini?
Dan bagaimana engkau melihat masalah ini?
Marilah kita lihat bagaimana keadaan Salman Radhiyallahu 'anhu menjelang
wafatnya, ketika itu beliau menangis, lalu ditanyakan kepadanya, “Mengapa
engkau menangis, padahal engkau adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam ?” Lalu beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak menangis karena
menyesal akan dunia atau karena cinta akan dunia, aku menangis karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengikat janji dengan kami agar
kehidupan kami hendaklah seperti seseorang yang ada dalam perjalanan, tetapi
kami meninggalkannya.” Lalu diperlihatkan kepadanya harta yang ia tinggalkan
dan ternyata sebanyak dua puluh dirham lebih atau tiga puluh dirham lebih
Dunia adalah fatamorgana yang terus memanjang dan merupakan malam yang gelap…
pencari dunia bagaikan orang yang meminum air lautan, semakin banyak dia
meminumnya, maka akan semakin haus.
Dunia itu tidak memiliki batas dan tidak memiliki akhir, kecuali dengan sikap
qana’ah dan ridha terhadap apa yang telah ditentukan oleh Allah Subahanhu wa
Ta'ala dengan memanfaatkan siang dan malam hanya untuk taat kepada Allah Jalla
wa’ala.
Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Ahli dunia keluar dari dunia akan tetapi
mereka belum merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Beliau ditanya,
‘Apakah itu?’ Beliau menjawab, ‘Mengenal Allah Ta’ala.’”
Wahai saudaraku, lihatlah keadaan orang-orang shalih ketika sakaratul maut,
kalian akan melihat sebuah keindahan dan kesejukan dalam jiwa-jiwa yang tenang,
dan lihat pula keadaan yang jauh berbeda dengannya pada jiwa-jiwa orang yang
memakan barang haram, berjalan di belakang materi duniawi beserta gemerlapnya.
Seorang hamba hanya bersedih sedang Rabb-lah Yang menentukan,
zaman selalu berputar dan rizki dibagikan.
Semua kebaikan ada dalam pilihan Sang Pencipta,
sedangkan pilihan selain-Nya hanyalah celaan.
Abud Darda’ Radhiyallahu 'anhu berkata, “Seandainya bukan karena tiga hal,
niscaya aku berharap untuk berada di dalam bumi, bukan di atasnya. Seandainya
bukan karena saudara-saudara yang datang kepadaku untuk memilih kata-kata yang
indah sebagaimana buah matang yang dipilih dan dipetik atau karena menjadikan
wajahku berdebu karena sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atau karena
berjuang di jalan-Nya.”
Inilah cinta yang jujur di jalan Allah dan inilah sikap yang tepat dalam
menggunakan waktu. Demi Allah, itulah harapan yang baik dan indah.
Wahib bin al-Ward rahimahullah berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah sikapmu
yang tidak merasa putus asa terhadap orang lain karena sesuatu yang tidak
engkau dapatkan dan engkau tidak gembira dengan apa-apa yang engkau dapatkan
dari dunia.
Ust. Abdul Malik
Posting Komentar