Kita semua mengerti dan faham bahwa
moralitas merupakan pranata yang paling utama dalam menata masyarakat dan
bangsa. Berbagai centeng-preneng kasus yang terjadi di negeri ini, mulai dari problema
sosial, ekonomi, kultural, budaya maupun agama ternyata tak bisa dipahami
secara tehnis-mekanis belaka. Sudah berapa banyak seminar diadakan sudah
seberapa sering pelatihan dilaksanakan, dan sudah tak berbilang khutbah-khutbah
diperdengarkan. Seolah semuanya seperti angin lalu. Tak ada imbas dan
manfaatnya. Karena sesungguhnya seruan itu dianggap formalitas belaka. Inilah
tanda-tanda kemerosotan budi di negeri ini. Semua orang saling menilai dan
mencurigai, hampir tidak ada orang yang bisa dianggap baik, bahkan orang tua
dikritik, ulama dicaci, pemerintah didemo apalagi teman sebaya, hampir tak ada
harga. Lantas siapa yang hendak di dengar. Bukankan Allah swt berfirman dalam
surat al-‘Ashr,
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi waktu, Sesungguhnya manusia
dalam keadaan merugi, Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan,
dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran.
Jika nasehat-nasehat tak dianggap, Apa gerangan yang terjadi? Bukankah ini
menunjukkan kemerosotan akhlaq yang paling mengerikan?
Kata moral sering diidentikkan dengan budi pekerti, adab, etika, tata krama dan
sebagainya. Dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-akhlaq atau
al-adab. Al-Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq”, artinya budi
pekerti atau moralitas. Kata yang disebutkan hanya dua kali dalam al-Quran
pertama dalam al-Syu’ara 137 yang berbunyi:
إِنْ هَذَا
إِلَّا خُلُقُ الْأَوَّلِينَ
(agama kami) ini tidak lain hanyalah
adat kebiasaan orang dahulu
dan yang kedua dalam surat al-Qalam 4;
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung
Pada mulanya kata khuluq ini diproyeksikan sebagai sandingan kata
“al-khalq” yaitu ciptaan. Sungguhpun berasal dari akar kata yang sama (kh-l-q),
kedua istilah tersebut memiliki arti yang bertolak belakang. Al-Khuluq
merupakan karakteristik ketuhanan yang bersifat immateri dan permanen.
Sedangkan al-khalq sebagai partner keberadaan manusia yang bersifat materi,
bisa dilihat dan sementara. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Meniadakan salah satunya berarti akan memudarkan jati diri manusia. Karena
itu, manusia sejati (insan al-kamil) adalah pengungkapan ahsan taqwim, format
ciptaan Tuhan yang terbaik, baru bisa terwujud jika antara al-khuluq memiliki
irama dan ritme yang selaras dengan al-khalq.
KH. Moh Sofwan

Posting Komentar