Selama bulan Ramadhan, kita telah digembleng untuk sabar menahan
nafsu-syahwat dan sabar menahan amarah dan angkara murka.
Pertanyaannya kemudian, sanggupkah kita jaga sikap sabar dan tahan emosi itu di
bulan lain di luar Ramadhan? Bukankah sekarang ini kita sering mendapati
anak-anak negeri ini, hanya karena:
(1) Beda Qunut/Tahlil, mereka
tidak mau akur dan tegur sapa?
(2) Beda menentukan 1 Syawal, mereka
saling mengkafirkan?
(3) Mereka Demo, yang katanya demo itu untuk membela kemuliaan
agama, mengapa dilakukan anarkis dan merusak fasilitas umum?
Kita telah dilatih untuk menahan amarah selama bulan Ramadhan,
tetapi mengapa di beberapa daerah, gara-gara jagonya
kalah dalam pemilu, mereka ribut, marah, dan ngamuk?
Ingat, gemblengan Ramadhan kali ini harus menjadi bekal kita dalam
berdemokrasi dan berpolitik, yang faktanya dalam umat Islam sendiri ada puluhan
partai. Janganlah kita mudah diperdaya syaitan, dipecah-belah, diadu domba
yang semuanya itu justeru banyak mengurus energi kita. Kita malah
sibuk untuk mendirikan bermacam-macam partai, yang faktanya antar umat
Islam sendiri seringkali menjadi tidak akur, berantem, dan saling fitnah.
Bukankah Allah SWT mengingatkan,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai,
Bagaimana kita menerapkan firman Allah ini? Kita boleh beda ormas, kita
boleh beda partai, kita boleh beda calon presiden, tetapi yang harus kita camkan,
kita tetap harus bersatu di bawah panji-panji Islam. Sadarlah wahai
saudaraku, umat Islam sekarang ini seperti hidangan lezat yang siap
mereka santap. Mereka begitu bersemangat untuk mumurtadkan anak-anak
kita.
Islam seperti buih, Islam tidak lagi punya wibawa di mata pemeluk agama
lain, akibat banyak diantara kita yang حُبُّ الجاه و الْحَيَاةِ gila
jabatan, gila pengaruh, dan membabi buta dalam memburu mewahnya kehidupan
duniawi, dan pada saat yang sama, kita ini justeru كَرَاهِيَةُ
الْمَوْتِ benci kematian. Umat Islam banyak yang kena virus al-wahn,
gila jabatan, gila pengaruh, dan membabi buta dalam memburu mewahnya
kehidupan duniawi, dan pada saat yang sama, kita ini justeru
كَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ benci kematian.
Nampaknya, realitas ini sejalan dengan nubuat al-rasul Muhammad SAW sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya sebagai berikut:
سنن أبي داود - (ج 11 / ص 371)
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى
قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Salah satu misi utama diutusnya Rasulullah SAW di muka bumi ini adalah untuk
menyebarkan rasa kasih sayang, kerukunan, dan kedamaian. Suasana damai itu
tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap makhluk Allah
lainnya, seperti: binatang, tumbuh-tumbuhan, air, bumi, dan sebagainya. Misi
perdamaian ajaran Islam juga tercermin dalam kata ”Islam” itu sendiri, yang
secara harfiyah (literal) berarti selamat, sejahtera, aman, dan
damai.
Kita harus menyadari, respon defensif dengan menyatakan, Islam itu berarti ”salam”
(damai) saja tidak cukup. Setiap individu muslim harus membuktikan tidak hanya
dengan perkataan, tetapi lebih penting lagi dengan amal perbuatan bahwa Islam
dan kaum muslimin adalah cinta damai dan betul-betul berorientasi menuju ke ”Dar
al-Salam” dengan cara-cara yang damai. Menegakkan amar ma’ruf nahy
munkar merupakan perintah Islam; tetapi nahyu munkar harus
dilakukan dengan cara-cara yang ma’ruf, yakni cara yang baik, damai,
persuasif, penuh hikmah, bijak, dan pengajaran yang baik, bukan dengan
cara-cara yang didalamnya justru mengandung kemungkaran, seperti pemaksanaan,
kekerasan, apalagi terorisme.
Harus diakui, memang masih ada segelintir orang yang kebetulan beragama
Islam melakukan tindakan kekerasan yang dapat dikatagorikan sebagai
”terorisme”. Terorisme tidak lain merupakan tindakan kekerasan untuk
menciptakan rasa ketakutan yang meluas dalam masyarakat dan dapat menimbulkan
jatuhnya korban secara tidak pandang bulu (indiscriminate)”.
Bahkan anehnya, karena pandangan yang sempit, tindakan kekerasan itu tidak
jarang diklaim sebagai bagian dari ”jihad fisabilillah”.
Dr. H.
Fuad Thohari, M.A, Alumnus Pesantren Al-Falah
Ploso di Kediri, dosen tetap Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Posting Komentar