Pemberian justifikasi keagamaan atas keadaan kekerasan ini jelas keliru.
Karena, sesungguhnya hampir semua ulama sepakat bahwa jihad sah hanya sebagai
usaha ”bela diri (difa’iy), bukan agresi (ibtida’iy) yang
melewati batas. Jihad yang sah hanya bisa dijustifikasi dan
dinyatakan pemimpin dan ulama yang legilimate, bukan ditentukan segelintir orang. Bahkan, jika jihad itu terpaksa dimaklumkan mereka yang
memiliki otoritas, itupun tidak boleh dilakukan atas dasar (tendensi)
kemarahan dan kebencian yang membuat para pelakunya mengabaikan keadilan. Allah
SWT dengan nada serius mengingatkan dengan Firman-Nya:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Dan Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas (QS Al Baqarah/2:190)
Selanjutnya Allah SWT juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ
بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.(QS. Al Maidah/5: 8)
Karena itulah, dalam usaha membuktikan bahwa Islam merupakan agama
perdamaian, setiap muslim harus damai di dalam dirinya sendiri, tidak dikuasai
hawa nafsu, amarah, dan kebencian. Untuk berdamai dengan diri sendiri, setiap
muslim harus hidup damai dengan Tuhan-Nya, dan harus betul-betul menyerahkan
diri (taslim) kepada Allah SWT. Ia harus meninggalkan seluruh hawa
nafsu angkara murka, tidak boleh merasa paling benar, dan tidak boleh memaksa
orang lain dengan kekerasan untuk tunduk kepadanya. Hanya dengan mewujudkan
perdamaian dalam diri masing-masing, perdamaian di antara manusia dan
lingkungan hidup dapat diciptakan. Allah SWT berfirman dalam surat al-Fath
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا
إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ
اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dialah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan, kedamaian (Sakinah)
kedalam hati orang-orang mukmin. Supaya keimanan mereka bertambah, disamping
keimanan mereka (yang telah ada), (QS. Al Fath:4)
Kita dilahirkan di zaman akhir, kita bukan Nabi, kita bukan Rasul, tetapi
manusia biasa yang sering kali alpa, khilaf, dan berbuat salah. Kesalahan
dengan Allah ditutup dengan taubat, (menyesali, menarik, dan berjanji tidak
mengulangi lagi). Kesalahan dengan sesama, (dosa sosial), hanya dengan minta
dimaafkan dan dihalalkan. Jangan sampai kita menjadi orang "muflis"
alias bangkrut.
صحيح مسلم - (ج 12 / ص 459)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا
دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا
وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا
فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ
حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ
عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Kalau kita ini menjadi pejabat, RT, RW, Camat, Menteri dan bahkan presiden,
wajib bagi semua pejabat itu untuk meminta maaf kepada warga atau rakyatnya. Perayaan Idul Fitri agar mengantarkan diri kita kembali mendapatkan
fitrah kesucian, mestinya diisi dengan:
Pertama, Halal- bihalal, saling memaafkan. Jangan sampai
kita marahan atau mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari. Rasulullah
SAW bersabda,
لا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث
Kedua, Melakukan silaturrhami dengan famili (bapak, ibu),
saudara, kawan-kawan, guru-guru kita, dan kerabat dekat, untuk minta maaf dan
dihalalkan. Jangan malah terbalik, mendahulukan silaturraihm dengan
kakek moyang yang tidak jelas hubungan nasabnya; pergi ke Ragunan, ke Ancol,
dll. Insya Allah, silaturrahim itu akan menambah keberkahan rizki dan
umur kita, sebagimana dinyatakan Rasulullah SAW:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Ketiga, jangan sekali-kali Idul Fitri ini dirayakan dengan cara
yang haram dan dimurkai Allah, sebagaimana dilakukan orang Arab Jahiliyah dulu,
misalnya dengan pesta miras dan narkoba, atau pesta pora yang melanggar
syari’at Allah.
Dr. H.
Fuad Thohari, M.A, Alumnus Pesantren Al-Falah
Ploso di Kediri, dosen tetap Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Posting Komentar