Di Hari Raya Idul Fitri ini sungguh kita benar-benar berada
dalam karunia dan rahmat Allah SWT yang amat besar. Karena saat ini kita
dikumpulkan oleh Allah SWT di tempat ini dengan tujuan menggapai kemuliyaan di
hadapan Allah SWT. Merenunglah sejenak akan keberadaan saudara-saudara kita
yang belum dipilih oleh Allah untuk mendapat rahmat-Nya, yaitu mereka yang di
saat ini telah berada di dalam sebuah tempat berkumpul akan tetapi Allah murka
kepada mereka. Yaitu mereka-mereka yang lalai dan sibuk mengikuti hawa nafsu
mereka sehingga mereka tercebur di dalam kubang kemaksiatan dan kenistaan.
Akan tetapi kita pada saat ini pada detik ini dihantarkan
dan dimudahkan oleh Allah untuk yang diridhoi oleh Allah, yaitu sholat Id
bersama di tempat ini. Inilah nikmat dan rahmat besar dari Allah SWT untuk kita.
Semarak hari raya ‘Idul
Fithri kita saksikan. Tradisi mudik, saling berziarah dan halal bi halal
mewarnai suasana ‘Idul Fithri
di negeri tercinta ini, yang sungguh membutuhkan biaya yang amat besar. Ada yang
mereka cari, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan apa yang mereka
cari. Ada yang mereka rindukan, akan tetapi tidak semua dari mereka menemukan
apa yang mereka rindukan. Mereka mencari cinta di sela-sela kesibukannya.
Mereka merindukan cinta di tengah-tengah kekerasan dan kebejatan sebagian
bangsa manusia. Mereka tidak butuh gebyar lahir, marak hari raya dan berbagai
tradisi yang tidak menghadirkan makna cinta. Ada yang perlu dicermati, apa yang
menjadikan cinta tidak kunjung terwujud dalam kebersamaan bangsa ini, kendati
aktivitas lahir penyambung hati sudah dilaksanakan. Cinta tersembunyi dibalik
tabir kedengkian, kesombongan, dan kerakusan yang tak terkendalikan. Maka
sesemarak apapun gebyar silaturahmi lahir kita adakan, jika tabir-tabir tersebut
tidak disingkap dan disingkirkan sungguh sinar cinta tidak kunjung memancar di
hati kita.
Silaturahmi adalah kalimat yang sering kita dengar,
khususnya adalah di saat kita memasuki bulan fitri, dihari raya ‘Idul Fithri. Sehingga apa yang
kita dengar dengan arus mudik, berbondong-bondongnya orang pindah dari satu
tempat ke tempat lain, berziarah kesana- kemari adalah dalam irama mewujudkan
makna silaturahmi ini. Akan tetapi amal perbuatan seperti apapun besarnya, jika
tidak dibarengi dengan renungan dan niat yang baik, maka semuanya akan sia-sia.
Untuk melengkapi apa yang pernah kita lakukan dari tradisi
yang mulia ini yaitu silaturahmi, maka perlu dikukuhkan makna bahwa silaturahmi
ini adalah menghadirkan makna kerinduan saling cinta diantara sesama manusia,
yang tidak cukup hanya dengan sekedar basa-basi. Akan tetapi jika silaturahmi
kita ini hanya terbatas kepada basa-basi dzahir, hanya saling mengunjungi dan
lain sebagainya, maka sesungguhnya belumlah ia sampai kepada silaturahmi yang
sesungguhnya.
Dan silaturahmi itu adalah hal yang mendekatkan hati
seseorang kepada orang lain, mendekatkan antara orang yang saling bermusuhan
menjadi orang yang saling mencintai, orang yang saling dendam menjadi orang
yang saling merelakan.
Silaturahmi yang benar adalah jika memang telah menumbuhkan
rasa cinta diantara sesama. Sehingga hal yang demikian itu tidak cukup hanya
dengan basa-basi social saling kunjung dan memberi hadiah, akan tetapi harus
dibarengi dengan renungan yang sesungguhnya. Pertemuan itu bukan jaminan
bersambungnya hati akan tetapi ternyata silaturahmi yang sesungguhnya adalah
seperti yang pernah disabdakan oleh Nabi Rasulullah SAW, bahwasanya agar
mendapatkan derajat yang besar di hadapan Allah SWT, seperti yang disabdakan
Nabi SAW
لاَتَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ
حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا
“Demi Allah
kalian tidak akan masuk surga kecuali sudah beriman dan tidak akan beriman
secara sesungguhnya diantara kalian sehingga kalian saling mencintai.”
Saling mencintai itulah yang menghantarkan keindahan di
hadapan Allah SWT. Yang sering berziarah kesana kemari jika tidak menghadirkan
makna cinta adalah pekerjaan sia-sia. Maka yang harus kita tekankan saat ini
adalah ziarah yang kita lakukan secara lahir harus ada buahnya, yaitu
bertemunya hati dan saling cinta. Dan cinta ini mempunyai tanda, diantaranya
kita mudah untuk memaafkan kesalahan saudara kita, ikut merasakan sakit yang
mereka rasakan dan merasa senang atas kegembiraan mereka. Dan ini semua adalah
makna yang akan hadir setelah ada makna cinta di dalam hati.
Sungguh dua orang sahabat yang saling berziarah, dua-duanya
adalah orang yang berkhianat jika ternyata tidak ada cinta di dalam hatinya.
Dan untuk menumbuhkan rasa cinta ini adalah disamping kita berziarah secara
dzahir, harus disertai dengan berziarah secara bathin. Ziarah secara bathin ini
lebih penting daripada ziarah secara dzahir. Ziarah secara bathin ini adalah
saling mendoakan kepada sesama kita di saat sesama kita itu tidak ada di
hadapan kita. Mendo’akan kepada
sesama kita dengan do’a-do’a yang baik biarpun untuk
orang yang memusuhi kita, dan itulah hakikat silaturahmi,. Seperti yang
disabdakan Nabi SAW,
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ـ عَنِ النَّبِيِّ ـ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ قَالَ : ” لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِيْ
إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا “رَوَاهُ
أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ .
“Bukanlah
menyambung persaudaraan itu adalah membalas kebaikan seseorang, akan tetapi
yang dimaksud menyambung silaturahmi itu adalah jika hubungannya diputus ia
memulai untuk menyambungnya, jika dia didzalimi sabar dan memohon maaf terlebih
dahulu.”
Ini adalah makna silaturahmi, maka dari itu marilah kita
hadirkan makna do’a, do’a baik yang sesungguhnya
dengan tulus kepada Allah SWT untuk orang yang kita cintai dan orang-orang yang
membenci dan mendengki kita sekalipun. Dengan inilah kebersihan hati akan
segera kita rasakan dan akan terwujud hakikat silaturahmi diantara kita. Dengan
hidup dalam kebersamaan dengan penuh kasih dan cinta tanpa dengki dan dendam.
Begitu sebaliknya biarpun ziarah dzahir kita lakukan seribu kali dalam sehari
tanpa dibarengi dengan ziarah hati yang kami maksud maka tidaklah kita sampai
kepada silaturahmi yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bissawab
Buya Yahya
Posting Komentar