Salah satu
hukum fiqh yang sering di perdebatkan tanpa faidah adalah hukum membaca
basmalah saat membaca surat al-Fatihah baik di dalam shalat maupun di luar
shalat. Sebagian dari saudara kita ada yang senang memperdalam wilayah khilafiyyah
dan nafsu tampil beda, tanpa sadar ternyata hal tersebut menjadi penyebab
perpecahan umat Islam.
Kerap kali kali kita mendengar ucapan sebagian orang "Jika shalat pakai
basmalah itu pasti orang NU dan jika tanpa basmalah pasti orang Muhammadiyyah
dan lainnya". Inilah salah satu ucapan yang menurut kami, menjadi biang
keladi ketidak harmonisan umat Islam di tanah air. Hal itu muncul akibat
kebodohan mereka dalam memahami fiqh Islam secara mendalam sehingga yang muncul
adalah syahwat tampil beda lantaran ego dan fanatik buta. Klimaksnya, umat
Islam menjadi terkotak-kotak akibat korban beda pandangan serta nafsu tidak
dapat menghargai satu sama lain.
Syaikh Hasan Yamani berkata, "Sungguh seorang pencari ilmu ketika ilmu
fiqh dan pandangannya tentang madzhab-madzhab bertambah, maka akan sedikit
pengingkarannya terhadap masyarakat"
Hadits mengenai membaca basmalah saat membaca surat al-Fatihah mempunyai
riwayat yang berbeda-beda. Secara kesimpulan dapat di klasifikasikan menjadi 3.
1. Riwayat
Muslim dari Anas bahwa Rasulallah, Abu Bakar dan Umar dalam shalatnya tidak
menyebut basmalah baik di awal atau akhir bacaan.
2. Riwayat Ahmad, an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah bahwa Rasulallah, Abu Bakar dan
Umar tidak mengeraskan membaca basmalah (lirih).
3. Riwayat an-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah dari Nu'aim al-Mujmir bahwa Abu
Hurairah (hadits mauquf) dalam shalatnya membaca basmalah sebelum membaca surat
al-Fatihah. Begitu juga riwayat ad Daraqathni dari Abu Hurairah bahwa
Rasulallah memerintahkan membaca basmalah saat membaca surat al-Fatihah .
Dari hadits-hadits di atas, khilafiyyah antar madzhab-madzhab Islam tidak dapat
di hindarkan.
Menurut madzhab Malik, al-Auza'i dan Abu Hanifah, basmalah tidak termasuk dari
bagian ayat surat al-Fatihah maupun surat yang lain. Menurut madzhab
asy-Syafi'i dan sejumlah ulama, basmalah termasuk bagian ayat surat al-Fatihah
dan surat-surat lain.
Sedangkan dalam lingkungan madzhab Ahmad, masih terjadi silang pendapat, dan
pendapat masyhur di kalangan madzhab tersebut, basmalah tidak termasuk bagian
ayat surat al-Fatihah . Dan tentu semua mempunyai argumen masing-masing.
Adapun hukum membacanya, madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali mensyariatkan
membacanya dengan lirih baik dalam shalat jahriyyah (Maghrib, Isya' dan Shubuh)
atau sirriyyah (Zhuhur dan Ashar ).
Madzhab asy-Syafi'i mensyariatkan membacanya lirih saat dalam shalat sirriyyah
dan membacanya keras saat dalam shalat jahriyyah. Sedangkan menurut madzhab
Maliki, terjadi silang pendapat, sebagian mengatakan makruh membacanya dengan
keras dan membacanya lirih di kalangan madzhab tersebut juga terjadi silang
pendapat .
Menurut madzhab Maliki sendiri, membaca basmalah dalam shalat hukumnya bisa
sunat apabila ada tujuan menjaga khilafiyyah ulama, sebagaimana di jelaskan
oleh mayoritas ulama bahwa menjaga khilafiyyah adalah di syariatkan.
Dalam
tafsir Zad al-Masir, Ibnul Jauzi mengatakan bahwa membaca keras basmalah yang
menurut Syafi'iyyah di sunatkan adalah riwayat dari Mu'awiyyah, Atha' dan
Thawus.
Lalu bagaimana dengan hukum sholat bagi pengikut madzhab asy-Syafi'i yang
berma'mum dengan pengikut madzhab Hanafi yang tidak membaca basmalah? Menurut
ulama-ulama fiqh, sebagaimana dalam kitab-kitabnya, masih terjadi perbedaan
pendapat. Pendapat mayoritas ulama menilai tidak sah jama'ahnya, sedangkan
pendapat lain mengatakan sah. Dan pendapat yang terakhir tersebut baik untuk di
ikuti demi menjaga persatuan umat Islam yang kian hari semakin surut dan
luntur.
Mbah Jenggot PISS-KTB
Posting Komentar