Disini
saya diminta mengulas cara kita menyikapi perbedaan pendapat di antara para
ulama. Saya ulas dahulu bahwa di zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam sudah
ada perbedaan Furuiyah antar para Sahabat;
ﻭَﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺳَﻌِﻴﺪٍ اﻟْﺨُﺪْﺭِﻱِّ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﻗَﺎﻝَ: ﺧَﺮَﺝَ
ﺭَﺟُﻼَﻥِ ﻓِﻲ ﺳَﻔَﺮٍ, ﻓَﺤَﻀَﺮَﺕْ اﻟﺼَّﻼَﺓُ - ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻣَﻌَﻬُﻤَﺎ ﻣَﺎءٌ -
ﻓَﺘَﻴَﻤَّﻤَﺎ ﺻَﻌِﻴﺪًا ﻃَﻴِّﺒًﺎ, ﻓَﺼَﻠَّﻴَﺎ, ﺛُﻢَّ ﻭَﺟَﺪَا اﻟْﻤَﺎءَ ﻓِﻲ
اﻟْﻮَﻗْﺖِ.
Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa ada dua orang yang bepergian,
saat shalat tiba tidak ada air maka mereka berdua tayamum pakai debu, shalat,
kemudian keduanya menemukan air.
ﻓَﺄَﻋَﺎﺩَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ اﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻭَاﻟْﻮُﺿُﻮءَ, ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻌِﺪِ
اﻵْﺧَﺮُ, ﺛُﻢَّ ﺃَﺗَﻴَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓَﺬَﻛَﺮَا ﺫَﻟِﻚَ
ﻟَﻪُ, ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟِﻠَّﺬِﻱ ﻟَﻢْ ﻳُﻌِﺪْ: «ﺃَﺻَﺒْﺖَ اﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﻭَﺃَﺟْﺰَﺃَﺗْﻚَ
ﺻَﻼَﺗُﻚَ» ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻟِﻵْﺧَﺮِ: «ﻟَﻚَ اﻷَْﺟْﺮُ ﻣﺮﺗﻴﻦ». ﺭَﻭَاﻩُ ﺃَﺑُﻮ ﺩَاﻭُﺩَ,
ﻭاﻟﻨَّﺴَﺎﺋِﻲُّ.
Salah satu dari mereka berwudhu' dan mengulang shalat, satunya
lagi tidak mengulangi shalatnya. Keduanya mendatangi Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam dan mengisahkan kejadian itu. Nabi berkata kepada sahabat yang
tidak mengulang shalatnya: "Kau sesuai Sunah. Shalatmu sudah cukup".
Dan Nabi berkata kepada sahabat yang mengulang shalatnya: "Kau dapat 2
pahala" (HR Abu Dawud dan Nasa'i)
Nabi tidak menyalahkan kedua Sahabatnya bahkan memujinya. Ini
sikap yang ditunjukkan oleh Nabi kita. Demikianlah khilafiyah akan terus
terjadi dalam setiap masalah yang tidak ada dalil secara langsung. Terlebih
setelah Islam menyebar ke berbagai negara yang berbeda keadaan, maka semakin
banyak ragam perbedaan pendapat. Hingga muncul 4 Madzhab yang populer sampai
hari ini.
Jangankan 4 Madzhab yang sudah ribuan tahun dan dianut oleh
jutaan umat Islam yang memiliki para ulama terhitung, ternyata Manhaj Salafi
yang baru puluhan tahun ulama mereka berijtihad sudah banyak ditemukan
perbedaannya antara Syekh Utsaimin, Syekh Bin Baz, Syekh Albani, Syekh Fauzan,
dan lain-lain
Bagaimana sikap kita?
Saya beri gambaran. Saya pernah sakit kepala datang kepada
dokter, diberi obat dan Al-Hamdulillah sembuh. Tapi kemudian kambuh lagi. Maka
saya datang ke dokter spesialis dan Alhamdulillah sembuh. Ternyata dokter
spesialis ini tidak menyalahkan dokter sebelumnya. Mereka saling menghormati.
Jika dalam urusan dunia kesehatan saja saling mengormati,
sementara kita berada di wilayah agama -yang akhlaq dijunjung tinggi- maka
semestinya bisa menunjukkan keikhlasan dalam berbeda pendapat.
Ust. Ma’ruf Khozin

Posting Komentar