Katakanlah
kepada hamba-hambaKu yang telah melampaui batas –yang telanjur terjerumus
terlalu dalam di jurang dosa dan kegelapan--, bahwa kasihKu meliputi segalanya..agar janganlah berputus asa, karena putus asa hanya
pantas bagi orang yang mati dalam kekafiran
Selama
hayat masih dikandung badan, selama masih bisa bernapas, selama masih hidup,
selama nyawa belum sampai tenggorokan, tidak ada kata terlambat untuk berusaha
kembali kepada jati diri manusia: berbuat baik, sekecil apapun perbuatan baik
itu. Jati diri manusia, fitrah manusia, aslinya manusia, diciptakan untuk
berbuat baik. Manusia, secara jasmani adalah keturunan Nabi Adam AS. Beliau
diciptakan Tuhan dengan TanganNya Sendiri, ditiupi ruh dengan NapasNya Sendiri.
Tuhan Maha Baik telah menciptakan Adam AS beserta keturunannya agar
mewarisi sifat baik. Tanah liat sebagai bahan dasar untuk membentuk Adam AS
membuahkan sifat rendah hati sebagai sifat yang paling pas untuk manusia.
Ruhani
manusia, termasuk ruhani Adam AS dan malah segenap alam semesta,
diciptakan Tuhan dari serpihan Nur Muhammad SAW. Nur Muhammad SAW, makhluk yang
paling pertama diciptakan Tuhan, yang menjadi asal segala ciptaan, diutus untuk
Kasih bagi semesta alam. Tidaklah Aku mengutusmu selain untuk Kasih bagi
semesta Alam.
Nafsu
manusia, keinginan manusia, yang cenderung mengajak melakukan apa saja tanpa
peduli baik-buruk, telah diiming-imingi setan agar manusia mengingkari jati-dirinya
sendiri. Tuhan Maha Pengampun pun Maha Tahu, bahwa kita pada umumnya pasti
sangat sering terjerumus. Begitu pandai setan membujuk. Makin lama
sejarah hidup manusia, makin beragam sarana dan prasarana setan untuk
menyesatkan. Makin besar kemungkinan manusia terpesona bujuk-rayunya. Setan,
dengan sumpahnya untuk menjadikan sebanyak mungkin anak-cucu Adam AS sebagai
teman di neraka kelak, beranak-pinak pula tak terhitung jumlahnya, makin besar
pula pasukannya.
Bahaya
terbesar manusia bukanlah pada dosa dan kesalahan. Buat apa Tuhan Maha
Pengampun, jika manusia tak pernah berbuat dosa dan sesat? Seberapa besar pun
dosa kita, jika dibandingkan Maha Pemaaf Tuhan, hanyalah seperti sebutir debu
di padang pasir seluruh bumi. Bahaya terbesar manusia adalah putus-asa, putus
harapan. Putus-asa, putus harapan, itulah tujuan utama setan menyeret kita
berbuat buruk. Ketika terlalu banyak kita berbuat buruk, berarti terlalu jauh
kita meninggalkan jati diri kita. Setelah itu, setan pun meyakinkan kita bahwa tak
mungkin lagi kita kembali.
Tuhan menunggu kita kembali sepanjang waktu
ketika kita masih hidup, setan membisiki kita tak mungkin kembali. Lebih baik
kita percaya kepada Tuhan saja.
Kyai Fuad
Posting Komentar