Rasulullah SAW selalu mencontohkan kepada para sahabatnya
untuk berbaik sangka terhadap semua orang. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa
suatu ketika Rasulullah mengutus Umar untuk menarik zakat, tetapi Ibnu Jamil,
Khalid bin Walid, dan Abbas paman Rasulullah tidak menyerahkan (zakat).
Sehingga beliau bersabda, "Tidak ada sesuatu yang
membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat, kecuali karena dia fakir,
kemudian Allah menjadikannya kaya."
"Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim
terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan
Allah. Adapun Abbas, aku telah mengambil zakatnya dua tahun yang lalu."
(HR Bukhari dan Muslim).
Rasul SAW senantiasa memperingatkan umat Islam agar menjauhi
prasangka buruk. "Jauhilah prasangka karena sesungguhnya prasangka itu
pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian menyadap (pembicaraan kaum),
memata-matai mereka, berlomba-lomba (dalam hal yang tidak baik), saling
mendengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba
Allah yang bersaudara." (HR Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).
Al-Hafidz mengatakan bahwa Khaththabi berpendapat bahwa yang
dimaksud prasangka dalam hadis tersebut adalah benar-benar prasangka, bukan sesuatu
yang terlintas dalam benak pikiran, sebab hal itu di luar kemampuan seseorang.
Prasangka yang dimaksud oleh Khaththabi adalah prasangka
yang menetap dalam hati. Lintasan hati adalah sesuatu yang tidak dapat
dihindari manusia. "Allah mengampuni prasangka yang terlintas dalam hati
manusia selama mereka tidak membicarakan atau melakukannya." (HR Bukhari
dan Muslim).
Qurthubi mengatakan, yang dimaksud dengan prasangka (yang
terlarang) adalah tuduhan tanpa alasan. Misalnya menuduh seseorang melakukan zina
tanpa ada bukti nyata. Karena itu, kata azh-zhann dalam redaksi hadis ini,
dihubungkan dengan larangan untuk memata-matai orang lain.
Jika seseorang memiliki sedikit prasangka yang mengarah pada
tuduhan di dalam hatinya, ia akan berupaya untuk mewujudkan tuduhan itu. Dia
akan mencari-cari kesalahan orang yang dituduh dengan memata-matainya. Karena,
langkah-langkah itu dilarang agama.
"Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya prasangka
itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah
ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain..." (QS al-Hujarat:
12).
Dalam kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini banyak
kejadian yang bersifat prasangka dan tuduhan di antara sesama warga (su'uzhon).
Padahal, berbagai persoalan tersebut memerlukan penelitian, klarifikasi
(tabayyuni) sehingga duduk persoalan jelas dan kita dapat menyikapinya dengan
bijaksana agar tidak menyalahkan orang lain.
Karena itu, kearifan dari berbagai pihak khususnya para
tokoh dan pemimpin masyarakat merupakan sikap Nabi yang selalu husnuzhan dalam
menyikapi berbagai persoalan sehingga masalah menjadi cair, jernih, dan sejuk
dan akhirnya persoalan dapat diselesaikan dengan damai dan adil. Wallahu 'alam.
Fatah Natsir
Posting Komentar