Rasulullah SAW bersabda, “Apabila
diantara kalian berangkat menuju sholat Jum’at hendaknya lebih dahulu mandi.” (HR
Muslim)
Hadits mulia ini mengandung rahasia
munajat agung di baliknya. Karena seorang hamba ketika sholat bermunajat dan
ber-musyahadah kepada Tuhannya apalagi di hari Jum’at, sungguh merupakan
musyahadah paling agung.
Bermandi di sini merupakan metaphor untuk mandi qalbu dan badan dan seluruh
anggota fisik yang merupakan anjuran syariat. Tentu saja di dalamnya ada
rahasia dibalik rahasia bermandi. Setiap anjuran syariat senantiasa ada makna
batin hakikat di dalamnya, sekaligus makna lahir, yang tak bisa dijangkau oleh
akal, menyerahkan sepenuhnya segala perkara kepada Allah SWT.
Siapa yang memandang kebajikan
aturan Allah Ta’ala, kelembutan dan keparipurnaan Kuasanya atas segalanya,
berarti ia akan mengetahui bahwa Allah Ta’ala itu berdiri dengan sendiriNya
atas apa yang dilakukanNya, menggerakkan hambaNya dengan TanganNya,
membolak-balik hati mereka menurut kehendakNya, kebahagiaan dan kebinasaan mereka, karena aturan
kehendakNya sudah mendahului, tak ada yang menolak rencanaNya dan tidak ada
yangmengadili hukumNya.
Apabila hal itu benar-benar maujud,
sang hamba akan bergantung penuh kepada Allah Ta’ala, menyerahkan sepenuh
jiwanya dan teguh dengan pijakan rasa tak berdaya, hingga yang tersisa hanyalah tiada daya dan kekuatan, tiada ikhtiar dan dan keterkaitan, tak ada upaya
mengatur maupun bertanya. Karena sesungguhnya riangnya di dunia dan di akhirat
hanyalah bergantung kepada Allah Ta’ala. Dan susahnya dunia terletak pada
ketergantungannya pada selain Allah Ta’ala, dan melihat daya dan kekuatannya
pada diri sendiri.
Ingatlah firman Allah Ta’ala kepada
NabiNya ‘alaihishsolaatu was-salam, “Katakan, “”Aku tidak punya kemampuan terhadap
diriku, baik yang berguna maupun yang membahayakan, kecuali apa yang
dikehendaki Allah.”
Begitu pula bagaimana Allah Ta’ala
memberlakukan pada Nabi Musa as ketika sedang bingung, “Tuhanku, aku tidak
menguasai kecuali diriku dan saudaraku…” (Al-Maidah 25)
Dikatakan, mengenai firman Allah
Ta’ala, kepada Nabi Musa as, ”Maka lepaskanlah kedua sandalmu…” maksudnya
adalah lepaskanlah keluarga dan anakmu dan segala hal selain Allah Ta’ala, dari
hatimu.
Allah bertanya kepada Nabi Musa as,
“Apa yang ada di tangan kananmu wahai Musa?” Maka Musa menjawab, “itulah
tongkatku…” dimana Nabi Musa as, menyandarkan tongkat pada dirinya. Allah
Ta’ala bertanya,
“Apa yang akan kau perbuat dengan
tongkat itu?” Musa menjawab,
“Aku pakai sebagai pegangan.”
Maka Allah SWT, memerintahkan
kepadanya, “Lemparkanlah wahai Musa!” Maka beliau melemparkan tongkat itu,
tiba-tiba berubah menjadi ular yang melata.
Allah Ta’ala berfirman kepada Musa
as, “Hai Musa! Apa yang kau katakan “ini sebagai pegangan” telah menjadi
musuhmu, karena engkau telah berpegang pada selain DiriKu.
Lalu Nabi Musa as, kembali kepada
Allah Ta’ala, dan ketika Allah mengetahui kembalinya Musa, “Allah SWT
berfirman, ambillah tongkat itu dan jangan takut!”.
Sedangkan Allah SWT, berfirman
kepada Nabi kita SAW, “Katakan Muhammad, tiada yang menimpa kami kecuali
yang sudah ditulis Allah pada kami.”
Syeikh Ahmad ar-Rifa’y

Posting Komentar