Dilihat dari dampaknya, wabah seperti virus Corona atau dengan
nama lain Covid-19 sebenarnya bukan hal baru. Sebab telah ditemukan kasus
serupa sejak zaman dahulu bahkan dampaknya lebih dahsyat, yang disebut dengan
nama tho’un. Yaitu penyakit yang
menyebar luas, merusak udara, serta mengganggu fungsi jaringan tubuh dan
kesehatannya. Seperti tha’un ‘omwas pada masa Sayyidina Umar bin al-Khattab Ra
yang terjadi di negeri Syam dan memakan korban 25 ribu jiwa.
Dalam
menyikapi penyebaran virus Corona atau Covid-19 diperlukan sikap yang adil dan
proporsional sesuai prinsip-prinsip Ahlussunah wal Jamaa’ah. Dari sisi batiniah
(tauhid), seorang muslim yang baik hendaknya tetap tenang tidak perlu khawatir
berlebihan, gentar dan takut terhadap semua makhluk termasuk Covid-19.
Melainkan ketakutan dan kegentaran hanya terhadap Allah subhanahu wata’ala Sang
Pencipta. Mati, sakit dan menderita itu pasti, tinggal waktunya saja yang terus
rahasia.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf:34)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap
manusia hanya akan mati pada waktu kematian yang telah ditentukan oleh Allah
Ta’ala. Tidak dapat ditunda dan dipercepat sesaatpun itu. seperti penafsiran
ayat yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Quran (202).
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radiallahu anhu saat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersaba; Tidak ada
penyakit menular dengan sendirinya; tidak ada shofar (cacing dalam perut yang
dapat membunuh manusia dan lebih menular dari pada penyakit kudis seperti
kepercayaan orang Arab kuno); dan tidak ada pula tanda kesialan dari burung
hantu. ‘Lalu seorang arab badui bertanya: ‘Wahai Rasulullah, lalu bagaimana
dengan onta yang ada di pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang
kemudian datang kepadanya onta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga
ia menulari sesamanya?’ Nabi shallallahu alaihi wasallam pun menjawab:
‘Siapakah yang menulari onta yang pertama?’.” (HR. Al-Bukhari)
Asumsi bahwa ada penyakit menular
dengan sendirinya tanpa penciptaan dari Allah ta’ala adalah asumsi yang tidak
sesuai dengan hakikat sebenarnya dan tidak dibenarkan dalam akidah Islam,
sehingga dinafikan secara langsung oleh Nabi Muhammad Saw, sebagaimana
penjelasan Imam Ibn Hajar al-‘Asqallani dalam Fath al-Bari (I/153)
dan Abdurrauf al-Munawi dalam Fadh al-Qodir (VI/561).’
Namun demikian, kewaspadaan
lahiriah, supaya pencegahan/preventif dan lain sebagainya, utamanya dalam
kondisi penyebaran virus Corona yang sangat cepat dan keterbatasan tenaga serta
alat medis yang ada, tetap harus dilakukan, sesuai arahan dan kebijakan
pemerintah. Demikian pula pendekatan keagamaan dengan doa-doa. Seiring ayat
al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu)
di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Frasa “dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan” mengandung makna bahwa menjaga
diri dari sebab-sebab kerusakan dan kebinasaan seperti menghindarkan diri dari
daerah yang terkena wabah, dari orang yang terjangkit penyakit lepra, dan
semisalnya dianjurkan oleh agama.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radiallahu anhu ia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: ‘Larilah dari penderita penyakit lepra sebagaimana larimu
dari kejaran singa’.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
“Bila kalian mendengar ada wabah
tha’un di suatu negeri, maka kalian jangan nekat memasukinya; dan bila tha’un
terjadi sementara kalian di dalam negerinya maka jangan kalian keluar darinya
karena menghindar darinya.” ( HR Ahmad al-Musnad, al Baihaqi, an-Nasa’i.
Semuanya dari Abdurrahman Ra dan an-Nasa’i juga meriwayatkan dari Usamah bin
Zaid Ra. Statusnya shahih.)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radliallahu ‘anhu, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘Onta yang sakit hendaknya tidak mendatangi (didatankan) pada onta yang sehat.”
(HR. Muslim)
Berkaitan hal ini Ibn Qutaibah
memahami bahwa secara alami penyakit dapat menular dari tubuh satu ke tubuh
lainnya sebab bersentuhan badan, bercampur dalam satu tempat dan melalui media
pernapasan. Dalam bahasa lain dapat diungkapkan bahwa adanya penyakit menular
diakui oleh Syariat. Namun upaya pencegahan tersebut harus dilakukan secara
proporsional semisal menganjurkan masyarakat untuk memperkuat imunitas diri
(kekebalan tubuh), dan membiasakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sesuai
petunjuk pakar kesehatan dan memperbanyak doa, sehingga dapat membangun
optimisme dan tidak menimbulkan kepanikan pada masyarakat
Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur

+ comments + 1 comments
ayo tes keberuntungan kamu di agen365*com :D
WA : +85587781483
Posting Komentar