Rangkaian acara Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus 1445 H menghadirkan Halaqoh Internasional dengan tema "Peradaban Walisongo untuk Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Halaqoh tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh islam internasional diantaranya adalah Rais Syuriah PCINU Australia dan New Zealand yang sekaligus menjadi pengajar di Monash University Australia, Prof. H. Nadirsyah Hosen, Ph.D. atau yang akrab disapa Gus Nadir. Dalam ceramahnya, Gus Nadir terkesan dengan tema halaqoh internasional kali ini, yaitu penerapan sila ke dua Pancasila oleh para Walisongo. Menurut Gus Nadir, Ketika Bung Karno menggali nilai-nilai Pancasila, maka sesungguhnya beliau sedang menggali nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para Walisongo.
Lebih lanjut, Gus Nadir berpendapat bahwa simbol Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dalam Pancasila itu ada di Menara Kudus. Sila Kemanusian yang adil dan beradab sangat cocok dengan yang diajarkan oleh para kyai. Beliau mencontohkan Gusmus (KH. Musthofa Bisri) yang sering menyatakan bahwa beragama itu harus kembali kepada kemanusiaan. Ketika beragama tidak memanusiakan manusia, maka kemungkinan ada kesalahan penafsiran maupun doktrin dalam beragama sehingga manusia bisa berlaku dzolim.
Gus Nadir mengambil contoh sebuah kisah dalam hadist yaitu pada saat ada jenazah orang Yahudi yang hendak dikubur dan lewat di hadapan Nabi Muhammad SAW. Maka seketika itu nabi Muhammad SAW berdiri. Ketika diberitahukan sahabat bahwa jenazah tersebut adalah jenazah Yahudi, maka Nabi Muhammad menjawab bahwa itu juga manusia. Maka disini yang dilihat oleh Nabi Muhammad bukan soal Yahudinya, tetapi soal manusianya.
Gus Nadir Kembali menjelaskan bahwa tidak cukup dengan hanya bersikap adil dan memanusiakan manusia, tetapi kita juga harus beradab. Menurutnya, peradaban dunia saat ini sedang porak poranda, ada yang salah dengan peradaban dunia saat ini. Oleh karena itu, saat ini peradaban dunia sepertinya perlu belajar dari peninggalan-peninggalan Sunan Kudus, dimana sesungguhnya perbedaan itu bisa berjalan beriringan tanpa ada konflik.
“Yang dihasilkan oleh Sunan Kudus diantaranya berbentuk Menara Kudus. Menara Kudus itu menjadi simbol peradaban manusia yang harus dihormati sebagaimana kita menghormati tradisi intelektual di masa Sunan Kudus”, ungkap Gus Nadir.
Gus Nadir melanjutkan, benang merah yang menyatukan antara manusia yang adil dan manusia yang beradab salah satunya adalah kebudayaan/ tradisi. “Bagaimana kita merawat tradisi, berziarah, merawat hubungan dengan leluhur. Karena dengan itulah kita bisa menjadi manusia yang adil dan beradab”, ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Gus Nadir juga meminta perhatian pemerintah akan Menara Kudus sebagai simbol Kemanusiaan yang Adil dan Beradab diantaranya sebagai cagar budaya. Gus Nadir menyatakan, sebelum kita menyuarakan ke dunia internasional, mari kita suarakan kepada pihak pemerintah bahwa kalua ingin melihat tonggak munculnya islam di tanah air, kalau ingin melihat Indonesia sebagai laboratorium perdamaian dunia, kalau ingin melihat Indonesia sebagai contoh peradaban dunia yang adil dan beradab, maka pemerintah tidak boleh lepas tanggungjawab terhadap Menara Kudus.
Sumber gambar: Tangkapan Layar Kanal Youtube Menara Kudus Official
Posting Komentar