Membongkar kuburan di dalam bahasa
Arab sering disebut dengan istilah “Nabsyu al Qubur“. Nabsy berarti menampakkan
sesuatu yang dulunya tersembunyi, atau mengeluarkan sesuatu dari dalam tanah.
Maka an-Nabbasy adalah orang yang profesinya membongkar kuburan untuk
mengambil (mencuri) kain kafan atau barang berharga lainnya yang dikubur
bersama mayit. (al Fayumi, al Misbah al Munir : 350).
Para ulama telah sepakat bahwa
membongkar kuburan untuk mengambil (mencuri) kain kafan darinya atau
hanya karena iseng dan tidak ada kepentingan darinya adalah perbuatan yang
dilarang dalam Islam, karena perbuatan tersebut bertentangan dengan prinsip
penghormatan terhadap manusia. Karena manusia ini terhormat ketika hidup dan
ketika mati, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
"Dan sesungguhnya Kami telah
memuliakan anak Adam" (QS. Al Isra’: 70).
Perbuatan tersebut juga bertentangan
dengan hadist 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ
حَيًّا
"Bahwa memecahkan tulang
mayit seperti memecahkannya pada waktu dia hidup." (Hadist Shahih
Riwayat Abu Daud, no. 2792, Ibnu Majah, no. 1605, dan Ibnu Hibban, no.
3167).
Sedangkan membongkar kuburan karena
suatu mashlahat yang mendesak, mayoritas ulama, termasuk di dalamnya empat
madzhab, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah menyatakan
kebolehannya, baik mashlahatnya bersifat pribadi maupun umum.
Dalilnya adalah hadist Jabir bin
Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata:
أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أُبَيٍّ بَعْدَ مَا أُدْخِلَ حُفْرَتَهُ
فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ فَوَضَعَهُ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَنَفَثَ عَلَيْهِ مِنْ
رِيقِهِ وَأَلْبَسَهُ قَمِيصَهُ
"Bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi kuburan Abdullah bin Abdullah bin Ubay
bin Salul, dan memintanya untuk dikeluarkan lagi, sehingga diletakkan di
lututnya dan ditiupnya dengan ludahnya dan diselimuti dengan pakaiannya."
(HR Bukhari dan Muslim).
Berkata Ibnu Hajar, "Hadits ini
menunjukkan kebolehan membongkar kuburan karena maslahat mayit, seperti
menambahkan barakah kepadanya (dalam hal ini karena tiupan dan dikenakan baju
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)" (Fathu al Bari : 3/164).
Hal ini dikuatkan dengan atsar Jabir
bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu juga yang menyebutkan:
دُفِنَ مَعَ أَبِي رَجُلٌ فَلَمْ
تَطِبْ نَفْسِي حَتَّى أَخْرَجْتُهُ فَجَعَلْتُهُ فِي قَبْرٍ عَلَى حِدَةٍ
"Seorang laki-laki
dikuburkan bersama dengan bapakku, namun perasaanku tidak enak, hingga
akhirnya aku keluarkan beliau dari kuburan dan aku kuburkan beliau dalam satu liang
kubur sendiri.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat lain dijelaskan
bahwasanya Abdullah adalah orang tua dari Jabir bin Abdullah yang terbunuh
dalam perang Uhud, dia dikuburkan dalam satu liang dengan seseorang yang tidak
berkenan di hati Jabir. Setelah enam bulan berlalu, maka jasad bapaknya
tersebut dikeluarkan dari kuburan, kemudian dikuburkannya sendiri di tempat
lain.
Sebab-Sebab Dibolehkannya Membongkar
Kuburan
Adapun sebab-sebab dibolehkan
membongkar kuburan menurut mayoritas ulama adalah jika diperkirakan mayit sudah
punah (lebur), tidak tersisa dari anggota badannya, serta telah menjadi tanah.
(Al Nawawi, Al Majmu’: 5/233, Ibnu Qudamah, Al Mughni: 2/511, Ibnu Hazm, Al
Muhalla: 2/32 ).
Tempat bekas kuburan yang telah
punah seperti ini bisa difungsikan sebagai tempat kuburan baru, atau dibangun
jalan umum atau hal-hal lain yang mengandung maslahat umum. Tetapi tidak
dibenarkan jika dijadikan tempat bercocok tanam atau dibangun di atasnya pabrik
atau pusat pusat perbelanjaan (mall) yang dimiliki oleh seseorang, karena tanah
kuburan adalah milik masyarakat umum, maka harus dikembalikan lagi fungsinya
kepada mereka.
Begitu juga, jika seorang
mayit muslim yang dikubur tidak menghadap kiblat, atau belum dimandikan, atau
belum dikafani, maka dibolehkan untuk dibongkar lagi, agar posisinya menghadap
kiblat, dan dimandikan serta dikafani terlebih dahulu. Bahkan para ulama dari
kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah mewajibkan hal tersebut. Tentunya hal ini
dilakukan selama mayit masih dalam keadaan bagus dan tidak rusak.
Begitu juga, jika seorang perempuan
yang sedang hamil meninggal dunia dan langsung dikuburkan, padahal menurut
perkiraan para ahli, bahwa anak yang ada dalam perutnya masih bisa
diselamatkan, maka dalam hal ini dibolehkan, bahkan diwajibkan untuk membongkar
kuburannya serta membedah perut sang mayit untuk mengeluarkan bayi yang
diperkirakan masih hidup tersebut.
Begitu juga, jika seseorang yang
tidak diketahui identitasnya ditemukan tewas di jalan atau terseret banjir atau
terdampar di pantai, setelah dikubur, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku
bahwa orang tersebut adalah bapak atau suami atau istrinya, dan dia meminta hak
atas warisan yang ditinggalnya, maka dalam keadaan ini boleh atau wajib
dibongkar kuburannya untuk membuktikan pengakuaannya tersebut. (As Syarbini,
Mughni Al Muhtaj : 1/367).
Membongkar kuburan juga dibolehkan
untuk keperluan penyelidikan suatu kasus kejahatan yang hendak diungkap.
Membongkat Kuburan Umat Masa Lalu
Para ulama membolehkan untuk
membongkar kuburan umat-umat yang telah berlalu, karena Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan para sahabatnya pernah membongkar kuburan kaum musyrikin
yang telah rusak di kota Madinah, sebagaimana dalam hadist panjang yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. (HR Bukhari, no. 418 dan
Muslim, no. 523).
Selain itu, jika kuburan-kuburan
yang telah punah dan rusak tersebut dibiarkan, maka akan menghambat pembangunan
dan membiarkan tanah kosong dan mubadzir, maka dianjurkan untuk memanfaatkan
tanah tersebut, tentunya setelah kuburan tersebut dibongkar dan dipindahkan ke
tempat lain jika masih ada sisa–sisa anggota tubuh mereka.
Hukum Memindahkan Mummi
Bagaimana hukumnya memindahkan
kuburan para mumi yang ada di Mesir?
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan
menguburkan mayit adalah menghormatinya sebagai manusia dan menjaganya dari
binatang buas pemangsa daging, serta menutup baunya agar tidak mengganggu
masyarakat sekitar. Para mumi yang diawetkan (dibalsem) dengan bahan tertentu,
ternyata jasadnya masih utuh dan baunya biasanya tidak sebusuk mayit biasa. Sehingga sebagian ulama membolehkan untuk memindahkan mereka di tempat-tempat
khusus, selain untuk keperluan penilitian ilmiyah, para mumi tersebut adalah
salah satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya. Ini sesuai
dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang kisah tenggelamnya
Fir’aun:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ
لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا
لَغَافِلُونَ
"Maka pada hari ini, kami
selamatkan badanmu, agar menjadi pelajaran bagi orang yang datang sesudahmu,
dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan
Kami.” (QS. Yunus: 92).
+ comments + 2 comments
Tanteku di makamkan di makam bapakku tetapi tanpa sepengetahuan kami anak2 dari almarhumah tanteku itu membangun makam tsb. Apa sebaiknya yg sy lakukan krn sepupuku jg ngotot tdk mau membongkar makam tersebut alias meratakan dgn tanah. Apakah sebaiknya sy pindahkan saja makam bapakku di tempat lain? Mohon sarannya sesuai fatwa ulama atau adakah hadits shahih yg menjelaskan ttg kasus seperti ini. Terimakasih
@Sukma:
"Seorang laki-laki dikuburkan bersama dengan bapakku, namun perasaanku tidak enak, hingga akhirnya aku keluarkan beliau dari kuburan dan aku kuburkan beliau dalam satu liang kubur sendiri.” (HR Bukhari).
Mohon ditanyakan kepada yang ngerti ilmu dan bahasa hadist, serta yang ngerti asbabul wurud-nya. Kalau tim kami nggak ada yang ngerti soalnya, makanya judulnya copy paste, sekedar ngopi dan paste teks hadist sebagai rujukan dan pengetahuan dasar saja...
Tapi, kalau ada cerita ngotot-ngototan, kalau anda balas dengan ngotot juga, malah khawatirnya berantem dan bisa putus persaudaraan. Hal ini mohon lebih dipertimbangkan
Posting Komentar