Pernah suatu ketika kota Madinah diguyur hujan setiap hari
selama seminggu, mirip keadaan Jakarta kita saat ini yang lumpuh karena hujan
tidak berhenti beberapa hari. Kalau
Jakarta banjir mungkin sudah tidak aneh lagi, karena memang sudah langganan.
Tapi kalau kota Madinah diguyur hujan seminggu, nah ini baru berita.
Yang pasti penyebabnya bukan karena musim hujan, sebab
Madinah tidak mengenal istilah musim hujan, adanya cuma musim haji. Sebenarnya penyebabnya agak lucu juga,
karena awalnya Madinah dilanda kekeringan, lalu Rasulullah SAW mengadakan
shalat istisqa'. Rupanya doa dan shalat itu langsung diterima, maka Allah SWT
menurunkan hujan. Cuma hujannya tidak berhenti-berhenti sampai seminggu.
Akhirnya para shahabat datang lagi kepada Rasulullah SAW dan
minta agar hujan dihentikan. Lalu Rasulullah SAW berdoa Allahumma hawalaina wal
'alaina :
اللهم حوالينا ولا علينا
Kurang lebih terjemahannya kira-kira begini : Ya Allah,
turunkan saja hujan di sekitar kami tapi jangan turunkan di tengah kota kami
(Madinah).
Maka Allah pun menerima doa itu, hujan tidak turun di kota
Madinah tetapi turunnya di luar kota Madinah.
Saya teringat soal ujian waktu kuliah S-2 dengan dosen KH.
DR. Ali Mustafa Ya'qub. MA. Soalnya kurang lebih menanyakan apakah doa Nabi SAW
di atas itu relevan buat orang Jakarta?
Jawabannya tentu tidak relevan.
Kenapa?
Sebab banjir di Jakarta itu terjadi bukan semata-mata karena
hujan yang turun dari atas ibu kota, tetapi justru yang dahsyat karena adanya
kiriman banjir dari puncak dan Bogor.
Jakarta bisa saja cerah bermandikan cahaya matahari, tetapi kiriman
banjir dari arah selatan, khususnya pintu air Katulampa di Bogor sana, akan tetap
jadi bencana buat Jakarta.
Kalau doa kita seperti doa Rasulullah SAW di atas itu, yaitu
jangan turunkan hujan di atas Jakarta, tapi di luar kota Jakarta (misalnya: Puncak
dan bogor), maka Jakarta akan tetap banjir juga.
Maka dalam memahami hadits perlu adanya ilmu fiqih, biar
kita tahu duduk perkara suatu masalah. Tidak boleh begitu saja kita main copy
paste teks hadits, padahal tidak relevan.
Misalnya ketika Rasulullah SAW melarang kita buang air menghadap kiblat
atau membelakanginya, lalu beliau memerintahkan kita menghadap ke arah Barat
atau Timur.
Kalau kita tidak pakai ilmu fiqih, maka pasti kita akan
kebingungan sendiri. Karena di dalam satu hadits yang sama, ada perintah
sekaligus larangan yang bertentang. Tidak boleh menghadap kiblat tapi disuruh
menghadap ke arah Barat. Padahal buat kita, arah kiblat itu pasti ke arah
Barat.
Maka dengan ilmu fiqih, kita
tahu bahwa perintah Nabi SAW untuk buang air menghadap ke Barat atau ke Timur
karena beliau SAW saat itu berada di kota Madinah. Kalau menghadap kiblat,
arahnya bukan ke Barat atau ke Timur, tetapi ke arah Selatan. Belajar Hadits itu Berati Harus Belajar
Fiqih Juga.
Ust. Sarwat
Posting Komentar