Sebagai seorang kepala rumah
tangga memang sudah seharusnya seorang bapak mengupayakan sebuah kehidupan yang
ideal untuk keluarganya. Menjaga agar tungku tetap menyala dan asap dapur
selalu membumbung ke angkasa. Lebih-lebih, seorang bapak juga memiliki semacam
tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas hidup yang nyaman untuk keluarga,
perhiasan untuk istri, beaya pendidikan anak dan infestasi saat pensiun di hari
tua. Namun hal itu tidak kemudian menjadi sebuah alasan untuk sama sekali
mengabaikan masa perkembangan anak.
Banyak penelitian menyebutkan, bahwa seorang anak yang dalam masa perkembangannya, selalu dibimbing oleh bapak yang hangat dan peduli, ketika dewasa akan memiliki kecenderungan untuk menjadi manusia yang mandiri, tegar, ulet, dan dapat mengendalikan gejolak emosionalnya. Dan penelitian itu berlaku kebalikannya bagi anak yang kurang mendapatkan sentuhan dan apresiasi dari bapaknya.
Karena pada saat tertentu kita menjadi kurang peka terhadap kondisi psikologis si Kecil. Misalnya dalam keadaan yang amat lelah sehabis kerja, kita menjadi teramat jengkel pada si Kecil yang mengajak bermain, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan sepele yang mengganggu. Tak jarang, saat itu, justru kita menjadikan si Kecil sebagai obyek kemarahan dan sekaligus pelampiasan dari ketidakpuasan terhadap dunia kerja.
Dalam keadaan seperti itu biasanya interaksi-interaksi sederhana yang dilakukan oleh si Kecil akan kita tanggapi dengan hardikan, begitu pula pertanyaan yang diajukannya, hanya akan kita jawab sekenanya. Bahkan tidak kita hiraukan. Disadari atau tidak hal itu dengan serta-merta akan meruntuhkan rasa percaya diri si Kecil, dengan menganggap setiap tindakannya adalah hal yang tidak berguna. Memang pertanyaan-pertanyaan tersebut boleh jadi sangat remeh bagi kita, namun tidak bagi si Kecil. Ketika kita mengabaikannya, saat itu juga kita telah melewatkan sebuah peluang emas untuk kemajuannya di masa depan.
Maka peran aktif seorang bapak, demi tumbuh kembangnya mental seorang anak, terletak pada kemampuannya membangun hubungan yang hangat dengan si Kecil. Menurut hasil riset terbaru, kedekatan seorang bapak ternyata dapat mempengaruhi perkembangan IQ anak hingga 6-7 di samping itu juga akan meningkatkan motivasi belajar, rasa humor, dan terutama kepercayaan diri. Bahkan dengan meluangkan sebentar dari waktu kita yang sempit, untuk menemani anak bermain akan membawa kenangan manis yang tak terlupakan sampai bertahun-tahun kemudian. Keadaan tersebut akan terekam kuat dalam memorinya sampai ia dewasa. Sehingga kepatuhan yang terbangun bukan semata karena ketakutan, tapi berlandaskan kasih sayang dan sikap hormat yang tulus.
Asumsi
bahwa tumbuhkembangnya si Kecil adalah tanggung jawab seorang ibu saja, sangat
ditentang oleh banyak pakar psikologi perkembangan anak. Sebagaimana urusan
rumahtangga lainnya, mengurus anak seharusnya adalah komitmen bersama antara
suami dan istri. Karena anak-anak sama sekali tidak seperti peliharaan yang
cukup diberi makan dan kepuasan secara materi belaka.
Mereka juga membutuhkan suntikan ruhani sebagai bekal kehidupan spiritual di masa-masa mendatang. Sayangnya di negeri ini tidak ada lembaga pendidikan, terutama yang formal, yang secara intensif mempersiapkan anak didiknya untuk menjadi orang tua. Sehingga yang terjadi di banyak keluarga muda sekarang ini adalah ketidakadaanya persiapan matang sebagai orang tua yang baik. Sebab mereka mengambil predikat tersebut secara otomatis. Mengalir apa adanya. Permasalahan ini akan terus berantai, diturunkan pada anak-anak ketika dewasa, yang biasanya akan menjiplak sepenuhnya prilaku orang tua.
Mereka juga membutuhkan suntikan ruhani sebagai bekal kehidupan spiritual di masa-masa mendatang. Sayangnya di negeri ini tidak ada lembaga pendidikan, terutama yang formal, yang secara intensif mempersiapkan anak didiknya untuk menjadi orang tua. Sehingga yang terjadi di banyak keluarga muda sekarang ini adalah ketidakadaanya persiapan matang sebagai orang tua yang baik. Sebab mereka mengambil predikat tersebut secara otomatis. Mengalir apa adanya. Permasalahan ini akan terus berantai, diturunkan pada anak-anak ketika dewasa, yang biasanya akan menjiplak sepenuhnya prilaku orang tua.
Maka
mata rantai tersebut harus segera kita putus dengan memberi pengertian sedini
mungkin kepada si Kecil, bahwa keberadaan mereka diakui dan pendapat mereka
dihargai. Kita yakinkan pada si Kecil bahwa ia, sebagaimana manusia lainnya,
layak menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Pertama-tama itu bisa
dilakukan dengan cara merubah gaya kepengasuhan dari motherhood yang melulu
didominasi oleh hanya ibu seorang, ke model parenthood, atau kepengasuhan
bersama yang saling melengkapi antara suami dan istri.
Penulis adalah Asatidz dari Ponpes Langitan
Posting Komentar