Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Ritual Ibadah Haji Dan Pengaruhnya Terhadap Karakter Bangsa (1)

Ritual Ibadah Haji Dan Pengaruhnya Terhadap Karakter Bangsa (1)

Mungkin kita merenung dalam hati dan ingin rasanya protes atau setidaknya rasa kesal dari kalangan masyarakat, bahwa mengapa orang yang sehari-hari menunaikan ibadah shalat, zakat, puasa, dan bahkan pernah menunaikan ibadah haji, tetapi perilakunya belum menggambarkan makna dari kegiatan ritual tersebut. Lantas disimpulkan bahwa, ibadah ritual tidak selalu memberi dampak pada perilaku terpuji sehari-hari. Selain itu, seringkali terdengar ungkapan pula bahwa pada setiap tahun jama’ah haji meningkat, akan tetapi kasus-kasus korupsi tidak pernah surut. Bahkan, banyak pejabat yang berhaji dan umrah berkali-kali, tetapi perilaku korupnya tidak bisa berhenti.

Gambaran sebagaimana dikemukakan itu menunjukkan bahwa seolah-olah antara kegiatan ritual ibadah terpisah dari kegiatan lain sehari-hari yang lebih luas. Pertanyaannya adalah, adakah yang salah dari pemahaman Islam selama ini. Sudah banyak orang mengenalnya, bahwa Islam selalu mengajarkan tentang kejujuran, amal shaleh, menghargai sesama, disiplin waktu dan juga harus benar dalam mendapatkan rizki. Seorang Islam tidak diperkenankan mengambil harta milik orang lain tanpa hak. Untuk mendapatkan harta, seorang muslim harus selektif, yaitu yang halal lagi baik dan membawa berkah.

Sebenarnya misi rasulullah yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Maka artinya, seorang mulim dalam melakukan apa saja harus didasari oleh akhlak mulia itu. Dalam berekonomi, politik, mengembangkan pendididikan, hukum, bermasyarakat dan lain-lain harus didasarkan pada akhlak yang luhur. Selalu dibayangkan bahwa, tidak akan mungkin seorang muslim melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya itu.

Namun sementara ini yang seringkali terjadi, bahwa masih terdapat pemisahan yang sedemikian tajam antara persoalan agama dan persoalan kehidupan lain pada umumnya. Agama dianggap sebagai variabel tersendiri, terpisah dari kegiatan kehidupan pada umumnya. Maka yang lahir adalah kehidupan pribadi yang tidak utuh. Seolah-olah antara ke pasar sebagai upaya mencari rizki dianggap berbeda dari ketika ke masjid untuk shalat berjama’ah. Ke masjid dianggap mencari bekal ke akherat, sementara ke pasar dianggap untuk mendapatkan rizki untuk mencukupi kegiatan di dunia.

Cara berpikir dikotomis seperti itulah kira-kira yang menjadikan Islam tidak dipandang sebagai ajaran yang utuh dan komprehensif hingga melahirkan perilaku yang terbelah itu. Maka akibatnya, antara kegiatan ritual dan kegiatan sosial menjadi tidak menyatu. Akibatnya kemudian muncul istilah shaleh ritual, shaleh sosial dan shaleh intelektual. Perbedaan-perbedaan itu pula yang seolah-olah ajaran Islam bisa dipilah-pilah seperti itu.

Lewat renungan yang lama dan mendalam, saya mendapatkan rumusan bahwa Islam sedikitnya membawa lima misi besar untuk mengantarkan ummat manusia agar menjadi selamat dan sekaligus berbahagia, baik di dunia maupun di akherat. Saya memandang bahwa Islam bukan sebatas agama, melainkan juga peradaban. Islam sebenarnya sebuah ajaran yang memiliki kekuatan pengubah dan sekaligus memberikan petunjuk dan arah, agar manusia dalam hidupnya mendapatkan derajat mulia. Orang yang demikian itu adalah memiliki karakter yang unggul. Dengan demikian, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad bahwa, Islam datang di muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia atau karakter yang unggul.

Adapun kelima misi besar yang dibawa oleh Islam itu adalah sebagai berikut.

Pertama, Islam menjadikan ummatnya kaya ilmu. Ilmu yang dimaksudkan di sini lingkupnya sangat luas, yaitu bersumber pada ayat-ayat qawliyah dan sekaligus ayat-ayat kawniyah. Islam menganjurkan ummatnya untuk mempercayai yang ghaib, tetapi juga harus memikirkan ciptaan Allah baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Mestinya sebagai implementasi dari konsep itu, kaum muslimin dituntut mengkaji ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, psikologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain. Dalam mempelajari ilmu ilmu dimaksud, sebagai pembeda dari kaum lainnya, harus mengawali dengan menyebut nama Allah, yaitu bismirabbika. Selain itu, kegiatan tersebut harus sampai pada kesadaran yang mendalam tentang keagungan asma Allah. Disebutkan dalam al Qur’an iqra’ warabbuka al-akram. Artinya kegiatan itu hingga berhasil membangun kesadaran tentang keharusan memuliakan Allah. Dengan demikian mestinya, ummat Islam kaya ilmu pengetahuan.

Kedua, Islam menjadikan ummatnya meraih prestasi unggul. Sebagai makhluk yang berprestasi unggul, setidak-tidaknya memiliki empat ciri, yaitu (1) berhasil mengenal dirinya sebagai pintu mengenal tuhannya, (2) bisa dipercaya sebagaimana dicontohkan oleh Muhammad sebagai anutannya adalah seorang yang dikaruniai gelar al amien, (3) bersedia untuk mensucikan dirinya, baik menyangkut pikirannya, hatinya dan raganya. Seorang muslim tidak selayaknya mengambil harta atau mengkonsumsi makanan yang tidak halal, dan (4) seorang muslim di manapun berada selalu memberi manfaat bagi orang lain. Itulah manusia unggul yang diajarkan oleh Islam.



Diambil dari tulisan Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI (Aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sultra peneliti Sangia Institute)
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger