Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Jadilah Pahlawan Yang Memberi Manfaat (Refleksi Hari Pahlawan)

Jadilah Pahlawan Yang Memberi Manfaat (Refleksi Hari Pahlawan)

Idul Adha mengajarkan kepada kita tentang etos kepahlawanan dua manusia mulia, yakni Nabiyaallah Ibrahim dan puteranya Ismail, alaihimassalam. Kepahlawanan mereka telah diakui oleh seluruh umat Muslim di hadapan Allah tanpa diperselisihkan.

Tapi mengapakah mereka diakui kepahlawanannya oleh seluruh hamba Allah? Apakah karena kekejamannya, apakah karena kedengkiannya ataukah karena kecerobohan mereka? Tentu saja bukan. Keduanya diakui sebagai pahlawan bagi seluruh alam karena telah bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah SWT dan memiliki banyak sekali jasa yang dapat dirasakan manfaatnya hingga ribuan tahun sepeninggal keduanya. Pembangunan ka'bah sebagai kiblat umat Islam sedunia adalah salah satu bukti nyata manfaat dari perjuangan hidup kedua Nabi Allah tersebut. Allah SWT berfirman, 

وَكََذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا ِلتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلىَ النَّاسِ وَيَكُوْنُ الرَّسُوْلَ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
“Dan demikian pula, Kami (Allah) telah menjadikanmu (umat Islam) sebagai umat pilihan yang adil, agar kamu sekalian menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasulullah Muhammad (juga) menjadi saksi atas perbuatanmu.” (QS. Al-Baqoroh, 2:143)

Sepanjang Kisah Rasulullah SAW adalah kisah kepahlawanan, bukan hanya tentang peperangan di front terdepan, namun seluruh kisah hidup Beliau adalah epos kepahlawanan. Bagaimana Rasulullah membantu pekerjaan-pekerjaan keluarga mendiang kakeknya, Abdul Mutthalib dengan menggembala domba adalah kisah kepahlawanan anak-anak. Lalu Rasulullah meningkatkan harkat ekonomi pribadi dan keluarga dengan menjadi pekerja di perniagaan Saudagar Hadijah binti khuwailid adalah juga sebuah romantika kepahlawanan remaja dan pemuda.

Kemudian kisah tentang baginda Nabi mempertahankan perekonomian keluarga dan para pengikutnya dari embargo kaum musyrik makkah adalah juga tindakan patriotik Rasul sebagai kepala keluarga dan pimpinan masyarakat. Termasuk ketika Rasulullah mendamaikan kaumnya ketika akan bertikai gara-gara berebut meletakkan kembali Hajar Aswad yang Ka’bahnya sedang direnovasi. Hajar Aswad dan Ka’bah yang hingga sekarang menjadi central umat Islam ketika menunaikan ibadah Haji.

Kisah Hijrah Rasulullah yang penuh ketegangan adalah bentuk kepahlawanan pemimpin umat yang akan menyongsong pembentukan dunia baru, dunia Islam yang penuh pengharapan dan kejayaan. Hingga kisah-kisah medan pertempuran Rasulullah dalam adu senjata dan strategi militer di tengah-tengah gurun pasir di sela-sela gunung-gunung batu yang diselimuti oleh terik menyengat.

Termasuk pula kisah kesuksesan Rasul memimpin umat Islam yang telah semakin meluas wilayah kedaulatannya, dari kota Madinah yang semula penuh dengan intrik dan permusuhan di antara kaum-kaum berbeda agama yang saling bertikai. Kesemuanya adalah kisah kepahlawanan sepanjang sejarah yang hingga kini harus senantiasa kita teladani.

Allah SWT berfirman,
ِ
إنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَشَّ اْلقَوْمُ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ، وَاللهُ لاَ يُحِبَّ الظَّالِمِيْنَ
“Jika kamu (Muhammad) menndapatkan luka (pada perang Uhud), maka sesungguhnya kaum kafir itupun mendapatkan luka yang sama (pada perang Badar). Masa Kejayaan dan Kehancuran memang kami pergilirkan di antara manusia. (Demikianlah) Allah membedakan antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang kafir. Dan agar sebagian dari kalian dapat dijadikan sebagai orang-orang yang mati syahid. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim.” (QS. Al-Baqoroh, 2:140).

Ayat ini menunjukkan kepada kita, bahwa Rasulullah telah berjuang dengan sekuat tenaga serta mendapat berbagai cobaan, termasuk pernah mengalami kekalahan di medan pertempuran senjata yang ganas. Maka kita sebagai orang Muslim yang mengaku sebagai pengikut Rasulullah tidaklah perlu takut dan bersedih berlebihan jika sesekali mendapatkan musibah dalam kehidupan.

Lihatlah betapa ketabahan Nabiyaallah Ibrahim dan puteranya Ismail Alaihimassalam, senantiasa berserah diri kepada Allah, meski harus mengorbankan nyawa mereka sekalipun. Lalu apakah kita pantas merasa sedih dan sayang, atau bahkan mengelak jika haya diperintahkan untuk mengorbankan nyawa-nyawa binatang untuk mengagungkan Asma Allah. Tentu sama sekali tidak pantas saudara-saudara sekalian.

Karena kita mesti mengingat, kepahlawanan senantiasa menuntut pengorbanan. Siapa yang ingin dipersaksikan di hadapan Allah sebagai pahlawan atau syuhada, maka mereka harus berani berkorban untuk membela ajaran-ajaran Allah SWT. Imam Muhammad Husain al-Thaba’thabai dalam tafsir al-Mizan memaparkan, bahwa yang dimaksudkan sebagai Kesyahidan atau persaksian atau pengorbanan di hadapan Allah meliputi empat macam.

Pertama, yakni skill atau profesionalitas, kapasitas dan kualitas. Siapapun yang memiliki kemampuan professional, hendaknya ia mendarmabhaktikan kemampuannya tersebut untuk menunaikan perintah-perintah Allah dan mendakwahkan syiar Islam melalui kemampuan professionalnya tersebut. Yang pedagang dengan dagangannya, yang petani dengan pertaniannya yang pengusaha dengan bidang usahanya masing-masing.

Kedua, menularkan kemampuannya tersebut demi kemajuan Islam dan kemaslahatan seluruh ummat. Artinya menyebarkan ilmu untuk menuju tatanan dunia yang lebih baik dan kehidupan manusia yang lebih berkualitas.

Ketiga, memperluas dan menjadikan karya-karyanya sebagai trand mark atau standard kebaikan, maka dari sini tentu siapa pun akan berlomba-lomba untuk menjadikan keunggulannya sebagai yang terdepan dalam kualitas kebaikan dan kemanfaatan bagi seluruh manusia.

Sedangkan yang keempat adalah, meskipun sekiranya kemanfaatan tersebut hanya untuk sebagian kelompok masyarakat, namun ia mesti dikenang sebagai kebaikan. Dengan demikian tentu tidak seorang pun yang menginginkan dirinya dikenang sebagai keburukan atau dikenang dalam tindakannya yang merugikan orang lain. Meskipun hanya kepada orang-orang tertentu saja misalnya.

Intinya, sekecil apapun dan sesederhana apapun tindakan kita, hendaknya ia bermanfaat bagi orang-orang lain tanpa menimbulkan madhorot bagi sebagian yang lain. Kesimpulan ini adalah saripati firman Allah “Sesungguhnya Allah tidak menyuakai orang-orang yang dholim,” tadi.

Pada hari Idul Adha yang berbahagia ini, marilah kita senantiasa berusaha menjadi insan yang sholeh dan bertaqwa kepada Allah agar kelak kita dipersaksikan sebagai ummat yang dapat diandalkan dan dibanggakan oleh Rasulullah SAW di hadapan umat-umat nabi lainnnya. Marilah kita mengukir kepahlawanan agar mendapatkan ridho Allah SWT melalui cara-cara yang santun dan tidak melukai orang lain. Terutama tidak melukai saudara-saudara sesama muslim. Meskipun hal ini harus kita lakukan dengan mengorbankan sebagian milik kita, sebagian harta kita dan sebagian kekayaan kita demi kebahagiaan saudara-saudara kita yang lain. Karena demikianlah pesan Idul adha yang sesunguhnya.

Marilah kita sama-sama berdoa, mudah-mudahan kita senantiasa diberkahi oleh Allah agar dikuatkan jiwa dan raga untuk memenuhi panggilan Allah, mencurahkan segala potensi kita untuk kemaslahatan agama Allah, masyarakat Muslim dan seluruh anggota bangsa Indonesia kita ini. Agar kelak kita dipersaksikan sebagai pahlawan-pahlawan Allah yang di kenang harum dalam kehidupan generasi-generasi selanjutnya. Amin



Dikutip dari khutbah oleh KH. Maktub Efendi
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger