Idza shodaqol ‘azmu, Wadhohas sabiilu.
Jika benar kemauannya, niscaya terbukalah jalannya.
Saya punya kawan yang menurut saya cantik jika diukur dengan standar wanita secara umum, tidak ada yang salah dengan dirinya secara fisik. Ia berkulit putih dan mempunyai proporsi tubuh yang cukup ideal, tetapi ia sering terlihat tidak percaya diri, minder, dan takut jika ingin mengeluarkan pendapat.
Ketika saya coba bertanya mengapa ia sering kelihatan minder dan takut jika ingin mengeluarkan pendapat, jawaban yang saya terima sungguh mengagetkan. Katanya, ‘orang-orang menganggap wajah saya boros, terlihat lebih tua daripada seharusnya, jadi saya minder dan malu’. Lalu apa hubungannya dengan takut mengeluarkan pendapat ?
Tidak ada, tetapi itulah kenyataannya. Kawan saya yang lain mempunyai problem yang berbeda, ia merasa bahwa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dan tidak pintar, ia merasa dirinya bodoh. Padahal dalam kehidupan sehari-harinya tidak ada orang yang mengatakan dirinya bodoh, julukan itu ia lekatkan sendiri kepada dirinya. Anggapan bahwa dirinya tidak pintar itu terus menghantui dirinya, sehingga ia sering ragu pada saat bekerja. Ia menjadi mudah ragu apakah yang ia kerjakan itu benar atau tidak, apakah ia mampu mengerjakan tugas dengan baik dan sebagainya. Ada lagi kawan yang sangat takut jika diminta untuk melakukan presentasi. Ia sudah merasa ngeri lebih dahulu dengan banyak kekhawatiran yang menyelimutinya, takut salah ngomong, takut pembicaraannya tidak bisa dipahami orang lain, takut ditanya yang susah-susah, takut kehilangan kata-kata dan berbagai ketakutan lainnya. Padahal ketakutan itu hanya ada dipikrannya dan tidak terjadi pada saat ia melakukan kegiatannya. Anda mungkin punya bakat dan suara yang bagus untuk menyanyi, tetapi karena tidak percaya diri dan merasa tidak mungkin bisa diterima oleh publik, tidak ada usaha sama sekali untuk mengembangkan kemamuan untuk menyanyi. Padahal bisa jadi keberuntungan anda ada pada suara. Siapa tidak kenal si X ? awalnya ia tidak ada niat untuk menyanyi, tetapi setelah latihan dan dibawa ke studio, hasilnya juga tidak mengecewakan. Rekan saya yang lain saat itu sedang menghadapi ujian akhir skripsi, dia sangat nervous, ketakutan dan tidak bisa tidur membayangkan apa yang akan ditanyakan oleh dosen penguji. Saya hanya mengatakan, ‘dosen penguji paling hanya membaca beberapa waktu skripsimu, yakinlah bahwa kamulah yang paling menguasai skripsi itu, jadi mengapa takut ?
Jangan dulu berpikir bahwa apa yang akan dikatakan salah atau takut penguji mengajukan berbagai macam pertanyaan. Jawab saja dengan penuh keyakinan, karena itu adalah kunci dari menjawab pertanyaan. Ternyata kata-kata sederhana itu cukup ampuh dan dia berhasil melewati ujiannya. Dari beberapa kasus diatas bisa ditarik sebuah benang merah bahwa sesungguhnya percaya diri atau tidak itu sangat tergantung pada bagaimana pikiran kita melakukan respons terhadap keadaan sekitar. Percaya diri bermula dari pikiran, karena itu jika ingin mengembangkan rasa percaya diri mulailah dengan mengubah pola pikir. Ada beberapa hal dibawah ini yang mungkin bisa menjadi renungan dan keyakinan agar bisa mengembangkan rasa percaya diri yang lebih besar. Pertama, cobalah untuk menerima diri kita apa adanya. Yakinlah bahwa setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk kita. Cobalah untuk tidak terjebak terus menerus berusaha menutupi kekurangan, tetapi fokuslah untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Tidak perlu iri dengan kemampuan dan karunia yang diciptakan Tuhan untuk orang lain, karena memang setiap manusia diciptakan berbeda. Jika kita mempunyai kulit coklat misalnya, tidak perlu kita meratapi nasib berkepanjangan dan berusaha memutihkan kulit kita dengan berbagai cara. Kalau mau ganti warna seperti Jacko sebenarnya juga bisa, tapi kalau tidak pun apa salahnya dengan kulit coklat ?
Terima itu sebagai bagian dari nikmat dan rahasia Tuhan untuk kita. Fokus pada kelebihan akan membuat kita lebih seimbang, kekurangan yang ada biarlah menjadi pertanda bahwa kita adalah manusia biasa. Dengan kelebihan yang terus dikembangkan, kekurangan tersebut tidak akan menjadi beban karena tertutup oleh kelebihan kita. Kedua, yakin bahwa kita mampu. Yakinkan diri bahwa kita mampu mengerjakan apa yang ditugaskan pada kita. Tidak ada kesulitan yang tidak mempunyai jalan keluar kalau kita berusaha.
Prinsip mengerjakan tugas adalah bagaimana mengerjakannya secara baik dan tidak setengah-setengah. Keyakinan itu akan menjadi pendorong utama bahwa kita bisa maju. Jika sejak awal kita mengatakan tidak bisa, tidak akan ada upaya untuk belajar. Jadi, yakinlah bahwa kita bisa. Ketiga, hindari ketakutan dan kekhawatiran berlebihan.
Yakinlah bahwa ketakutan dan kekhawatiran itu lebih banyak kita ciptakan secara imajiner didalam pikiran kita. Kekhawatiran itu hanya ada didalam pikiran, jika itu berlebihan kita tidak akan pernah bisa bergerak maju. Belajarlah untuk berani menghadapi berbagai ketakutan dan kekhawatiran tersebut. Perlu sedikit kenekatan dan keberanian untuk melakukan sesuatu, biasanya jika kita berani atau bahkan nekat melakukan apa yang kita takutkan, justru ketakutan itu akan hilang dengan sendirinya. Banyak orang gagal untuk mengembangkan diri secara baik karena ketakutan dan kekhawariran yang berlebihan ini. Istilah umumnya adalah ‘demam panggung’, penyakit yang terjadi bukan karena ada virus ataupun sumber penyakit, tetapi lebih karena ketakutan dan kekhawatiran yang ada pada diri sendiri. Jika kita terus menerus mengalami ‘demam panggung’, sulit bagi kita untuk maju. Karena itulah sekarang ini banyak program pelatihan outbond yang dilakukan, salah satu tujuannya adalah membangkitkan rasa percaya diri kita dengan melakukan apa yang mungkin sebelumnya kita takutkan. Jika kita takut ketinggian misalnya, justru kita dipaksa untuk main ‘flying fox’, melayang diatas tali dari ketinggian. Permainan ini tidak sekedar memicu adrenalin tetapi menghancurkan ketakutan dalam diri agar kita lebih berani menghadapi kehidupan. Dengan merasakan sendiri bahwa kita berani melakukan sesuatu walaupun diiringi sedikit kekhawatiran, akan muncul sensasi dan pengalaman tersendiri dalam hidup. Dengan itu kita dapat memerangi ketakutan yang ada dipikiran kita untuk menangkap masa depan yang lebih gemilang.
Terakhir, yakinlah bahwa kalaupun gagal kita tidak akan mati dan masih ada kesempatan untuk memperbaikinya dilain waktu. Kegagalan akan memberikan pelajaran berharga bagi kita bagaimana cara mencapai kesuksesan dan memperbaiki kesalahan dimasa lalu. Tidak perlu malu atau menyesal jikapun apa yang kita usahakan belum berhasil, justru hal itu menjadi momentum bagi kita untuk bangkit dan melesat jauh kedepan dengan kecepatan yang lebih tinggi. Pada akhirnya percaya diri itu tidak bisa dibeli dimanapun, ia ada didalam hati dan pikiran kita masing-masing. Cukuplah kita mengubah pola pikir, mencoba hal-hal baru dan menghilangkan ketakutan-ketakutan yang tidak perlu. Jika itu masih kurang, nekat saja. Pasti Tuhan tidak akan menceburkan kita kedalam satu masalah tanpa memberikan jalan keluarnya.
Jadi mengapa mesti minder…..?
Alif Sufie
Posting Komentar