Seringkali
tak terpikirkan ibadah yang kita lakukan membawa perubahan atau tidak.
Terkadang melihatnya hanya dari sisi kulitnya saja, tidak isinya. Menyimpan
nilai tarbiyah atau tidak. Sedikitpun tak terbersit, pikiran ini kosong.
Seperti shalat wajib yang lima waktu. Kita hanya mengenal nama tapi inti
(pelajarannya) tidak. Bahwa sesungguhnya shalat itu mempunyai "hati"
(sumber) yang seharusnya kita kenal, pelajari dan dalami sebagai tuntunan.
Misalnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, ketenangan jiwa, dan
obat segala macam penyakit.
Di pesantren tercinta ini, shalat lima waktu diwajibkan secara berjamaah. Bahkan kewajiban ini berjalan sejak pengasuh Romo KH. As'ad Syamsul Arifin (pengasuh II). Hal ini berarti, betapa pentingnya shalat secara kompak, solid (berjamaah). Akan tetapi, di mata santri shalat berjamah tafsirannya beda. Mereka karena hanya takut peraturan, bukan karena kesadaran sendiri. Sehingga yang terjadi bukan tambah menurun pelanggarannya, namun tambah meningkat. Karena tidak sadar. Barangkali ini masalah, yang harus kita pecahkan bersama.
Satu solusi dari penulis yakni "membangun kesadaran" spritual, bahwa shalat berjamaah bukan karena peraturan melainkan menyabet makna sejuta tarbiyah yang harus diikuti tanpa ada paksaan sedikitpun (ikhlas).
Salah satu bentuk pengajaran nilai tarbiyah dari shalat berjama'ah antara lain:
Di pesantren tercinta ini, shalat lima waktu diwajibkan secara berjamaah. Bahkan kewajiban ini berjalan sejak pengasuh Romo KH. As'ad Syamsul Arifin (pengasuh II). Hal ini berarti, betapa pentingnya shalat secara kompak, solid (berjamaah). Akan tetapi, di mata santri shalat berjamah tafsirannya beda. Mereka karena hanya takut peraturan, bukan karena kesadaran sendiri. Sehingga yang terjadi bukan tambah menurun pelanggarannya, namun tambah meningkat. Karena tidak sadar. Barangkali ini masalah, yang harus kita pecahkan bersama.
Satu solusi dari penulis yakni "membangun kesadaran" spritual, bahwa shalat berjamaah bukan karena peraturan melainkan menyabet makna sejuta tarbiyah yang harus diikuti tanpa ada paksaan sedikitpun (ikhlas).
Salah satu bentuk pengajaran nilai tarbiyah dari shalat berjama'ah antara lain:
Pertama, istiqamah.
Dalam arti luas, bahwa shalat berjamaah tentu dimulai
dengan waktu yang konsis (tepat) misalnya di awal waktu shalat, lebih utama
(afdhal). Dengan ini pasti ada kesepakatan (komitmen) yang harus disadari. Jika
tidak, dia akan shalat sendirian. Dari sini penting ditanamkan keunggulan
shalat berjamaah yakni dua puluh derajat bandingannya dengan shalat sendirian,
sekalipun khusyuk (tenangnya hati). Sehingga kesadaran istiqamah mampu
mempengaruhi perbuatan yang lain secara sadar.
Kedua, solidaritas.
Kedua, solidaritas.
Shalat berjamaah hakikatnya mengajarkan nilai kebersamaan
yang kokoh, tanpa ada perbedaan kepentingan. Hanya satu tujuannya bersama-sama
mengahadap Ilahi Rabbi. Dengan ini, pendidikan shalat jamaah sesungghnya telah
berhasil mengadakan perubahan yaitu manajeman "mobilisasi" massa.
Melalui shalat berjamaah, umat bisa bersatu padu menuju satu kemenangan
(cita-cita), baik di dunia maupun akhirat kelak.
Ketiga, kepemimpinan.
Ketiga, kepemimpinan.
Shalat berjamaah mengajarkan seseorang berjiwa pemimpin.
Hal ini benar, sebab di dalam shalat berjamaah ada imam (pemimpin) juga ada
makmum (rakyat). Begitu kira-kira bandingannya. Seorang makmum harus taat
(ikut) pada imam-nya, jangan sampai mendahului khawatir shalatnya bisa menjadi
fatal. Disinilah, letak pendidikan shalat berjamaah mengajarkan nilai ketaatan
pengikut (makmum) pada seorang pemimpin (imam).
Begitu juga, mememilih seorang pemimpin (imam) harus layak (selektif). Jika tidak, bisa kurang kesempurnaan shalatnya. Pilihlah yang fasih bacaannnya, alim, dan disenangi makmum (rakyat)-nya. Di area sosial juga bisa dikaitkan, bahwa rakyat harus memilih peminpin yang alim (pinter, cerdas, genius lahir-batin) dan berjiwa patriotis-kepemimpinan terhadap rakyat-rakyatnya. Dalam arti mampu bertanggung jawab dam amanah.
Keempat, kedisiplinan dan ketertiban.
Begitu juga, mememilih seorang pemimpin (imam) harus layak (selektif). Jika tidak, bisa kurang kesempurnaan shalatnya. Pilihlah yang fasih bacaannnya, alim, dan disenangi makmum (rakyat)-nya. Di area sosial juga bisa dikaitkan, bahwa rakyat harus memilih peminpin yang alim (pinter, cerdas, genius lahir-batin) dan berjiwa patriotis-kepemimpinan terhadap rakyat-rakyatnya. Dalam arti mampu bertanggung jawab dam amanah.
Keempat, kedisiplinan dan ketertiban.
Dengan melakukan shalat berjamaah
sesungguhnya kita dicekoki nilai-nilai kedisiplinan yang cukup tinggi. Misalnya
imam mengucapkan takbir, seraya makmum menirukannya. Tanpa ada yang mendahului
dan lambat lama. Maka, dalam shalat ajaran-ajaran "ketaatan" juga
disinggung. Dengan ketaatan itu, terciptalah kebiasaan hidup disiplin dan
tertib.
Kelima, tanggung jawab.
Kelima, tanggung jawab.
Dalam arti seorang imam (pemimpin) mempunyai tanggung
jawab terhadap makmum (rakyat)-nya di hadapan Tuhan. Karena dialah yang
diamanatkan secara bersama-sama dengan rakyatnya menuju ridla-Nya. Sehabis
shalat imam harus berdoa dan makmum mengamininya. Memuji-Nya dan berdoa
bersama-sama atas segala kesalahan serta kekhilafan yang dilakukan. Akhirnya
lahirlah rasa kesadaran (taubat) yang selalu tersemat di hati lubuk imam dan
makmun. Dan tidak enggan mengulangi perbuatan dosanya.
Ala kulli hal, membangun kesadaran sebenarnya sangat mudah. Cukuplah ingat terhadap makna tarbiyah shalat, tanpa melihat dhahir-nya saja. Karena sesuatu yang "inti" berdampak pada satu bentuk perubahan yang memang diimpikan. Sudah pasti ajaran yang mulia ini menyimpan ribuan pendidikan yang bisa diaplikasikan dalam ruang kehidupan kita. Berpikirlah dan jadilah yang terbaik.
Mulailah berubah dari kita sendiri. "Ibda' bi Nafsik". Niscaya tiada saling tarik ulur kesalahan (kepentingan) di antara kita. Belajarlah merenung (muhasabah) melalui mediasi (perantara) shalat berjamaah. Karena itulah perbuatan yang sehari-semalam kita dijumpai. Tanpa shalat berjamaah apa jadinya. Lalu, bagaimanakah dengan "shalat jama'ah" kita"?
Ala kulli hal, membangun kesadaran sebenarnya sangat mudah. Cukuplah ingat terhadap makna tarbiyah shalat, tanpa melihat dhahir-nya saja. Karena sesuatu yang "inti" berdampak pada satu bentuk perubahan yang memang diimpikan. Sudah pasti ajaran yang mulia ini menyimpan ribuan pendidikan yang bisa diaplikasikan dalam ruang kehidupan kita. Berpikirlah dan jadilah yang terbaik.
Mulailah berubah dari kita sendiri. "Ibda' bi Nafsik". Niscaya tiada saling tarik ulur kesalahan (kepentingan) di antara kita. Belajarlah merenung (muhasabah) melalui mediasi (perantara) shalat berjamaah. Karena itulah perbuatan yang sehari-semalam kita dijumpai. Tanpa shalat berjamaah apa jadinya. Lalu, bagaimanakah dengan "shalat jama'ah" kita"?
Ahmad Mu'takif Billah, S.PdI
+ comments + 2 comments
terimakasih,sangat berguna semoga mnjadi amal anda
informasi menarik dan bermanfaatnya,
semoga sukes aja yah!! Salm hangat untuk keluarga yang berada di samping anda yah Terimaksih atas informasinya..
Posting Komentar