قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَا اْلعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْهَا فِي
هَذِهِ قَالُوْا وَلاَ الْجِهَادُ ؟ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ
يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْئٍ
(صحيح
البخاري)
Sabda
Rasulullah saw : “ Sungguh tiada amal ibadah afdhal dari hari-hari ini (10 hari
Dzulhijjah,sebagian mengatakan termasuk hari Tasryik yaitu 13 Dzulhijjah), maka
beberapa sahabat bertanya : Tidak juga jihad di jalan ALLAH ?, Rasul saw
bersabda : tidak juga Jihad lebih afdhal darinya, kecuali yang pergi jihad
dengan dirinya dan semua hartanya, dan tidak kembali jiwa dan semua hartanya “
(Shahih Bukhari) .
Pintu rahmat Allah SWT terus terbuka menanti mereka yang ingin bertobat,
maka jelanglah dan jawablah seruan Allah.
لَبَّيْكَ
اللّهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ
وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“ Kusambut panggilan-Mu Ya Allah kusambut panggilan-Mu tiada sekutu
bagi-Mu kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, ni’mat dan kerajaan
hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
Kami datang kepadaMu wahai Allah, datang kepada pengampunanMu, datang kepada
rahmatMu, datang kepada kelembutanMu, datang kepada harapan-harapan dilimpahi
anugerah olehMu, datang kepada Yang Maha melimpahi anugerah, datang kepada Yang
Maha memiliki kebahagiaan dunia dan akhirah . Kami berkumpul di dalam naungan
keagungan namaMu di majelis yang mulia ini, yang tiada satupun diantara mereka
yang hadir terkecuali Kau melihatnya, dan Kau melihat bathin kami , Kau melihat
masa lalu kami, Kau melihat masa depan kami dan Kau tau dimana kami akan wafat
dan Kau mengetahui berapa jumlah nafas kami yang tersisa, berapa jumlah nafas
kami yang telah lewat, berapa kenikmatan yang telah Kau berikan, berapa
kenikmatan yang masih akan Kau berikan, wahai Allah Ya Rabbal ‘alamin.
Inilah malam-malam agung ‘Arafah, inilah malam-malam mulia di sepuluh malam
bulan Zulhijjah yang merupakan salah satu dari sumpah Allah SWT atas
kemuliaannya seraya berfirman :
وَالْفَجْرِ
¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3
“ Demi cahaya fajar, demi malam yang sepuluh dan demi yang genap dan
yang ganjil “. ( QS. Alfajr :1-3 ).
Para mufassir menjelaskan cahaya fajar yang dimaksud adalah pagi hari di
saat Idul Adha, terbitnya matahari Idul Adha yang membawa hamba-hamba yang
beriman menuju Shalat ‘ied dan berkurban untuk menjamu saudara saudarinya,
sesama tetangga dan kerabatnya dengan Udhhiyyah ( hewan sembelihan kurban )
sebagai tanda hubungan silaturrahmi yang berpadu, rahasia keluhuran Allah
terbit di hari itu, di fajar waktu Idul Adha .
وَلَيَالٍ
عَشْرٍ ( الفجر : 2
“ Demi sepuluh malam “ . ( QS. Alfajr : 2 ).
Al Imam Abdullah bin Abbas Ra, sepupu Rasulullah SAW yang digelari “
Bahrul ‘ilmi Ad Daafiq “ ( lautan ilmu yang dalam ) di dalam tafsirnya
menafsirkan makna “ demi sepuluh malam “ adalah sepuluh hari
pertama bulan Zulhijjah, mulai dari malam 1 Zulhijjah hingga malam 10
Zulhijjah. Jadi sekarang kita berada di tengah-tengahnya, malam Jum’at besok
kita sudah berada di malam Idul Adha, berakhirnya sepuluh malam Zulhijjah.
Pendapat lain mengatakan makna “ demi sepuluh malam “ adalah
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tetapi pendapat yang Arjah
( lebih kuat ) yang dimaksud adalah sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah yaitu
mulai malam 1 Zulhijjah hingga malam 10 Zulhijjah yang di waktu itu tamu-tamu
Allah Rabbul ‘alamin berdatangan ke medan Makkah dan Madinah untuk haji dan
umrah, di tanggal-tanggal luhur itulah penduduk di barat dan timur ummat
sayyidina Muhammad SAW di undang oleh Allah SWT untuk berkumpul di Arafah,
berkumpul di Muzdalifah, berkumpul di medan thawaf, medan sa’i dan lainnya,
sepuluh malam ini adalah malam-malam doa bagi yang berangkat haji dan umrah
atau yang berada di rumahnya karena kita semua ummat Nabi Muhammad SAW.
وَالشَّفْعِ
وَالْوَتْرِ ( الفجر :3
“ Demi yang genap dan yang ganjil “. ( QS. Alfajr : 3 ).
Berkata Al Imam Ibn Abbas Ra bahwa makna ayat ini adalah hari Arafah dan
hari Idul Adha, tanggal 9 Zulhijjah dan 10 Zulhijjah. Kenapa hari Arafah
dikatakan genap, karena perhitungannya adalah terbenamnya hari Arafah yaitu
malam 10 Zulhijjah dan ini adalah malam yang genap. Dan mengapa hari Idul Adha
dikatakan yang ganjil padahal hari Idul Adha adalah tanggal 10, namun yang
dimaksud ganjil disini karena mulai dari malamnya (malam arafah) sudah masuk
malam Idul Adha (maksudnya genap dan ganjil adalah arafah berpadu dg idul adha.
Disunnahkan bertakbir mulai dari terbitnya fajar hari Arafah tapi muqayyad (
terikat ) dengan waktu shalat , shalat fardhu dan shalat sunnah, demikian dalam
Mazhab Syafi’i. Jadi tidak setiap waktu (hanya setiap habis shalat mulai fajar
hari arafah), hari Arafah tanggal 9 Zulhijjah mulai shalat subuh sudah
disunnahkan untuk bertakbir, demikian pula setelah zhuhur dan asar.
Dan setelah shalat maghrib barulah mutlak sampai shalat Idul Adha esok
harinya. Jadi malam lebaran itu mulai maghrib boleh bertakbir terus menerus
sampai esok harinya, boleh di saat setelah shalat atau sebelum shalat , saat di
rumah atau di jalan, atau sambil beraktifitas itu diperbolehkan. Disunnahkan
dengan sunnah muakkadah bertakbir, mengagungkan nama Allah di malam 10
Zulhijjah itu sampai selesai waktu shalat ‘ied maka setelah itu tidak lagi
sunnah Muakkadah , kecuali di waktu-waktu shalat saja (Muqayyad). Selesai
shalat fardhu atau shalat sunnah disunnahkan untuk bertakbir sampai hari ke 13
Zulhijjah, berakhirnya hari tasyrik saat terbenam matahari pada tanggal 13
Zulhijjah sudah berhenti takbirannya. Jadi takbiran itu mutlaknya mulai dari
waktu maghrib tanggal 9 Zulhijjah malam 10 Zulhijjah sampai selesai shalat Idul
Adha . Dan setelah itu boleh bertakbir tetapi sebaiknya hanya di waktu selesai
shalat fardhu atau shalat sunnah sampai terbenam matahari pada hari ke 13
Zulhijjah. Sedangkan setelah itu tidak lagi sunnah muakkadah bertakbir dengan
takbir yang masyruu’ yang sering kita dengar.
وَالشَّفْعِ
وَالْوَتْرِ ( الفجر :3
Firman Allah (yg maknanya) “ Demi hari Arafah dan hari IdulAdha “,
Dua
hari yang bergandengan yaitu 9 dan 10 Zulhijjah tepatnya di kalender kita
adalah hari Kamis dan hari Jum’at . Allah bersumpah dengan kemuliaan sepuluh
malam ini, yang mana malam ini adalah salah satunya, kita di dalam naungan
cahaya rahmat Ilahi yang berlimpah, yang mana Allah melimpahkan keluhuran dan
kemuliaan seluas-luasnya. Dijelaskan oleh Hujjatul Islam Wabarakatul Anam Al
Imam Nawawy di dalam kitabnya Syarh Nawawi ‘Alaa Shahih Muslim, mensyarahkan
tentang hadits yang kita baca ini, yang di syarah oleh Al Imam Nawawi dan
disyarah juga oleh Al Imam Ibn Hajar, tetapi syarah Al Imam Nawawy lebih
ringkas . Syarah Al Imam An Nawawy Ar menjelaskan tentang hadits yang kita baca
ini, bahwa “Tiadalah amal yang lebih afdhal diamalkan, dan pahalanya
lebih besar daripada hari-hari ini” .
Al Imam An Nawawi mengatakan
sepuluh hari bulan Zulhijjah yaitu mulai dari tanggal 1 Zulhijjah sampai 10
Zulhijjah, dan Al Imam An Nawawi mengatakan “ dan disunnahkan berpuasa di
sepuluh hari bulan Zulhijjah, dengan hadits-hadits yang teriwayatkan kuat”. Al
Imam An Nawawi mengatakan, merupakan hal yang salah jika ada orang yang
mengingkari puasa 9 hari di bulan Zulhijjah mulai tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah,
karena di tanggal-tanggal itu adalah hari-hari yang luhur sebagaimana hadits
riwayat Al Imam Bukhari, sabda Rasulullah saw :“ Tiadalah suatu amal
ibadah yang afdhal melebihi hari-hari ini “ yaitu sepuluh hari bulan
Zulhijjah dari tanggal 1 sampai tanggal 10 Zulhijjah, tetapi tanggal 10
Zulhijjah tentunya diharamkan puasa karena hari lebaran. Jadi di hari
lebarannya tidak puasa, tetapi hari-hari lainnya seluruh ibadah sunnah
muakkadah, karena sudah ada hadits ini dan diperkuat dengan firman Allah SWT:
وَالْفَجْرِ
¤ وَلَيَالٍ عَشْرٍ ¤ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ ( الفجر : 1- 3
Kita bisa merenung, Rasul SAW bersabda : “ bahwa tiada satu amal yang
lebih baik daripada amal-amal di hari-hari seperti sekarang ini “, maksudnya
pahalanya sangat besar. Maka para sahabat bertanya : “ Ya Rasulallah,
Walaa al jihaad? meskipun jihad tidak juga lebih besar pahalanya
daripada ibadah di hari-hari ini?”, maka Rasulullah berkata : “ Walaa al jihaad
“, jihad pun tidak bisa melebihi pahala orang yang beribadah di hari-hari ini,
di sepuluh hari bulan Zulhijjah.
إِلاَّ
رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْئٍ
Kecuali orang yang betul-betul keluar untuk membela agama Allah dengan
membawa nyawa dan seluruh hartanya dan tidak kembali baik nyawa dan hartanya.
Orang yang seperti itu barulah pahalanya bisa melebihi orang yang beribadah di
sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, yaitu tanggal 1 sampai 10 Zulhijjah. Kalau
teriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan lainnya bahwa berlipatgandanya pahala
10 kali hingga 700 kali lipat itu, dan para Imam menjelaskan yang 700 kali
lipat itu adalah di waktu-waktu tertentu diantaranya di bulan Ramadhan dan di
sepuluh hari bulan Zulhijjah ini, dan diantaranya juga pada tanggal 10 Muharram
yang akan datang.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar