Hukum memotong hewan qurban, atau udhhiyyah dalam
istilah fiqihnya, adalah sunnah muakkadah (sunnah yang dikuatkan). Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dikatakan, “Aku diperintahkan menyembelih
qurban dan qurban itu sunnah bagi kalian.” Dalam hadits lain yang diriwayatkan
Ad-Daraquthni, Nabi SAW bersabda, “Diwajibkan atasku berqurban, tetapi ia tidak
wajib atas kalian.” Namun, bila dinadzarkan, ia menjadi wajib.
Kata udhhiyyah sendiri berasal dari kata dhahwah,
yang berarti datangnya waktu siang sesudah terbit matahari. Dinamakan demikian
karena permulaan waktu udhhiyyah adalah setelah terbit matahari dan setelah
dilakukan shalat dua rakaat dan dua khutbah yang ringan pada hari nahar atau
‘Idul Adha, yaitu hari kesepuluh bulan Dzulhijah.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
disebutkan, “Barang siapa menyembelih hewan qurban sebelum shalat (yakni shalat
Hari Raya ‘Idul Adha), sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan
barang siapa menyembelih hewan qurban sesudah shalat dan dua khutbahnya,
sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah menjalani aturan
Islam.”
Yang dimaksud dengan shalat Hari Raya dalam
hadits di atas adalah waktunya, bukan shalatnya. Karena, mengerjakan shalat
tidak menjadi syarat menyembelih qurban. Jadi, seandainya seseorang yang berqurban
tidak dapat melakukan shalat ‘Idul Adha karena suatu halangan, qurbannya tetap
sah bila dilakukan sesuai ketentuan.
Waktu pelaksanaan qurban terus berlanjut hingga
tanggal 11, 12, dan 13 bulan tersebut, yang disebut hari-hari tasyriq. Waktu
udhiyyah berakhir bersamaan dengan terbenamnya matahari di hari tasyriq ketiga,
yaitu hari ke-13 bulan Dzulhijjah. Di dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad
disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Seluruh hari tasyriq adalah waktu
menyembelih qurban.” Tentu hari ‘Idul Adha-nya juga.
Sedangkan makna udhhiyyah menurut istilah adalah
na`am (hewan ternak) yang disembelih, baik kambing, domba, unta, kerbau, maupun
sapi, pada hari ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq, sebagai taqarrub atau upaya
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dari makna udhhiyah atau qurban ini kita dapat
memahami bahwa hakikat qurban itu terdiri dari tiga perkara: Pertama, yang
disembelih adalah hewan ternak, yaitu kambing, domba, unta, sapi, atau kerbau.
Kedua, disembelihnya pada hari ‘Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Ketiga,
dilakukan sebagai taqarrub kepada Allah SWT.
Dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah RA
disebutkan, Nabi SAW bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu perbuatan
pada hari nahar (hari ‘Idul Adha) yang lebih disukai Allah daripada menumpahkan
darah, yakni menyembelih qurban. Sesungguhnya qurbannya itu akan datang pada
hari Kiamat bersama semua tanduknya, kukunya, dan bulu-bulunya. Maka merasa
nyamanlah engkau dengan qurban-qurban itu.” (HR Ibn Majah dan At-Tirmidzi).
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan dari
Zaid bin Arqam disebutkan, “Aku pernah berkata (atau mereka pernah berkata),
‘Wahai Rasulullah, apa sebenarnya qurban-qurban ini?’
Beliau menjawab, ‘Ia merupakan sunnah bapak (nenek moyang) kalian, Ibrahim.’
Aku (mereka) bertanya lagi, ‘Apa yang kami dapat darinya?’
Beliau menjawab, ‘Tiap helai rambutnya merupakan satu kebaikan.’
‘Bagaimana dengan bulu halusnya?’ tanyaku (mereka) lagi.
Beliau menjawab, ‘Tiap rambut dari bulu halusnya juga satu kebaikan’.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Karena hukum melakukannya sunnah muakkadah,
makruh apabila keluarga yang mampu tidak melakukannya. Dalam hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah RA disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Barang
siapa mampu tapi tidak melakukan qurban, janganlah ia mendekati tempat shalat
kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Bagi mereka yang akan melakukannya, disunnahkan
untuk tidak memotong kuku dan rambutnya sejak masuk tanggal 1 Zulhijah,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Apabila kalian telah melihat bulan baru (awal bulan) dari bulan
Zulhijah, dan salah seorang di antara kalian berkehendak menyembelih qurban,
hendaklah ia menahan dirinya dari memotong rambutnya dan kukunya.” (HR
Al-Jama`ah kecuali Al-Bukhari).
Sewaktu menyembelih hewan qurban, disunnahkan
beberapa perkara berikut: membaca basmalah; membaca shalawat atas Nabi SAW;
mengucapkan takbir (Allahu Akbar); berdoa supaya qurbannya diterima oleh Allah;
dan hendaknya, ketika melakukan penyembelihan, binatangnya dihadapkan ke arah
kiblat. Sunnah pula orang yang berqurban memotong sendiri hewan qurbannya.
Sekurang-kurangnya qurban untuk satu orang adalah
seekor kambing yang tidak cacat. Sedangkan unta, kerbau, dan sapi, dapat untuk
tujuh orang.
Untuk qurban yang wajib karena dinadzarkan, kita
wajib menyedekahkan daging mentah dari seluruh bagian hewan qurban itu,
termasuk kulit dan tanduknya, kepada orang-orang fakir. Adapun qurban yang
sifatnya tathawwu’ atau sunnah, bolehlah dimakan sebagiannya oleh orang yang
berqurban dan keluarganya, dan sebagian dagingnya yang mentah disedekahkan
kepada orang-orang fakir, dan sebagiannya dihadiahkan atau diberikan makan
kepada para tetangga meskipun bukan orang miskin. Karena, yang wajib
disedekahkan dari qurban yang sunnah itu adalah sebagian dagingnya yang mentah
walaupun sedikit.
Yang penting untuk diingat, seluruh bagian dari
hewan qurban tidak boleh diperjualbelikan oleh yang berqurban, meskipun
kulitnya atau tanduknya. Ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Qatadah
bin Nu`man, Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah oleh kalian (daging qurban) dan
sedekahkanlah, dan nikmatilah pula kulitnya, tetapi janganlah kalian
memperjualbelikannya.” (HR Ahmad).
Ponpes Langitan
Posting Komentar