اللّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
Padang
bulan, padange koyo rino.
Rembulane sing ngawe-awe
Ngelengake, ojo turu sore.
E... Kene tak critani, kanggo sebo mengko sore
Rembulane sing ngawe-awe
Ngelengake, ojo turu sore.
E... Kene tak critani, kanggo sebo mengko sore
Jaman
kepungkur, ono jaman jaman buntutan
Esuk-esuk, rame rame luru ramalan
Gambar kucing, dikira gambar macan
Bengi diputer - bengi diputer, metu wong edan
Esuk-esuk, rame rame luru ramalan
Gambar kucing, dikira gambar macan
Bengi diputer - bengi diputer, metu wong edan
Kurang
puas kurang puas, luru ramalan
Wong ora waras wong ora waras, dadi takonan
Kang ditakoni, ngguyu cekaka’an
Jebul kang takon - jebul kang takon, wis ketularan
Wong ora waras wong ora waras, dadi takonan
Kang ditakoni, ngguyu cekaka’an
Jebul kang takon - jebul kang takon, wis ketularan
Lamun wong
tuwo, Lamun wong tuwo keliru mimpine
Ngalamat bakal, Ngalamat bakal getun mburine
Wong tuwo loro, kundur ing ngarso pengeran
Anak putune, rame rame rebutan warisan
Ngalamat bakal, Ngalamat bakal getun mburine
Wong tuwo loro, kundur ing ngarso pengeran
Anak putune, rame rame rebutan warisan
Wong tuwa
loro, ing njero kubur anyandang susah
Sebab mirsani, putera puterine ora ngibadah (dho pecah belah)
Kang den arep-arep, yoiku turune rahmat
Jebul kang teka - Jebul kang teka, nambahi fitnah
Sebab mirsani, putera puterine ora ngibadah (dho pecah belah)
Kang den arep-arep, yoiku turune rahmat
Jebul kang teka - Jebul kang teka, nambahi fitnah
Iki dino,
ojo lali lungo ngaji
Takon marang, Kyai Guru kang pinuji
Enggal siro, ora gampang kebujuk syetan
Insya Alloh, kito menang lan kabegjan
Takon marang, Kyai Guru kang pinuji
Enggal siro, ora gampang kebujuk syetan
Insya Alloh, kito menang lan kabegjan
اللّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلاَةً دَائِمَةً بِدَوَامِ مُلْكِ اللهِ
<!--[if gte mso 9]>
Ilmu merupakan asas pokok dalam segala hal. Tanpa ilmu, tidak akan bisa dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. Terkadang kita mengira sedang melakukan perbuatan baik, namun sebenarnya kita melakukan perbuatan buruk, disebabkan kita tidak tahu ilmunya. Maka, menjadi jelaslah antara keutamaan seorang yang berilmu dan yang tidak, sebagaimana banyak dijelaskan di al-Qur’an, Hadis dan pernyataan para ulama.
Banyak di antara kita yang tertipu dengan keutamaan ilmu dan ahlinya, sampai-sampai kita meninggalkan ibadah dan sibuk dengan belajar. Ini juga merupakan tipu daya setan. Menuntut ilmu sambil beribadah bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, Imam asy-Syafi‘i bisa membagi waktunya untuk belajar dan ibadah bahkan untuk istirahat. Beliau membagi tiga waktu pada tiap malamnya; sepertiga malam pertama untuk belajar, sepertiga kedua untuk ibadah dan sepertiga ketiga untuk istirahat.
Sejatinya,
memang tidak ada perbedaan antara zahir dan hakikat, keduanya adalah sama-sama
dibutuhkan. Zahir yang diwakili oleh fikih dan batin yang diwakili oleh
tasawuf, keduanya tidak bisa dipisahkan. Kiranya tepat apa yang di-dawuh-kan
Imam Malik: “Barang siapa yang menggunakan fikih tanpa tasawuf, maka menjadi
fasiq. Barangsiapa bertasawuf tanpa menggunakan fikih, maka menjadi zindiq”.
Tentang hal ini kita (Ahlussunnah) sudah sepakat.
Akan tetapi, yang perlu ditegaskan adalah proses untuk mencapai keduanya (zahir
dan hakikat) adalah tidak sama. Fikih sebagai ilmu zahir dicapai dengan mengaji
kepada guru-guru fikih yang sudah mumpuni dalam bidangnya dan juga dengan
menelaah kitab-kitab fikih. Sedangkan tasawuf memerlukan mujâhadah, riyâdhah,
dan lainnya yang juga memerlukan guru.
Ber-mujâhadah dan riyâdhah ada ilmunya. Para sufi telah
membuat aturan khusus untuk bisa memasuki dunia mereka dan untuk meraih
hakikat. Yang jelas, aturan-aturan zahir harus dipenuhi terlebih dahulu,
sebelum terjun ke hakikat. Oleh karena itu, Imam al-Ghazali dalam Minhâj
al-‘Abidîn-nya menyebutkan ilmu sebagai rintangan (‘aqabah) pertama yang harus
dilalui oleh seorang sâlik. Beliau menjelaskan, yang harus pertamakali
dipelajari dan diketahui adalah ilmu yang terkait dengan kewajiban-kewajiban
yang bersifat personal (fardhu ‘ain), yaitu ilmu tauhid, ilmu yang terkait
dengan hati (ilmus-sirri) dan ilmu syariat (fikih).
Ilmu merupakan asas pokok dalam segala hal. Tanpa ilmu, tidak akan bisa dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. Terkadang kita mengira sedang melakukan perbuatan baik, namun sebenarnya kita melakukan perbuatan buruk, disebabkan kita tidak tahu ilmunya. Maka, menjadi jelaslah antara keutamaan seorang yang berilmu dan yang tidak, sebagaimana banyak dijelaskan di al-Qur’an, Hadis dan pernyataan para ulama.
Hanya saja, keutamaan ilmu dan orang yang berilmu bisa terwujudkan, apabila
diiringi dengan amaliah yang sesuai dengan ilmu yang didapatkannya. Ilmu dan
ibadah adalah ibarat dua mata uang. Mencari ilmu ya untuk ibadah, ibadah ya
dengan ilmu.
Banyak di antara kita yang tertipu dengan keutamaan ilmu dan ahlinya, sampai-sampai kita meninggalkan ibadah dan sibuk dengan belajar. Ini juga merupakan tipu daya setan. Menuntut ilmu sambil beribadah bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, Imam asy-Syafi‘i bisa membagi waktunya untuk belajar dan ibadah bahkan untuk istirahat. Beliau membagi tiga waktu pada tiap malamnya; sepertiga malam pertama untuk belajar, sepertiga kedua untuk ibadah dan sepertiga ketiga untuk istirahat.
Ada pesan penting yang disampaikan Imam Hasan al-Bashri bagi kita
yang mungkin terlalu sibuk belajar tanpa ada ibadah sama sekali, beliau
berkata, “Carilah ilmu yang sekiranya tidak menggganggu ibadahmu, dan carilah
ibadah yang sekiranya tidak mengganggu belajarmu”. Dengan itu semua, mudah-mudahan hati dan pemikiran kita akan terang seperti "Padange Bulan" (terangnya rembulan) yang menerangi perjalanan panjang mengarungi kehidupan.
Tukang Sapu Musholla
Posting Komentar