Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki
atau yang akrab dipanggil Abuya ini adalah salah seorang ulama kenamaan dari
Timur Tengah, khususnya di Arab Saudi. Karisma besarnya tidak hanya berhenti di
sana tapi sudah masuk ke Asia, lebih-lebih di tanah air. Murid-muridnya
bertebaran di perbagai penjuru nusantara, meramaikan lalu-lintas dakwah dengan
ilmu-ilmu yang berkualitas.
Kecerdasan Abuya yang luar biasa
menempatkan beliau sebagai ulama top yang banyak dirujuk oleh ulama Ahlus
Sunnah wal Jamaah dari seluruh dunia. Tidak berlebihan kiranya bila beliau
dinobatkan sebagai guru besar di bidang hadits oleh Universitas Ummul Qura di
usia 26 tahun, setelah sebelumnya menggondol gelar doktor (PhD) di Universitas
Al-Azhar. Kedalaman ilmunya memang sudah tidak terbantahkan. Ilmu Hadits dan
Sirah (sejarah) adalah dua ilmu yang sangat dikuasai olehnya.
Dari tangannya lahir sejumlah karya
brilian yang banyak diajarkan, dikutip oleh para dai, khatib, dan diteliti oleh
para ahli, mulai santri hingga mahasiswa. Karya-karya Abuya yang ditinggalkan
sebagai warisan intelektual untuk umat sangat banyak, antara lain Mafâhîm
Yajibu an Tushahhah, Abwâbul Faraj, Al Manhalul Latîf, Khasâisul Ummatil
Muhammadiyah, Al Qawâid Al Asasiyyah fi Ulûmil Qur`ân, Wahuwa fil Ufuqil A`lâ,
Târîkhul Hawâdits an Nabawiyyah, Syarhu Mandzûmatil Waraqât, Qul Hâdzihi
Sabilî.
Abuya mendapat perhatian yang besar
dari umat Islam karena kejeliannya menangkap beberapa keutamaan-keutamaan umat
Nabi Muhamad dibanding umat-umat terdahulu. Usahanya menguak kemuliaan
orang-orang yang berpuasa dari umat Muhammad terlihat nyata dalam pembahasan
pada salah satu kitabnya yang terkenal, Khasâisul Ummatil Muhammadiyah.
Beliau mencoba membuat ringkasan rapi tentang puasa bertitik tolak dari
al-Qur’an dan As Sunnah.
Abuya menorehkan sepuluh keutamaan
orang-orang yang berpuasa yang ada pada umat ini.
Pertama, Allah memberikan keistimewaan kepada umat yang berpuasa
dengan menyediakan satu pintu khusus di surga yang dinamai Al Rayyan. Pintu
surga Al Rayyan ini hanya disediakan bagi umat yang berpuasa. Kata Nabi dalam
satu haditsnya, “Pintu Rayyan hanya diperuntukkan bagi orang-orang berpuasa,
bukan untuk lainnya. Bila pintu tersebut sudah dimasuki oleh seluruh rombongan
ahli puasa Ramadhan, maka tak ada lagi yang boleh masuk ke dalamnya.” (HR.
Ahmad dan Bukhari-Muslim).
Kedua, Allah telah mengfungsikan puasa umat Nabi Muhammad saw
sebagai benteng yang kokoh dari siksa api neraka, sekaligus tirai penghalang
dari godaan hawa nafsu. Dalam hal ini Rasul bersabda, “Puasa (Ramadhan)
merupakan perisai dan benteng yang kokoh dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad dan
Al Baihaqi).
Rasul menambahkan pula bahwa puasa
yang berfungsi sebagai perisai itu layaknya perisai dalam kancah peperangan
selama tidak dinodai oleh kedustaan dan pergunjingan. (HR. Ahmad, An Nasa`i,
dan Ibnu Majah).
Ketiga, Allah memberikan keistimewaan kepada ahli puasa dengan
menjadikan bau mulutnya ada nilainya. Sehingga Rasul bertutur demikian,
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih semerbak di sisi Allah dari bau
minyak misik.”
Keempat, Allah memberikan dua kebahagiaan bagi ahli puasa, yaitu
bahagia saat berbuka dan pada saat bertemu dengan Allah kelak. Orang yang
berpuasa dalam santapan bukanya meluapkan rasa syukurnya di mana bersyukur
termasuk salah satu ibadah dan dzikir.
Syukur yang terungkap dalam
kebahagiaan karena telah diberi kemampuan oleh Allah untuk menyempurnakan puasa
di hari tersebut sekaligus berbahagia atas janji pahala yang besar dari-Nya.
“Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan. Yaitu berbahagia kala berbuka
dan kala bertemu Allah.” (kata Rasul dalam hadits riwayat imam Muslim).
Kelima, puasa telah dijadikan oleh Allah sebagai medan untuk
menempa kesehatan dan kesembuhan dari beragam penyakit. “Berpuasalah kalian,
niscaya kalian akan sehat.” (HR. Ibnu Sunni dan Abu Nu`aim).
Habib
Ali Akbar bin Aqil
Posting Komentar