Akhir-akhir ini, di tanah air kita, diharu-birukan oleh
pertentangan antara 3 pengawal tegakny hukum Indonesia, yaitu: KPK, Kejagung,
dan Polisi. Masalah yang sedang hangat-hangatny muncul adalah mengenai kewenangan
untuk melakukan penyadapan. Sebagai orang beriman, kita seharusny merasa aneh.
Sebab begitu ruh dtiupkan kepada kita dan kita disampaikan kepada umur baligh,
maka ada 2 pengawas yang secara otomatis mengikuti kita kapanpun dan kemanapun
kita pergi.
Apabila kita merasa ada pengawas dari lembaga yang membuat
kita seolah-olah tidak perlu ada pengawasan yang tidak sah, sebaiknya kita
kembali ke hakekat kita sebagai seorang makhluk ciptaan Allah yang hidup kita
tidak bebas. Pada saat Allah meniupkan ruh ke dalam jasad kita, itu sudah
mengurangi kebebasan kita. pada saat Allah menempatkan Adam dan Hawa di surga
pun, itu tidak bebas. Lantaran ada beberapa hal yang tidak boleh dilanggar oleh
Adam dan Hawa.
Bila kita lihat, sebetulnya Allah tidak terlalu sulit
memberikan semua hal yang ada di surga kepada Adam. Apabila kita kaji dalam
Alquran, hal yang tidak boleh didekati oleh Adam pun, bukanlah sesuatu yang
kita kenal saat ini sebagai haram. Tetapi lebih merupakan sesuatu yang memang
tidak boleh dilanggar oleh Adam.
Hal ini menandakan bahwa ketauhidan tidak boleh
dikontaminasi oleh hal-hal yang menyebabkan kemusyrikan sebesar apapun. Adam
diperingatkan dengan adanya sebuah pohon yang tidak boleh didekati. Barangkali
itu adalah sesuatu yang sangat sederhana bagi kita. Namun pada akhirnya, amanah
tersebut tidak bisa dipegang.
Bagaimanapun juga, sekecil apapun pelanggaran terhadap
ketauhidan, implikasinya akan luar biasa bagi manusia.
Bapak para nabi, Nabiyullah Ibrahim AS, juga harus membuktikan bahwa
ketauhidannya murni. Oleh Raja Namrud, dia dipaksa untuk menerima ketauhidan
yang tidak murni, yaitu untuk mengakui Namrud sebagai Tuhan. Pada akhirnya, Nabi Ibrahim
mempertahankan ketauhidannya dan menanggung resiko dibakar hidup-hidup oleh
Namrud. Namun, pada akhirnya dengan kekuasaan Allah, Ibrahim selamat dan apinya
menjadi dingin. Hal ini memperlihatkan salah satu indikator kekuatan tauhid
yang murni. Tidak ada sesuatu pun yang pada akhirnya tidak masuk akal oleh
kekuatan tauhid murni.
Dalam perjalanannya, Ibrahim menghadapi persoalan-persoalan
hidup yang manusiawi. Sebagai seorang laki-laki yang berumah tangga, tentunya
Ibrahim merasa kurang ketika tidak memiliki keturunan di dalam rumah tangganya.
Pada akhirnya, Allah memberikan Ismail sebagai jawaban doa Ibrahim.
Secara manusiawi, apabila kita mengharapkan sesuatu
sedemikian lama dan memanjatkan doa sedemikian khusyu’ yang pada akhirnya
terpenuhi, tentunya kita akan merasa luar biasa. Kesenangan luar biasa inilah
yang secara tidak sadar bisa membelokan ketauhidan kita. Pada akhirnya, Allah
pun ingin mengetahui tingkat kemurnian ketauhidan Ibrahim. Maka Ibrahim
diperintahkan untuk menyembelih putranya, Ismail.
Menurut logika kita, hal ini tentu aneh. Karena biasanya
perintah Allah membawa kebaikan dan sesuai dengan logika. Namun, itulah sarana
untuk menguji ketauhidan yang prima bagi Ibrahim yang merupakan bapak nabi-nabi
Allah. Pada akhirnya, Ibrahim bisa lolos dari ujian Allah berikutnya,
menyembelih Ismail.
Kita tahu bahwa agama tauhid pada dasarnya diawali secara
sistematis oleh ajaran yang disampaikan lewat Ibrahim. Seperti yang dilakukan
oleh jamaah haji yang sedang melempar jamaraat. Kita juga tahu, bahwa ajaran
nabi Muhammad menekankan kepada kemurnian tauhid. Hal ini tentunya berbeda
dengan apa yang dilakukan Namrud dan Abu Lahab. Mereka menyekutukan Allah dan
tidak mengakui kekuasaan mutlak Allah.
Ust. Suyatman
Posting Komentar