Orang-orang yang mencintai sesama muslim dengan dasar
ikhlas karena Allah, maka yang paling mereka inginkan dari orang lain adalah
agar manusia mencintai Allah, mentaati dan mengesakanNya dalam beribadah.
Mereka tidak menginginkan imbalan jasa ataupun ucapan terimakasih dari manusia,
mereka hanya mengharapkan imbalan dari Allah atas amalan baik yang mereka
lakukan.
Dari sinilah pengikut setia para rasul, baik para ulama’
maupun para pejabat, tidak mengajak manusia untuk mengagungkan diri mereka
sendiri, tetapi hanya mengagungkan Allah saja, dan beribadah kepadaNya. Ada di
antara mereka yang menginginkan kekuasaan hanya sebagai sarana untuk amar
ma’ruf nahi mungkar, dan berdakwah mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada
Allah semata.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam haditsnya:
وَمَا ازْدَادَ عَبْدٌ مِنَ السُّلْطَانِ دُنُوًّا إِلاَّ
ازْدَادَ مِنَ الهِu بُعْدًا
"Tidaklah seseorang semakin dekat kepada penguasa kecuali
akan semakin jauh dari Allah" (HR. Ahmad, Abu Daud no. 4860))
Yang sangat ditakutkan atas orang yang mendatangi
para penguasa yang zhalim adalah membenarkan kedustaan mereka, menolong
kezhaliman mereka meskipun dengan diam membiarkan mereka berbuat zhalim. Karena
orang yang mendatangi mereka dengan tujuan mendapatkan kemuliaan dan kedudukan
di dunia serta berambisi terhadap keduanya, dia tidak akan mengingkari mereka,
bahkan sangat mungkin baginya untuk menganggap baik tindakan buruk mereka,
sebagai upaya untuk untuk mendekatkan diri kepada mereka, dan untuk mendapatkan
posisi yang baik di sisi mereka, agar mereka membantunya untuk mewujudkan
ambisinya.
Dari Ka’ab bin Ujrah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:
سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ
فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي
وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ
عَلَيْهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ
فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
"Akan datang sesudahku para penguasa, maka siapa yang
masuk menemui mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan membantu mereka
atas kezhaliman yang mereka lakukan, maka dia bukanlah dari golonganku dan aku
bukan dari golongannya, dan ia tidak akan minum air telaga. Barangsiapa yang
tidak masuk menemui mereka, dan tidak menolong mereka atas kezhaliman mereka,
dan tidak membenarkan kedustaan mereka, maka dia adalah termasuk golonganku dan
aku darinya dan dia akan minum air telaga". (HR. Ahmad 3/321 dan 399, Tirmidzi 4/525 no. 2259, Nasa’i
7/160, 161 no. 4207 dan 4208 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Banyak dari kalangan Salaf yang melarang masuk mendatangi
para penguasa meskipun bertujuan amar ma’ruf nahi mungkar. Di antara mereka
adalah Umar bin Abdul Aziz, Abdullah bin Mubarak, Sufyan Ats-Tsauri dan
lain-lain.
Abdullah bin Mubarak berkata: “Menurut kami, tidak disebut
penganjur kebaikan dan pemberantas kemungkaran, orang-orang yang masuk
mendatangi para penguasa untuk amar ma’ruf nahi mungkar, tetapi yang disebut
penganjur kebaikan dan pemberantas kemungkaran adalah orang yang menjauhi
mereka”.
Penyebabnya adalah apa yang ditakutkan berupa fitnah
(kesesatan) akibat masuk menemui mereka. Karena telah dikhayalkan kepada diri
manusia, bahwasanya ketika ia masih jauh dari para penguasa, ia dapat
menganjurkan kebaikan kepada mereka dan melarang serta mengingkari kemungkaran
kepada mereka, lalu jika ia telah menemui mereka dari jarak dekat, condonglah
jiwa kepada mereka, ia memendam cinta akan kemulian dunia, ia bahkan bisa jadi
jatuh cinta kepada mereka, lebih-lebih jika mereka memberikan kemudahan dan
fasilitas kepadanya, dan ia terima pemberian tersebut.
Fans Page Majelis Tausiyah Kyai dan Ustadz
Posting Komentar