Semua anak cucu Adam tidak pernah luput dari kekecewaan. Kekecewaan
dimulai dari Adam dan Hawa ketika keduanya tergoda mendekati dan memakan buah
khuldi yang terlarang olehnya, yang mengakibatkan keduanya jatuh dari surga
kenikmatan ke bumi penderitaan.
Kekecewaan berikutnya ketika melahirkan anak-anaknya tidak
semuanya mengikuti hukum dan ketentuan Tuhan. Adam-Hawa pertama kali dikaruniai
sepasang anak yaitu Habil dan kembar perempuannya, lalu disusul dengan sepasang
anak kembar berikutnya, yaitu Qabil dan kembar perempuannya. Menurut ketentuan,
Habil mestinya dijodohkan dengan kembaran Qabil dan Qabil dijodohkan dengan
kembaran Habil. Namun Qabil menolak ketentuan itu karena pasangan Habil tidak
secantik gadis kembarannya. Kecemburuan, kebencian, dan dendam mulai merasuk di
dalam diri Qabil. Sebaliknya budi baik dan kearifan mulai tertanam di dalam
diri Habil.
Habil memilih profesi bercocok tanam dan Qabil memilih profesi beternak binatang. Habil kemudian menjadi simbol pribadi yang baik dan Qabil menjadi simbol pribadi buruk. Ketika keduanya diminta mengeluarlan zakat dan infaknya, Habil mempersembahkan hasil tanaman yang berkualitas tinggi, sedangkan Qabil mempersembahkan binatang yang kurus dan kecil. Tuhan menerima persembahan Habil dan menolak persembahan Qabil. Tentu saja orangtuanya, Adam dan Hawa, lebih respek kepada perilaku Habil ketimbang Qabil yang selalu menampilkan perbuatan tidak terpuji.
Habil memilih profesi bercocok tanam dan Qabil memilih profesi beternak binatang. Habil kemudian menjadi simbol pribadi yang baik dan Qabil menjadi simbol pribadi buruk. Ketika keduanya diminta mengeluarlan zakat dan infaknya, Habil mempersembahkan hasil tanaman yang berkualitas tinggi, sedangkan Qabil mempersembahkan binatang yang kurus dan kecil. Tuhan menerima persembahan Habil dan menolak persembahan Qabil. Tentu saja orangtuanya, Adam dan Hawa, lebih respek kepada perilaku Habil ketimbang Qabil yang selalu menampilkan perbuatan tidak terpuji.
Akumulasi kebencian dan kecemburuan berkecamuk di hati
Qabil lalu muncul niat buruk untuk membunuh kakaknya, Habil. Alhasil, Qabil
mengambil batu besar lalu dipukulkan ke kepala Habil dan Habil jatuh tersungkur
dan menghembuskan nafas terakhirnya. Inilah pembunuhan pertama dalam sejarah
kemanusiaan. Habil dan Qabil merupakan simbolisasi dari drama kehidupan anak
manusia.
Habil menjadi simbol manusia agung yang mempunyai
sifat-sifat ideal, taat hukum, mengendalikan nafsu, menyembah Tuhan dengan
baik, dan memelihara sopan santun. Sedangkan Qabil menjadi simbol manusia jahat
yang mempunyai sifat-sifat buruk, egois, curang, dikuasai hawa nafsu, jauh
dengan Tuhan, dan merelakan orang lain binasa demi kepentingan pribadinya.
Drama kehidupan Habil dan Qabil akan selalu berlangsung sepanjang kehidupan
manusia.
Bahkan drama kehidupan itu semakin gampang ditemukan di
mana-mana; memasuki seluruh profesi dan lapangan kehidupan umat manusia. Di
kantor dan tempat kita berusaha, di pasar, di persawahan, di perkebunan, di
laut dan di darat, di dalam rumahtangga, dan bahkan di dalam rumah-rumah ibadah
pun tak terkecuali.
Nenek moyang figur manusia ideal ialah Habil dan
nenek-moyang figur manusia jahat ialah Qabil.
Setiap anak cucu Adam diberi
pilihan (ikhtiyar), untuk mengikuti kedua figur kontradiktif tersebut.
Seseorang mengikuti figur Habil akan menempuh jalan hidup yang benar, mengikuti
ketentuan hukum Tuhan, mampu mengendalikan nafsu syahwat, termasuk syahwat
politiknya, rela berkorban dan memberikan yang terbaik untuk orang lain dengan
penuh ketulusan, bahkan rela berkorban dan menanggung segala risiko dengan
pilihan hidup yang diambilnya.
Sebaliknya seseorang mengikuti figur Habil akan menempuh
jalan hidup yang sesat, melanggar berbagai ketentuan hukum Tuhan, dikendalikan
oleh nafsu syahwatnya, dan rela membangun istana di atas puing kehancuran orang
lain. Figur Habil dijanjikan surga dan figur Qabil dijanjikan neraka. Semoga kita
menjadi pengikut Habil. Aamiin...
Prof DR. KH. Nasaruddin Umar
Posting Komentar