Bahasan kita pada kajian kali ini adalah tentang menjadi imam dalam shalat
jama’ah. Pengarang Kitab Al Mursyid Al Amin, Imam Al Ghozali, menjelaskan berbagai hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan masalah yang menjadi kepentingan ibadah kita sehari-hari ini.
Karena itu, marilah kita perhatikan dengan seksama uraian berikut ini, agar
kita dapat mempraktekannya dengan benar dalam ibadah shalat kita sehari-hari.
Nabi SAW bersabda, “Para imam adalah penjamin.” Karena itu, tidaklah patut
seseorang maju menjadi imam suatu kaum sedangkan mereka tidak menyukainya.
Sementara itu, jika seseorang dapat memilih melakukan adzan, janganlah dia
memilih menjadi imam, karena itu yang lebih selamat. Adapun pendapat yang
lebih shahih menyatakan, menjadi imam lebih utama bagi orang yang memiliki
bekal cukup. Oleh karena itu, Nabi SAW senantiasa menjadi imam.
Seorang imam harus senantiasa memperhatikan waktu-waktu shalat sehingga dapat
mengerjakan shalat di awal waktu. Karena, awal waktu merupakan ridha Allah SWT
sedangkan akhir waktu merupakan ampunan-Nya, dan keridhaan Allah SWT lebih
utama daripada ampunan-Nya.
Sebaiknya imam mempunyai tiga waktu diam sejenak. Demikianlah yang dikutip
dari Nabi SAW yaitu:
Pertama, ketika membaca doa istiftah (iftitah) secara perlahan.
Ini yang pertama (dalam hal lamanya).
Kedua, setelah membaca Al-Fatihah dan
sebelum membaca surah, dan ini setengah yang pertama.
Ketiga, setelah selesai
membaca surah dan sebelum melakukan ruku’, dan ini yang paling sebentar.
Sepatutnya makmum tidak mendahului imam, bahkan ia sepatutnya tidak
bergerak merunduk untuk ruku’ selama imam belum dalam posisi ruku’ secara
tetap. Hal yang demikian berlaku pada semua rukun.
Ada yang mengatakan, “Sesungguhnya
orang-orang yang selesai shalat (berjamaah) terbagi tiga golongan:
Pertama, golongan yang
membawa pahala dua puluh lima shalat. Mereka adalah orang-orang yang bertakbir
dan ruku’ setelah ruku’nya imam.
Kedua, golongan yang hanya mendapatkan pahala
satu shalat. Mereka yang gerakannya bersamaan dengan imam.
Ketiga, golongan
yang tidak mendapatkan pahala shalat. Mereka adalah orang-orang yang mendahului
imam.”
Ulama berbeda pendapat tentang apakah imam dalam ruku’nya sebaiknya menunggu
orang yang baru bergabung agar orang itu bisa mendapatkan pahala berjama’ah.
Mungkin yang terlebih utama, tidak mengapa bagi imam melakukan hal tersebut
dengan disertai keikhlasan jika tidak tampak adanya perbedaan waktu yang
nyata (jika tidak terlalu lama waktu menunggunya).
Sementara itu, di dalam qunut shalat Subuh hendaknya imam membaca, “Ya Allah, berilah kami hidayah.”
Sedang para makmum mengamini sampai ucapannya, “Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan, dan
tidak ada yang ditakdirkan atas-Mu.”
Ketika imam sampai di sini, makmum ikut menyertai bacaan imam tanpa mengeraskan
bacaan, atau mereka cukup mengucapkan “Asyhadu (Aku menyaksikan).”
KH. Syaifuddin Amsir
Posting Komentar