Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Menjadi Imam Sholat Berjamaah

Menjadi Imam Sholat Berjamaah

Bahasan kita pada kajian kali ini adalah tentang menjadi imam dalam shalat jama’ah. Pengarang Kitab Al Mursyid Al Amin, Imam Al Ghozali, menje­las­kan berbagai hal yang perlu diperhati­kan berkaitan dengan masalah yang men­jadi kepentingan ibadah kita sehari-hari ini. Karena itu, marilah kita perhati­kan dengan seksama uraian berikut ini, agar kita dapat mempraktekannya de­ngan benar dalam ibadah shalat kita sehari-hari.


Nabi SAW bersabda, “Para imam ada­lah penjamin.” Karena itu, tidaklah pa­tut seseorang maju menjadi imam suatu kaum sedangkan mereka tidak me­nyukainya. Sementara itu, jika sese­orang dapat memilih melakukan adzan, janganlah dia memilih menjadi imam, ka­rena itu yang lebih selamat. Adapun pen­dapat yang lebih shahih menyatakan, menjadi imam lebih utama bagi orang yang memiliki bekal cukup. Oleh karena itu, Nabi SAW senantiasa menjadi imam.


Seorang imam harus senantiasa mem­perhatikan waktu-waktu shalat se­hingga dapat mengerjakan shalat di awal waktu. Karena, awal waktu merupa­kan ridha Allah SWT sedangkan akhir waktu merupakan ampunan-Nya, dan keridha­an Allah SWT lebih utama daripada am­punan-Nya.


Sebaiknya imam mempunyai tiga wak­tu diam sejenak. Demikianlah yang dikutip dari Nabi SAW yaitu:

Pertama, ketika membaca doa istiftah (iftitah) secara perlahan. Ini yang pertama (dalam hal lama­nya). 

Ke­dua, setelah membaca Al-Fatihah dan se­belum membaca surah, dan ini setengah yang pertama. 

Ketiga, setelah selesai membaca surah dan se­belum melakukan ruku’, dan ini yang pa­ling sebentar.


Sepatutnya makmum tidak menda­hu­lui imam, bahkan ia sepatutnya tidak bergerak merunduk untuk ruku’ selama imam belum dalam posisi ruku’ secara tetap. Hal yang demikian berlaku pada semua rukun. 

Ada yang mengatakan, “Se­sungguhnya orang-orang yang sele­sai shalat (berjamaah) terbagi tiga golongan: 

Per­tama, golongan yang membawa pahala dua puluh lima shalat. Mereka adalah orang-orang yang bertakbir dan ruku’ se­telah ruku’nya imam. 

Kedua, golongan yang hanya mendapatkan pahala satu shalat. Mereka yang gerakannya bersa­maan dengan imam. 

Ketiga, golongan yang tidak mendapatkan pahala shalat. Mereka adalah orang-orang yang men­dahului imam.”


Ulama berbeda pendapat tentang apakah imam dalam ruku’nya sebaiknya menunggu orang yang baru bergabung agar orang itu bisa mendapatkan pahala berjama’ah. Mungkin yang terlebih uta­ma, tidak mengapa bagi imam melaku­kan hal tersebut dengan disertai keikh­lasan jika tidak tampak adanya perbe­daan waktu yang nyata (jika tidak terlalu lama waktu menunggunya).


Sementara itu, di dalam qunut shalat Subuh hendaknya imam membaca, “Ya Allah, berilah kami hidayah.”


Sedang para makmum mengamini sampai ucapannya, “Sesungguhnya Engkau yang me­nak­dirkan, dan tidak ada yang ditakdir­kan atas-Mu.”
 

Ketika imam sampai di sini, makmum ikut menyertai bacaan imam tanpa me­nge­raskan bacaan, atau mereka cukup meng­ucapkan “Asyhadu (Aku menyak­sikan).”



KH. Syaifuddin Amsir
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger