Ketujuh: Jangan merekam pembicaraan atau
mengaktifkan suara luar (loud speaker) di tengah orang banyak tanpa sepengetahuan lawan
bicara.
Kadang hal itu terjadi ketika seseorang menelepon salah seorang
temannya atau sebaliknya dia yang ditelepon, diam-diam dia merekam pembicaraan
tersebut. Atau memperdengarkan suaranya melalui speaker luar, padahal di
sekitarnya ada orang lain yang mendengar pembicaraan tersebut.
Perbuatan ini
tentu tidak pantas dilakukan oleh orang yang berakal, terutama jika pembicaraan
itu adalah pembicaraan yang bersifat khusus atau rahasia. Hal ini bisa menjadi
bagian dari jenis khianat atau bentuk adu domba. Lebih tidak pantas lagi jika
lawan bicara adalah orang yang berilmu, lalu dia merekam semua yang
dibicarakannya tanpa sepengetahuannya, kemudian dia sebarkan melalui media
internet atau dia tulis ulang dengan melakukan penambahan dan pengurangan.
Syaikh Bakar Abu Zaid, dalam
kitabnya Adabul Hatif berkata, “Tidak boleh bagi seorang muslim
yang menjaga amanah dan tidak menyukai bentuk khianat merekam pembicaraan orang
lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya. Apapun bentuk pembicaraannya. Baik
tentang agama maupun masalah dunia. Seperti fatwa, diskusi ilmiah, kajian
ekonomi, dan sebagainya”. (Adabul Hatif: 28)
Beliau melanjutkan, “Apabila
engkau merekam pembicaraannya tanpa izin dan pengetahuannya, maka itu termasuk
makar, muslihat, dan pengkhianatan terhadap amanah. Apabila engkau menyebarkan
rekaman tersebut kepada orang lain maka lebih besar lagi khianatnya.
Lebih-lebih jika engkau mengedit,
merubah pembicaraannya dengan mengurangi, dengan mendahulukan atau mengakhirkan
atau bentuk bentuk lain dari bentuk penambahan atau pengurangan, maka engkau
telah melakukan kesalahan yang bertingkat-tingkat dan engkau terjatuh pada
pengkhianatan yang sangat besar dan tidak bisa ditolerir.
Kesimpulannya, perbuatan merekam
pembicaraan orang lain, baik melalui telepon atau media lainnya, jika tanpa
sepengetahuan dan seizin orang tersebut, maka tindakan tersebut adalah tindakan
maksiat, khianat, dan mengurangi keadilan seseorang. Tidak ada yang
melakukannya kecuali orang yang dangkal ilmu agamanya, akhlak, dan etikanya.
Terlebih jika pengkhianatannya bertingkat sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Maka bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah, jangan khianati amanah yang
kalian emban dan jangan khianati saudara kalian”. (Adabul Hatif: 29-30).
Kedelapan: Menjaga sopan santun dalam menulis
pesan singkat (SMS/ Chat).
Kemampuan kirim-terima pesan singkat (SMS) memang merupakan
salah satu fitur yang digemari pada ponsel. Namun pengguna ponsel yang berakal
haruslah memperhatikan tatakrama dan aturan dalam ber-SMS.
Hendaknya dia
menulis SMS dengan bahasa yang indah, mengandung pelajaran, kabar gembira,
pelipur duka atau menyenangkan. Bagus juga berisi pesan-pesan yang mengandung
hikmah, dzikir, nasehat, kata mutiara atau semacamnya.
Kesembilan: Meneliti kebenaran suatu pesan.
Jika
suatu pesan singkat (SMS) mengandung suatu informasi, maka konfirmasikan dulu
kebenarannya sebelum mengirimnya. Jika berisi suatu berita, pastikan dulu bahwa
berita tersebut benar adanya. Karena mungkin berita itu akan diteruskan ke
orang lain.
Pengirim mestinya paham bahwa pesannya bisa saja berpindah tangan,
dan tersebar kemana-mana. Bila pesan baik yang dia kirimkan, dia akan
mendapatkan manfaatnya. Namun jika pesan buruk yang dia sebarkan, maka
bersiaplah menuai akibatnya. Maka perhatikanlah pesan yang akan dia kirimkan
itu, akan mendatangkan kebaikan ataukah justru berdampak buruk.
Kesepuluh: Hindari pesan-pesan SMS yang tidak baik.
Misalnya mengandung kata-kata jorok, celaan, gambar tak senonoh atau foto-foto
porno. Atau ucapan yang memiliki dua makna, baik dan buruk. Pada saat awal
membaca pesan tersebut yang ditangkap adalah makna buruk, namun setelah diamati
dengan seksama diketahui bahwa maknanya adalah baik. Atau kalimat yang diputus
dengan spasi cukup panjang sehingga lanjutan kalimat tersebut baru terbaca
setelah menekan tombol ponsel. Semua itu menunjukkan perilaku dan etika yang
buruk.
Al-Mawardi berkata: “Dan
yang termasuk perkataan buruk, yang wajib dijauhi dan musti dihindari adalah
kata-kata yang bertolak belakang. Mulanya dipahami sebagai kata-kata buruk.
Lalu setelah diteliti dan dipahami dengan benar ternyata bermakna baik”.
(Adabud Dunya Wad Dien: 284).
Dilarang pula bercanda dengan
berlebihan. Atau menggunakan kalimat-kalimat cinta, terutama terhadap wanita.
Karena wanita sangat suka dipuji dan mudah tergoda rayuan. Ucapan lainnya yang
juga dilarang adalah yang mengandung celaan, fitnah dan lainnya. Semua hal
tersebut dilarang karena tidak sesuai syariat, merusak adab, dan bisa
menghilangkan syukur terhadap nikmat pada perangkat ponsel ini.
Sumber: Al Jawaalul Adaab Wa Tanbihaat atau Adabul Hatif (adab menelepon)
Posting Komentar