Imam Hasan pernah dawuh “Banyak sekali orang muslim yang
telah memahami bahwa melakukan ritual agama (ibadah) dengan sembunyi-sembunyi
itu lebih dapat menjaga diri dari ancaman unjuk gigi (riya’)”.
Namun yang perlu juga diperhatikan adalah melakukan ibadah dengan terang-terangan dan dilihat oleh orang lain itu juga memiliki banyak faidah. Bahkan Allah sendiri di dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqoroh ayat ke-21 sangat memuji amal ibadah seorang hamba tanpa memandang apakah itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. “Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Memang, melakukan ibadah dengan sembunyi-sembunyi itu bisa lebih menjamin menjadikan seseorang ikhlas. Akan tetapi memperlihatkan ibadah dengan terang-terangan itu juga sangat dianjurkan. Dengan catatan hendaknya semua itu dilakukan dengan tujuan supaya ditiru oleh orang lain dan dapat memotivasi mereka untuk melakukannya serta selalu menghindari bahaya riya’ yang selalu mengancam. Ada dua bentuk amal ibadah yang dilakukan dengan terang-terangan, yaitu dalam hal esensi ibadahnya dan akherat serta dengan cara menceritakan apa yang telah dilakukan.
Bagian pertama, menampakkan esensi amal ibadah seperti bershodaqoh di hadapan orang banyak dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain supaya ikutan senang melakukannya.
Pernah suatu ketika pada masanya Rosulullah, datanglah seorang Al Anshari dengan membawa sekarung makanan sehingga orang lain yang melihatnya ikut juga melakukan shodaqah. Melihat kejadian itu lantas Rosulullah bersabda yang artinya, “Barangsiapa (berinisiatif) melakukan ibadah kemudian ada orang lain yang menirunya, maka baginya pahala yang dilakukannya serta pahala orang lain yang menirunya”. Dan demikian pula semua bentuk amal ibadah seperti sholat, puasa, haji, perang (jihad), dan lain sebagainya.
Bahkan untuk ibadah yang mau tidak mau harus dilakukan dengan terang-terangan seperti haji, jihad, dan sholat Jum’at, maka hal yang lebih dianjurkan (afdlol) di samping harus ditampakkan adalah melakukannya dengan penuh semangat (trengginas) dan cepat-cepat. Bahkan seorang yang melakukan sholat tahajjud terkadang juga diperbolehkan membaca bacaan dengan keras dengan tujuan agar tetangganya terbangun lantas ikutan melakukan sholat. Namun sekali lagi semua itu harus steril dari riya’. Dan tidak membuat tetangganya tersinggung atau terganggu.
Sedangkan untuk amal ibadah yang masih dimungkinkan untuk dilakukan dengan rahasia seperti shodaqoh, sholat, maka jika melakukan ibadah tersebut dengan terang-terangan itu bisa mengganggu orang lain, seperti menyinggung perasaan yang dishodaqohi, mengganggu ketenangan dan tidur mereka, maka melakukan hal tersebut hukumnya haram. Namun kalau itu tidak sampai menyakiti orang lain, maka dalam hal ini kalangan ulama’ mengalami perbedaan pendapat.
Sebagian ulama’ bilang bahwa bagaimanapun juga melakukan amal ibadah dengan rahasia itu lebih utama dari pada dilakukan dengan terang-terangan. Dan sebagian yang lain ada yang bilang bahwa melakukan ibadah dengan terang-terangan itu lebih baik dengan catatan adanya jaminan diikuti oleh orang lain.
Pada prinsipnya apa yang diperdebatkan kalangan ulama’ dalam konteks permasalahan ini mengarah pada satu hal. Yakni tidak ada perbedaan yang mencolok antara melakukan ibadah dengan rahasia atau terang-terangan. Asalkan kesemuanya dilakukan dengan ikhlas dan tidak tercampuri riya’. Di dalam Al Qur’an sendiri Allah secara langsung memerintahkan para nabi-Nya untuk melakukan ibadah dengan terang-terangan agar ditiru oleh kaumnya. Namun kalau sampai terjangkiti riya’ maka ulama’ semua sudah sepakat bahwa beramal dengan rahasia itu akan lebih baik.
Namun yang perlu juga diperhatikan adalah melakukan ibadah dengan terang-terangan dan dilihat oleh orang lain itu juga memiliki banyak faidah. Bahkan Allah sendiri di dalam Al Qur’an dalam surat Al Baqoroh ayat ke-21 sangat memuji amal ibadah seorang hamba tanpa memandang apakah itu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. “Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Memang, melakukan ibadah dengan sembunyi-sembunyi itu bisa lebih menjamin menjadikan seseorang ikhlas. Akan tetapi memperlihatkan ibadah dengan terang-terangan itu juga sangat dianjurkan. Dengan catatan hendaknya semua itu dilakukan dengan tujuan supaya ditiru oleh orang lain dan dapat memotivasi mereka untuk melakukannya serta selalu menghindari bahaya riya’ yang selalu mengancam. Ada dua bentuk amal ibadah yang dilakukan dengan terang-terangan, yaitu dalam hal esensi ibadahnya dan akherat serta dengan cara menceritakan apa yang telah dilakukan.
Bagian pertama, menampakkan esensi amal ibadah seperti bershodaqoh di hadapan orang banyak dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain supaya ikutan senang melakukannya.
Pernah suatu ketika pada masanya Rosulullah, datanglah seorang Al Anshari dengan membawa sekarung makanan sehingga orang lain yang melihatnya ikut juga melakukan shodaqah. Melihat kejadian itu lantas Rosulullah bersabda yang artinya, “Barangsiapa (berinisiatif) melakukan ibadah kemudian ada orang lain yang menirunya, maka baginya pahala yang dilakukannya serta pahala orang lain yang menirunya”. Dan demikian pula semua bentuk amal ibadah seperti sholat, puasa, haji, perang (jihad), dan lain sebagainya.
Bahkan untuk ibadah yang mau tidak mau harus dilakukan dengan terang-terangan seperti haji, jihad, dan sholat Jum’at, maka hal yang lebih dianjurkan (afdlol) di samping harus ditampakkan adalah melakukannya dengan penuh semangat (trengginas) dan cepat-cepat. Bahkan seorang yang melakukan sholat tahajjud terkadang juga diperbolehkan membaca bacaan dengan keras dengan tujuan agar tetangganya terbangun lantas ikutan melakukan sholat. Namun sekali lagi semua itu harus steril dari riya’. Dan tidak membuat tetangganya tersinggung atau terganggu.
Sedangkan untuk amal ibadah yang masih dimungkinkan untuk dilakukan dengan rahasia seperti shodaqoh, sholat, maka jika melakukan ibadah tersebut dengan terang-terangan itu bisa mengganggu orang lain, seperti menyinggung perasaan yang dishodaqohi, mengganggu ketenangan dan tidur mereka, maka melakukan hal tersebut hukumnya haram. Namun kalau itu tidak sampai menyakiti orang lain, maka dalam hal ini kalangan ulama’ mengalami perbedaan pendapat.
Sebagian ulama’ bilang bahwa bagaimanapun juga melakukan amal ibadah dengan rahasia itu lebih utama dari pada dilakukan dengan terang-terangan. Dan sebagian yang lain ada yang bilang bahwa melakukan ibadah dengan terang-terangan itu lebih baik dengan catatan adanya jaminan diikuti oleh orang lain.
Pada prinsipnya apa yang diperdebatkan kalangan ulama’ dalam konteks permasalahan ini mengarah pada satu hal. Yakni tidak ada perbedaan yang mencolok antara melakukan ibadah dengan rahasia atau terang-terangan. Asalkan kesemuanya dilakukan dengan ikhlas dan tidak tercampuri riya’. Di dalam Al Qur’an sendiri Allah secara langsung memerintahkan para nabi-Nya untuk melakukan ibadah dengan terang-terangan agar ditiru oleh kaumnya. Namun kalau sampai terjangkiti riya’ maka ulama’ semua sudah sepakat bahwa beramal dengan rahasia itu akan lebih baik.
Penulis Berasal Dari Ponpes Langitan (Sumber: Kitab Ikhya')
Posting Komentar