Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang
menyuap dan orang yang menerima suap dalam suatu pengambilan keputusan
hukum. Hadits yang menyatakan itu diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, dan
At-Tirmidzi. Dalam riwayat Ahmad dikatakan, “Allah melaknat orang yang
menyuap, orang yang menerima suap, dan orang menjadi perantara
suap-menyuap di antara mereka berdua.”
Perkataan “melaknat” dalam hadits tersebut menunjukkan keharaman.
Pengertian suap (rasywah) pada mulanya adalah harta yang diberikan
untuk membatalkan atau mempengaruhi sebuah keputusan hukum atau untuk
melegitimasi suatu kebathilan. Suap dalam dua pengertian tersebut telah
disepakati keharamannya. Karena itu, seorang hakim dilarang menerima
suap.
Orang yang menyuap agar diterima dalam suatu pekerjaan padahal ia
tidak berhak, misalnya karena calon-calon lain lebih baik kemampuannya
atau hasil tesnya, berarti ia melakukan perbuatan haram. Karena, ia
mengambil hak orang lain yang seharusnya diterima. Begitu juga dengan
orang yang menerima suapnya.
Allah SWT berfirman yang artinya, ”Dan janganlah sebagian kalian
memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim
supaya kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu
dengan (jalan) berbuat dosa padahal kalian mengetahui (QS Al-Baqarah:
188).
Adapun bila seseorang menyuap karena terpaksa dan hanya untuk
mendapatkan apa yang sebenarnya telah menjadi haknya, atau untuk
menghindari suatu perlakukan zhalim atas dirinya atau keluarganya, suap
seperti itu tidak menjadi dosa.
Beberapa orang dari kalangan tabi‘in
berpendapat bahwa tidak mengapa seseorang menyuap untuk menghindari
kezhaliman atas dirinya atau hartanya. Karena itu, apabila seseorang
telah dinyatakan lulus atau diterima dalam suatu pekerjaan dan semua
persyaratan telah dipenuhinya, pekerjaan itu telah menjadi haknya.
Sehingga, jika ia terpaksa harus memberikan uang dalam jumlah
tertentu, yang berarti menyuap, dan kalau tidak mau tidak akan diterima,
ia boleh melakukan itu, karena ia hanya ingin mengambil haknya.
Sedangkan yang berdosa adalah yang menerima atau meminta uang itu.
Adapun Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa suap-menyuap diharamkan
secara mutlak, tanpa ada pengecualian. Namun para ahli fiqih menolak
pendapatnya itu berdasarkan kaidah bahwa dalam kondisi darurat sesuatu
yang haram boleh dilakukan.
Berkaitan dengan masalah yang ditanyakan, Anda tetap tak boleh
menyuap untuk diterima bekerja meskipun Anda dan keluarga
membutuhkannya. Kecuali, bila pekerjaan itu telah menjadi hak Anda
sebagaimana dijelaskan di atas.
Yakinlah bahwa kesempatan bekerja dalam
berbagai lapangan masih terbuka lebar asalkan kita mau berusaha, terus
menambah pengetahuan dan keterampilan kita, serta selalu memohon
kepada-Nya. Kami menyarankan agar Anda tak putus asa dalam mencari
pekerjaan, selalu mencari informasi peluang-peluang kerja, menjalin
silaturahim, dan terus memohon kepada Allah dan mengharap bimbingan-Nya.
Dengan melakukan hal-hal itu, insya Allah Anda akan mendapatkan
pekerjaan yang baik dan cocok sebagaimana yang diharapkan.
Al Kisah
Posting Komentar