Bersahaja dan moderat itulah beberapa kesan saat bertemu dengan KH. Syafiq Nashan, ketua MUI Kudus dan pengasuh Pondok Pesantren Annur Al Islami di Jekulo, Kudus. Beliau tak segan datang bertandang ke rumah-rumah kerabatnya, meski
itu jaraknya jauh. Apalagi kalau ada yang hajatan, beliau sebisa mungkin
menyempatkan diri datang. KH. Syafiq juga punya interest tinggi dalam
dunia pendidikan. Beliau aktif mengajar di berbagai lembaga
pendidikan. Antara lain, di STAIN Kudus, dan Ponpes yang didirikannya
pada 1993, An-Nur Al-Islamy. Beliau juga sosok yang "kober ngopeni umat", juga aktif di MUI dan IPHI. Beliau bersama sahabat-sahabatnya di MUI Kudus lah yang mewacanakan Kudus sebagai Kota Modern yang religius.
Nama KH. Syafiq Nashan memang tak bisa dilepaskan dari Pondok Pesantren Annur Jekulo. Masyarakat Desa Jekulo adalah masyarakat agamis yang
dapat dibuktikan dengan adanya kehidupan keberagaman yang sudah ada sejak
dahulu. Kehidupan keberagaman masyarakat Desa Jekulo diawali oleh para ulama
atau kyai yang telah mempelajari ilmu-ilmu agama Islam baik melalui pondok
pesantren dan madrasah, ini bisa dilihat dari beberapa pondok pesantren yang
berdiri di Desa Jekulo Kudus. Sepulang
mereka dari tempat menimba ilmu agama Islam, tumbuh gagasan untuk mengembangkan
ajaran agama Islam dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam.
Latar belakang berdirinya
Pondok Pesantren An-Nur Jekulo Kudus berawal dari kenyataan mengenai urgensinya
lembaga pendidikan Islam itu sendiri, serta banyaknya santri yang mengaji dan
belajar di rumah beliau Bapak KH. Syafiq Nashan. Setiap tahun orang yang
belajar di rumah beliau semakin bertambah sehingga tempat yang dijadikan
belajar dan mengaji tidak muat. Dalam rangka menyebarkan dan mengajarkan
ilmu-ilmu agama Islam, maka dibangunlah “pondok pesantren” untuk menyiapkan
tempat belajar dan tempat mengaji bagi masyarakat yang menginginkannya, yang
sampai sekarang eksistensinya diakui masyarakat Desa Jekulo.
Di samping keinginan KH.
Syafiq Nashan dalam mendidirikan Pondok Pesantren An-Nur Jekulo Kudus dengan
latarbelakang diatas, juga dibantu dan dipelopori oleh beberapa tokoh. Pendirian Pondok Pesantren An-Nur Jekulo Kudus dimulai dirintis pada bulan
Maret tahun 1993 M./Rabius Tsani tahun 1414 H. Adapun para tokoh itu adalah H. Umar, H. Mahsun, H.
Selamet, dan Pardiman
Di samping para tokoh itu juga
dibantu para sesepuh (orang yang dituakan) Desa Jekulo Kecamatan Jekulo.
Tujuan didirikannya Pondok
Pesantren An-Nur Jekulo Kudus adalah:
1. Mendidik dan membina santri untuk berperilaku dengan akhlakul karimah.
2. Membekali santri dengan ilmu agama (Fiqih Hadits dan lain-lain), karena
santri akan terjun dalam masyarakat yang tidak lepas dari masalah-masalah agama
dan masalah-masalah sosial.
3. Melatih santri untuk hidup bermasyarakat.
4. Melatih santri untuk menjalankan syari’at agama.
KH. Syafiq Nashan memprioritaskan agar Pondok
Pesantren An Nur Al Islamy Kauman Jekulo Kudus menekankan pada pembentukan
pribadi mukmin-muslim yang berakhlaqul-karimah, berbadan sehat, berpengetahuan
luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto
pendidikan di Pondok Pesantren An Nur Al IslamyKauman Jekulo Kudus.
Berakhlaqul-karimah :
Berakhlaqul-karimah
merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh Pondok ini kepada seluruh
santrinya dalam semua tingkatan, dari yang paling rendah sampai yang paling
tinggi.
Berbadan Sehat :
Tubuh yang
sehat adalah sisi lain yang dianggap penting dalam pendidikan di Pondok ini.
Dengan tubuh yang sehat para santri akan dapat melaksanakan tugas hidup dan
beribadah dengan sebaik-baiknya
Berpengetahuan Luas :
Para santri
di Pondok ini dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik
untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya
diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat
digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa
pengetahuan itu luas, tidak terbatas, tetapi tidak boleh terlepas dari
berakhlaqul-karimah, sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta
tahu prinsip untuk apa ia manambah ilmu;
Berpikiran Bebas :
Berpikiran
bebas tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal). Kebebasan di sini
tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin.
Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil
pendidikan yang telah diterangi petunjuk Ilahi (hidayatullah). Motto ini
ditanamkan sesudah santri memiliki akhlaqul-karimah dan sesudah ia
berpengetahuan luas;
Seluruh
kehidupan di Pondok Pesantren An Nur Al Islamy Kauman Jekulo Kudus juga didasarkan pada
nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan
dalam Jiwa Santri. Jiwa Santri
adalah nilai-nilai yang mendasari kehidupan Pondok Pesantren An Nur Al Islamy Kauman Jekulo Kudus yang terdiri dari:
Jiwa Keikhlasan :
Jiwa ini berarti
sepi ing pamrih, yakni berbuat sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan
untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat
semata-mata untuk ibadah, lillah. Kyai ikhlas medidik dan para pembantu kyai
ikhlas dalam membantu menjalankan proses pendidikan serta para santri yang
ikhlas dididik. Jiwa ini menciptakan suasana kehidupan pondok yang harmonis
antara kyai yang disegani dan santri yang taat, cinta dan penuh hormat. Jiwa
ini menjadikan santri senantiasa siap berjuang di jalan Allah, di manapun dan
kapanpun;
Jiwa kesederhanaan :
Kehidupan di pondok diliputi oleh suasana
kesederhanaan. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti
miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai
kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi
perjuangan hidup. Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju
dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya
mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala
segi kehidupan;
Jiwa Berdikari :
Berdikari
atau kesanggupan menolong diri sendiri merupakan senjata ampuh yang dibekalkan
pesantren kepada para santrinya. Berdikari tidak saja berarti bahwa santri
sanggup belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi
pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan juga harus sanggup
berdikari sehingga tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau
belas kasihan pihak lain. Inilah Zelp berdruiping systeem (sama-sama memberikan
iuran dan sama-sama memakai). Dalam pada itu, Pondok tidaklah bersifat kaku,
sehingga menolak orang-orang yang hendak membantu. Semua pekerjaan yang ada di
dalam pondok dikerjakan oleh kyai dan para santrinya sendiri, tidak ada pegawai
di dalam pondok;
Jiwa Ukhuwwah Diniyyah :
Kehidupan di
pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka
dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah diniyyah. Tidak ada dinding
yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di
Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat
setelah mereka terjun di masyarakat;
Jiwa Bebas :
Bebas dalam
berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, bebas dalam memilih
jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar
masyarakat. Jiwa bebas ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis
dalam menghadapi segala kesulitan. Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali
ditemukan unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan,
sehingga terlalu bebas (liberal) dan berakibat hilangnya arah dan tujuan atau
prinsip. Sebaliknya, ada pula yang terlalu bebas (untuk tidak mau dipengaruhi),
berpegang teguh kepada tradisi yang dianggapnya sendiri telah pernah
menguntungkan pada zamannya, sehingga tidak hendak menoleh ke zaman yang telah
berubah. Akhirnya dia sudah tidak lagi bebas karena mengikatkan diri pada yang
diketahui saja. Maka kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya, yaitu bebas
di dalam garis-garis yang positif, dengan penuh tanggungjawab; baik di dalam
kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat. Jiwa
yang meliputi suasana kehidupan Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri
sebagai bekal utama di dalam kehidupannya di masyarakat. Jiwa ini juga harus
dipelihara dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Kini, perjumpaan indah dengan Yai Syafiq Nashan tinggallah kenangan. Beliau wafat pada hari Senin tanggal 21 Sya'ban 1436 H bertepatan dengan tanggal 8 Juni 2015. Semoga jasa-jasa beliau dalam berjuang untuk agama islam, kota Kudus, dan Negeri Indonesia dapat mengantarkan beliau menjadi ahli surga. Aamiin
Dari berbagai sumber, diantaranya website PP Annur Al Islami Jekulo
Posting Komentar