1972 : Beliau hanyalah seorang anak yatim
berusia 9 tahun yang baru saja kehilangan ayah dan pendidik utamanya (Habib muhammad
bin Salim) yang diculik dan dibunuh oleh rezim komunis yang berkuasa di Yaman
Selatan kala itu, usai wafat sang ayah, beliau dan ibunya seringkali tidak
makan berhari-hari karena tidak ada lagi yang menafkahi, dunia tidak bersahabat
dengannya.
1981 : Pemerintah komunis penjajah yang
berkuasa di Yaman semakin menjadi, mereka membunuh dan menyiksa para ulama,
menutup rubat-rubat dan madrasah serta melarang semua hal yg berbau islam,
keluarganya khawatir beliau akan bernasib sama seperti ayahnya, akhirnya ia
terpaksa ''dilarikan'' ke kota Baidha, Yaman utara, selama 11 tahun beliau
belajar,mengajar dan menikah di kota itu, setelah menikah beliau tinggal di
sebuah rumah kecil dgn 3 ruangan(kamar, dapur, dan toilet), beliau pun terpaksa
''mengungsi'' di dapur ketika teman-teman istrinya datang bertamu, dunia masih
enggan bersahabat dengannya
1992 : Beliau kembali lagi ke kota Tarim
bersama istri dan anaknya, karena belum punya tempat tinggal, beliau menumpang
di rumah kakaknya Al Habib Ali Masyhur (Mufti Tarim saat ini), anaknya
menceritakan keadaan saat itu, ''Kami tinggal dikamar yang sangat sempit,
hanya cukup untuk 3 orang,aku,abahku dan ibuku, begitu sempitnya sampai-sampai
abahku harus sholat tahajjud di jalan antara kamar dan toilet. Ketika kami pindah
ke rumah baru di kawasan ‘Aidid, aku seakan-akan baru masuk surga..''
1994 : Beliau mulai memiliki beberapa murid
dari Yaman dan Indonesia, setiap selesai sholat subuh beliau harus menyetir
mobil dari tarim ke kota Seiwun (sekitar 30 km dari Kota Tarim) guna membeli
sarapan pagi untuk murid-muridnya, beliau dan keluarganya seringkali memakan
sisa roti atau nasi murid-muridnya, karena dirumahnya tidak dijumpai makanan
sama sekali), bahkan di hari raya beliau dan keluarga hanya bisa memakan
sebungkus biscuit (padahal semisikin-miskinnya orng sini masih bisa makan
daging waktu lebaran),waktu itu,ia hanya berkata pada anak-anaknya, ''Apakah ada yg kurang dari hidup kita
meski kita cuma memakan biskuit di hari raya.. ?''
2015 : ketika banyak mata di dunia tertuju
kepadanya, ketika semua bibir berebut mencium tangannya, ketika semua telinga
menunggu setiap apa yg keluar dari lisannya, mereka mungkin tidak tahu bahwa
beliau dulu adalah seorang anak yatim yang sempat ''diragukan'' masa depannya. Seluruh yang didapatkan Habib Umar saat ini
adalah buah dari ketulusan,kesabaran dan keteguhan beliau dalam mengarungi
kehidupan.
Habib Ali Al Jufri salah seorang murid
senior beliau pernah berkata, ''Habib Umar adalah contoh dari seorang yang tidak pernah menyerah pada
kehidupan, sepahit apapun cobaan hidup yang ia rasakan''
Demikianlah secuil perjalanan hidup guru
mulia Habib Umar bin Hafidz yang penuh makna dan pelajaran, kini kota Jakarta
bersiap menyambut kedatangannya. Jangan lewatkan mata ini memandang orang yang
sangat beruntung didunia dan akhirat
Cerita ini dikumpulkan dari sumber antara
lain, Habib Ali AlJifri, Sayyid Salim bin Umar, Syeikh Fahmi Ubaidun dan
asatidz Darul Musthafa oleh Majelis
Rasulullah SAW

Posting Komentar