Dalam menyebarkan agama Islam, para Wali di
tanah Jawa menggunakan media yang dapat menarik perhatian warga sekitar.
Demikian pula halnya dengan Raden Thoyyib atau Sultan Hadirin. Beliau
menyebarkan Islam di Loram menggunakan pendekatan sosial yang sederhana, tetapi
dapat mengesankan hati siapa saja yang melihatnya. Media tersebut berupa
Ampyang Maulid.
Ampyang Maulid terdiri dari kata “Ampyang” dan “Maulid”. Menurut
sesepuh desa Loram Kulon, Ampyang merupakan sejenis kerupuk yang terbuat dari
tepung, berbentuk bulat, dengan aneka warna. Oleh warga desa setempat, kerupuk
tersebut diletakkan di bagian luar dari tempat makanan berbentuk persegi.
Tempat makanan tersebut terbuat dari bambu dan kayu yang lainnya. Pada bagian
sudut diberi hiasan berupa bunga jambul yang berasal dari serutan bambu dengan
bentuk melingkar-lingkar, dan dibubuhi bermacam-macam warna. Di dalamnya berisi
nasi dan lauk pauk, dan diarak ke masjid Wali At-Taqwa Loram Kulon setiap
tanggal 12 Rabi’ul Awwal.
Kata Maulid sendiri berasal dari bahasa
Arab yang berarti kelahiran. Jadi, kata Ampyang Maulid memiliki arti makanan
yang disusun sedemkian rupa dalam suatu wadah yang diusung oleh masyarakat pada
perayaan memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di masjid Wali At-Taqwa
Loram Kulon.
Masjid Wali At Taqwa Loram Kulon di dirikan
oleh Sultan Hadirin dari Mantingan dalam rangkaian penyebaran Agama Islam di
Jawa Tengah. Setelah mendirikan Masjid di Pandanaran Semarang diteruskan di
daerah Loram Kulon, Jepang dan Jati Wetan.
Pada masa Sultan
Hadirin inilah ajaran agama
Islam mulai diperkenalkan kepada masyarakat Loram
Kulon, setiap hari Jum'at Sultan Hadirin naik Kuda dari
Mantingan Jepara menuju Loram Kulon untuk Sholat Jum'at dilanjutkan dengan
da'wah keagamaan. Tradisi Ampyang Maulid pada masa itu diadakan dalam rangka
mempcringati hari kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW.
Prosesi Ampyang Maulid saat itu sangat
sederhana, Ampyang oleh masing-masing kelompok baik dari kelompok dukuh-dukuh.
maupun sekelompok orang untuk di bawa ke Masjid di taruh di depan Masjid
Wali Loram Kulon, pada waktu itu belum di rehab, karena
banyaknya peserta Ampyang, tempatnya tidak muat hingga
melebar sampai ke depan Gapura. Pada saat itu Kepala Desa Loram Kulon beserta
perangkat Desa Loram Kulon dan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkat Desa
LoramWetan masing-masing membawa manganan (shodaqoh) di taruh dalam Ampyang dan
di bawa ke Masjid dengan berpakaian seragam kebesaran pejabat Desa. Semua
Perangkat Desa baik Loram Kulon maupun Loram Wetan di haruskan mengikuti acara
Ampyang Maulid dan tidak boleh di wakilkan.
Kepala Desa Loram Kulon beserta
Perangkatnya masuk lewat pintu Gapura sebelah selatan dan duduk di Masjid
sebelah selatan, sedangkan Kepala Desa Loram Wetan beserta Perangkatnya masuk
pintu Gapura sebelah utara dan duduk di Masjid sebelah utara. Setelah semuanya
masuk Masjid maka Acara dimulai dengan Do'a bersama ( ngalap berkah ) yang di
pimpin oleh Imam Masjid, dan diakhiri dengan makan shodaqoh bersama setelah itu
Ampyang di bawa pulang kembali.
Ampyang Maulid sendiri memiliki berbagai
fungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sebagai sarana
untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai media dakwah
Islam, dan sebagai sarana jalinan sosial antar masyarakat.
Sumber : Buku Festival Ampyang Maulid ed.II
2010 Reportase bersama Bapak H. Qodir, Kadus III desa Loram Kulon oleh Ulyadari Tim ISK
Posting Komentar