Allah dalam Al Qur'an memerintahkan RasulNya untuk berbuat baik tanpa ada
batasan dan diskriminasi: "Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah
berbuat kepadamu".
Sebagian ulama menilai, perintah
kepada Rasulullah ini adalah perintah yang sangat luar biasa. Bagaimana mungkin
Rasulullah yang manusia biasa, dengan segala keterbatasan manusiawi seperti
pertimbangan akal, perasaan, dll., akan mampu menyamai Allah dalam perbuatan
baik (ihsan)? Untuk itu, tidak ada maksud lain dari ayat ini kecuali bahwa
perbuatan baik dalam kacamata Islam tidak dibatasi oleh berbagai batasan
manusia. Kiranya, perbuatan baik (ihsan) tidak dilakukan secara diskriminatif
karena suku, golongan, warna kulit, tingkat sosial ekonomi, bahkan keyakinan
agama sekalipun.
Rasulullah SAW telah membuktikannya.
Beliau bertetanggan dengan Yahudi, mengadakan perjanjian dengan kaum Kristiani,
dan semua mengakui ketinggian "ihsan" (budi luhur) Rasulullah SAW.
Maka sangat wajar, jika Allah sendiri yang memberikan pengakuan: "Sungguh
tiada kuutus kamu kecuali sebagai rahmatan bagi seluruh jagad". Bahkan
lebih jauh: "Engkau adalah sosok yang berbudi luhur yang maha tinggi"
(S. al Qalam).
Rasa kasih dan sayang Rasulullah
ini, tidak saja terbatas pada bangsa manusia apalagi kaum Muslim saja. Tapi
juga telah dibuktikan terhadap seluruh makhluk ciptaan Allah, bahkan kepada
hewan sekalipun. Beliau menceritakan: "Suatu ketika, ada seorang lelaki
yang sangat kehausan karena panas terik yang menggigit. Untuk menghapus rasa
dahaga tersebut, sang lelaki menemukan sebuah sumur yang dalam. Beliau pun
memasukinya dan minum sepuasnya, lalu memanjat ke atas. Sesampai di atas,
beliau menemukan seekor anjing yang kehausan dan hampir mati darinya. Maka
beliau sekali lagi memasuki sumur tersebut, mengisi sepatunya dengan air dan
menggigitnya seraya memanjat dinding sumur ke atas. Sesampai di atas, belaiu
memberikanya kepada sang anjing. Karena perbuatan baiknya kepada anjing ini,
Allah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam Syurga" Para sahabat
bertanya: "Adakah pahala yang didapatkan dari seekor hewan?" Belaiu
menjawab: "Pada semua makhluk hiudp ada pahala kebaikan".
Bahkan suatu ketika, beliau
menemukan sebuah saran semut dibakar. Beliau bertanya: "Siapa yang
melakukan ini?" Para sahabat menjawab bahwa merekalah yang melakukannya.
Beliau kemudian mengatakan: "Tidak ada yang berhak mempergunakan api untuk
membakar kecuali Tuhan api itu sendiri".
Semua ini membuktikan bahwa
"ihsan" (komitmen kebaikan) Rasulullah SAW adalah universal, tanpa
ada diksriminasi, bahkan kepada hewan sekalipun. Jauh sebelum
organisasi-organisasi hak-hak hewan (animal rights organizations) tumbuh di
dunia barat, Islam dan RasulNya telah mengajarkan kasih sayang kepada hewan.
Hadits lain mengisahkan: "Seorang wanita masuk neraka hanya karena
mengikat seekor kucing tanpa memberikan makan, dan tidak juga membiarkannya
mencari makannya".
Akhirnya, tuduhan klasik yang tidak
berdasar terhadap Rasulullah masih dapatkah dipertahankan? Apakah tuduhan bahwa
Rasulullah SAW adalah sosok yang kaku, keras, serta anti damai masih dapat
diterima? Saya yakin, dengan berbagai fakta sejarah dan merujuk kepada
kenyataan ajaran Islam yang sedemikian agung, tak seorang manusia berakal pun
yang akan menolak bahwa Muhammad, Rasulullah SAW, tidak saja merupakan simbol
kedamaian dan perdamaian sejati, tapi telah menjadi "Peace Initiator"
dan "Peace Maker" sepanjang sejarah manusia.
M. Syamsi Ali
Posting Komentar