Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Nabi Muhammad Cinta Perdamaian (2)

Nabi Muhammad Cinta Perdamaian (2)

Memang dapat ditegaskan bahwa tidak ada dan tak akan ada suatu agama maupun sistim sosial lainnya yang akan mampu menyamai cara pendekatan Islam dan Rasulullah SAW dalam membangun dan memelihara perdamaian dan keadilan bagi umat manusia. Baik ditinjau dari sisi ajaran maupun sejarah, keduanya menunjukkan bahwa Islam dan RasululNya telah mampu, tidak saja menjadi simbol perdamaian tapi justeru menjadi inisiator dan pencipta perdamaian (peace maker). Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk mendukung pernyataan ini, antara lain:


Pertama: Fleksibilitas dalam Melakukan Perjanjian Damai
 
Bukti pertama akan ketinggian komitmen Rasulullah dalam upaya perdamaian adalah kelapangan dada dan fleksibilitas beliau dalam menerima hasil-hasil pembicaraan damai, yang justeru oleh pertimbangan kebanyakan orang awam dianggap sebagai kekalahan. Tapi oleh Rasulullah, demi menghindari konflik dan peperangan, beliau menerimanya dengan visi dan tujuan yang lebih besar. Kebesaran visi menyadarkan beliau bahwa kemenangan justeru tidak selalu diraih lewat sebuah keberhasilan jangka pendek.


Berikut dikutip sebagian dari sekian banyak persetujuan (perjanjian/treaties) yang belia telah lakukan bersama warga lain sepanjang sejarah hidup beliau:


1. Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul Allah SWT, beliau telah menunjukkan diri sebagai juru damai bagi berbagai kelompok suku yang sering terlibat dalam peperangan itu. 

Salah satu yang dapat disebutkan, ketika "Hajar Aswad" (batu hitam) terjatuh dari tempat aslinya di sudut Ka'bah akibat banjir. Ketika itu, hampir saja terjadi pertumpahan darah karena semua suku merasa paling berhak untuk mengembalikan ke tempat aslinya, dipandang sebagai salah satu kehormatan dan prestise kesukuan bangsa Makkah. Muhammad SAW, yang ketika itu baru berumur belia, justeru keluar dengan ide yang cemerlang dan diterima oleh semua suku yang bersengketa. Beliau mengusulkan bahwa penentuan siapa yang berhak mengembalikan "hajar aswad" ke posisi semula ditentukan oleh siapa yang paling dini memasuki masjidil haram. Ternyata, dari sekian banyak pembesar Makkah yang berminat memasuki masjidil haram pertama kali, beliau jugalah yang melakukannya. 

Namun demikian, beliu menyadari bahwa kendati beliau berhak melakukan pengembalian hajar aswad, pasti akan timbul rasa "kurang enak" di kalangan para pembesar suku Makkah itu. Untuk itu, beliau menaruh "hajar aswad" dengan tangannya ke atas sebuah sorban, lalu semua kepala suku dipersilahkan untuk mengangkatnya secara bersama-sama dan diletakkan kembali ke posisi aslinya. Subhanallah! Tindakan cemerlang nan bijak tersebut telah menghindarkan pertumpahan darah, bahkan lebih jauh mengajarkan kebersamaan dan keinginan untuk mencapai kebaikan secara gotong royong. Keberhasilan Muhammad muda SAW tersebut merupakan cerminan watak asli yang damai serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perdamaian di antara sesama manusia.


2. Di awal hijrah Rasulullah, beliau menerima kedatangan utusan kafir Makkah di Madinah yang berakhir dengan beberapa kesepakatan. 

Salah satu isi kesepakatan tersebut bahwa "jikalau ada pengikut Muhammad SAW melarikan diri dari Madinah ke Makkah, yang bersangkutan tidak harus dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika ada pengikut Muhammad yang melarikan diri dari Makkah ke Madinah, yang bersangkutan harus dipulangkan ke Makkah". 

Bagi pemikiran umum, persetujuan tersebut sangat tidak adil. Namun Rasulullah, dengan komitmen yang sangat tinggi untuk menghindari konflik dan membangun perdamaian, mau menerimanya.


3. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu perjanjian yang sangat popular dalam sejarah Islam. 

Salah satu isi perjanjian tersebut adalah bahwa Rasulullah tahun itu harus kembali ke Madinah, dan hanya boleh melakukan ibadah ke Makkah setahun kemudian. Selain itu, nama yang dipakai pada perjanjian tersebut tidak boleh menggunakan title "Rasulullah", tapi memakai kebiasaan arab membaggakan nama bapaknya, yaitu Muhammad bin Abdullah. 

Bagi kebanyakan sahabat, isi perjanjian tersebut sangat melecehkan, bahkan dianggap kekalahan di pihak Rasulullah SAW. Umar bahkan meng-ekspresikan resistensinya kepada Rasulullah untuk tidak menerima persetujuan tersebut. Namun demikian, ternyata sang pecinta damai (peace loving man), Rasulullah SAW, tidak berkeberatan untuk menerima hasilnya.


4. Perjanjian dengan delegasi Najran (Treaty of Najran) juga menjadi saksi sejarah kebesaran jiwa Rasulullah SAW serta komitmennya yang tinggi dalam upaya mewujudkan perdamaian. 

Pada tahun 10 Hijrah (631 M), beliau didatangi oleh 60 orang delegasi dari penduduk Kristen Najran, sebuah daerah yang terletak sekitar 450 mil sebelah selatan Madinah. Mereka diterima oleh Rasulullah di masjid Nabawi dan diperbolehkan untuk melakukan ibadah dalam masjid sesuai keyakinan dan tatacara agama mereka. Selama tiga hari tiga malam, mereka dan Rasulullah SAW melakukan dialog tentang "tabiat" Tuhan (nature of God) dan Isa a.s. Namun akhirnya mereka tetap pada pendirian mereka, dan menyatakan bahwa ajaran Muhammad SAW tidak akan bisa diterima karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang mereka yakini. 

Kendati perbedaan teologis dengan mereka, Rasulullah SAW tetap melakukan persetujuan damai yang dikenal dengan "'Ahd Najran" (Treaty of Najran). Perjanjian damai tersebut berisikan antara lain, bahwa "warga Kristen Najran mendapat keamanan Allah dan rasulNya, baik bagi kehidupan, agama, harta kekayaan mereka. Tidak akan ada intervensi dalam agama dan peribadatan mereka. Tak akan ada perubahan dalam hak-hak dan kelebihan bagi mereka. Tak akan ada pengrusakan bagi rumah ibadah atau symbol-simbol keagamaan lainnya. Jika ada di antara mereka yang mencari keadilan atas orang-orang Islam, maka keadilan akan ditegakkan di antara mereka". 

Treaty atau berbagai perjanjian yang disebutkan di atas, menunjukkan komitmen yang luar biasa dari seorang rasul dan pemimpin, negarawan, politikus sekaligus diplomat ulung yang tiada bandingnya dalam sejarah. Yang mengagumkan dari semua itu, betapa visi beliau begitu jauh ke depan melihat kemaslahatan yang lebih besar diatas kepentingan jangka pendek. Komitmen Rasulullah SAW kepada kedamaian dan perdamaian menjadi karakter dasar dari semua ini.



M. Syamsi Ali
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger