Memang dapat ditegaskan bahwa tidak
ada dan tak akan ada suatu agama maupun sistim sosial lainnya yang akan mampu
menyamai cara pendekatan Islam dan Rasulullah SAW dalam membangun dan
memelihara perdamaian dan keadilan bagi umat manusia. Baik ditinjau dari sisi
ajaran maupun sejarah, keduanya menunjukkan bahwa Islam dan RasululNya telah
mampu, tidak saja menjadi simbol perdamaian tapi justeru menjadi inisiator dan
pencipta perdamaian (peace maker). Beberapa alasan dapat dikemukakan untuk
mendukung pernyataan ini, antara lain:
Pertama:
Fleksibilitas dalam Melakukan Perjanjian Damai
Bukti pertama akan ketinggian komitmen Rasulullah dalam upaya perdamaian adalah
kelapangan dada dan fleksibilitas beliau dalam menerima hasil-hasil pembicaraan
damai, yang justeru oleh pertimbangan kebanyakan orang awam dianggap sebagai
kekalahan. Tapi oleh Rasulullah, demi menghindari konflik dan peperangan,
beliau menerimanya dengan visi dan tujuan yang lebih besar. Kebesaran visi
menyadarkan beliau bahwa kemenangan justeru tidak selalu diraih lewat sebuah
keberhasilan jangka pendek.
Berikut dikutip sebagian dari sekian
banyak persetujuan (perjanjian/treaties) yang belia telah lakukan bersama warga
lain sepanjang sejarah hidup beliau:
1. Jauh sebelum Rasulullah SAW diangkat
menjadi Rasul Allah SWT, beliau telah menunjukkan diri sebagai juru damai bagi
berbagai kelompok suku yang sering terlibat dalam peperangan itu.
Salah satu
yang dapat disebutkan, ketika "Hajar Aswad" (batu hitam) terjatuh dari
tempat aslinya di sudut Ka'bah akibat banjir. Ketika itu, hampir saja terjadi
pertumpahan darah karena semua suku merasa paling berhak untuk mengembalikan ke
tempat aslinya, dipandang sebagai salah satu kehormatan dan prestise kesukuan
bangsa Makkah. Muhammad SAW, yang ketika itu baru berumur belia, justeru keluar
dengan ide yang cemerlang dan diterima oleh semua suku yang bersengketa. Beliau
mengusulkan bahwa penentuan siapa yang berhak mengembalikan "hajar
aswad" ke posisi semula ditentukan oleh siapa yang paling dini memasuki
masjidil haram. Ternyata, dari sekian banyak pembesar Makkah yang berminat
memasuki masjidil haram pertama kali, beliau jugalah yang melakukannya.
Namun
demikian, beliu menyadari bahwa kendati beliau berhak melakukan pengembalian
hajar aswad, pasti akan timbul rasa "kurang enak" di kalangan para
pembesar suku Makkah itu. Untuk itu, beliau menaruh "hajar aswad"
dengan tangannya ke atas sebuah sorban, lalu semua kepala suku dipersilahkan
untuk mengangkatnya secara bersama-sama dan diletakkan kembali ke posisi
aslinya. Subhanallah! Tindakan cemerlang nan bijak tersebut telah menghindarkan
pertumpahan darah, bahkan lebih jauh mengajarkan kebersamaan dan keinginan
untuk mencapai kebaikan secara gotong royong. Keberhasilan Muhammad muda SAW
tersebut merupakan cerminan watak asli yang damai serta memiliki komitmen yang
tinggi untuk mewujudkan perdamaian di antara sesama manusia.
2. Di awal hijrah Rasulullah, beliau
menerima kedatangan utusan kafir Makkah di Madinah yang berakhir dengan beberapa
kesepakatan.
Salah satu isi kesepakatan tersebut bahwa "jikalau ada
pengikut Muhammad SAW melarikan diri dari Madinah ke Makkah, yang bersangkutan
tidak harus dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika ada pengikut Muhammad
yang melarikan diri dari Makkah ke Madinah, yang bersangkutan harus dipulangkan
ke Makkah".
Bagi pemikiran umum, persetujuan tersebut sangat tidak adil.
Namun Rasulullah, dengan komitmen yang sangat tinggi untuk menghindari konflik
dan membangun perdamaian, mau menerimanya.
3. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah
satu perjanjian yang sangat popular dalam sejarah Islam.
Salah satu isi
perjanjian tersebut adalah bahwa Rasulullah tahun itu harus kembali ke Madinah,
dan hanya boleh melakukan ibadah ke Makkah setahun kemudian. Selain itu, nama
yang dipakai pada perjanjian tersebut tidak boleh menggunakan title
"Rasulullah", tapi memakai kebiasaan arab membaggakan nama bapaknya,
yaitu Muhammad bin Abdullah.
Bagi kebanyakan sahabat, isi perjanjian tersebut
sangat melecehkan, bahkan dianggap kekalahan di pihak Rasulullah SAW. Umar
bahkan meng-ekspresikan resistensinya kepada Rasulullah untuk tidak menerima
persetujuan tersebut. Namun demikian, ternyata sang pecinta damai (peace loving
man), Rasulullah SAW, tidak berkeberatan untuk menerima hasilnya.
4. Perjanjian dengan delegasi Najran
(Treaty of Najran) juga menjadi saksi sejarah kebesaran jiwa Rasulullah SAW
serta komitmennya yang tinggi dalam upaya mewujudkan perdamaian.
Pada tahun 10
Hijrah (631 M), beliau didatangi oleh 60 orang delegasi dari penduduk Kristen
Najran, sebuah daerah yang terletak sekitar 450 mil sebelah selatan Madinah.
Mereka diterima oleh Rasulullah di masjid Nabawi dan diperbolehkan untuk
melakukan ibadah dalam masjid sesuai keyakinan dan tatacara agama mereka.
Selama tiga hari tiga malam, mereka dan Rasulullah SAW melakukan dialog tentang
"tabiat" Tuhan (nature of God) dan Isa a.s. Namun akhirnya mereka
tetap pada pendirian mereka, dan menyatakan bahwa ajaran Muhammad SAW tidak
akan bisa diterima karena bertentangan dengan ajaran Kristen yang mereka
yakini.
Kendati perbedaan teologis dengan mereka, Rasulullah SAW tetap
melakukan persetujuan damai yang dikenal dengan "'Ahd Najran" (Treaty
of Najran). Perjanjian damai tersebut berisikan antara lain, bahwa "warga Kristen
Najran mendapat keamanan Allah dan rasulNya, baik bagi kehidupan, agama, harta
kekayaan mereka. Tidak akan ada intervensi dalam agama dan peribadatan mereka.
Tak akan ada perubahan dalam hak-hak dan kelebihan bagi mereka. Tak akan ada
pengrusakan bagi rumah ibadah atau symbol-simbol keagamaan lainnya. Jika ada di
antara mereka yang mencari keadilan atas orang-orang Islam, maka keadilan akan
ditegakkan di antara mereka".
Treaty atau berbagai perjanjian yang
disebutkan di atas, menunjukkan komitmen yang luar biasa dari seorang rasul dan
pemimpin, negarawan, politikus sekaligus diplomat ulung yang tiada bandingnya
dalam sejarah. Yang mengagumkan dari semua itu, betapa visi beliau begitu jauh
ke depan melihat kemaslahatan yang lebih besar diatas kepentingan jangka pendek.
Komitmen Rasulullah SAW kepada kedamaian dan perdamaian menjadi karakter dasar
dari semua ini.
M. Syamsi Ali
Posting Komentar