Rasulullah SAW adalah pembawa risalah yang agung. Sebagai pembawa risalah,
tentu beliau dituntut untuk, tidak saja menyampaikan, tapi sekaligus
mencontohkannya secara konkrit bagaimana pelaksanaanya. Untuk itu, jika kita
kembali kepada ajaran-ajaran dasar Rasulullah SAW (al-Islam), akan didapati
dengan mudah bahwa Islam memang mengajarkan dan mewujudkan kedamaian serta
menjunjung tinggi perdamaian.
Pengambilan nama bagi agama ini,
yaitu Islam yang bersumber dari "salama" yang berarti selamat dan
juga "silm dan salaam" (damai) menegaskan karakter dasar dari ajaran
Islam itu sendiri. Berbagai aspek Islam kemudian, semuanya bermuara kepada
aspek luhur ini, bahkan termasuk perintah berperang sekalipun, tidak lain
bertujuan untuk menegakkan kedamaian dan keadilan. Sehingga tak satupun
substasi agama Islam kecuali membawa kepada nilai-nilai kedamaian dan perdamaian.
Shalat misalnya, adalah bentuk
ibadah tertinggi dalam Islam. Shalat dimulai dengan takbir, yaitu menjunjung
tinggi Asma Allah menhunjam erat ke dalam jiwa sang pelaku. Maka shalat adalah
bentuk dzikir (mengingat Allah) tertinggi, yang dengannya seorang Muslim
merasakan kedamaian bathin yang tak terhingga. Namun kedamaian jiwa tidak
berakhir, tapi harus diteruskan dengan kedamaian yang lebih luas, yaitu
kedamaian sosial. Untuk itu, shalat tak akan menjadi valid ketika tidak
diakhiri dengan komitmen menyebarkan perdamaian kepada sesama. Salam yang
diucapkan di akhir shalat adalah bentuk komitmen tertinggi dari seorang Muslim
dalam mewujudkan perdamaian sosial.
Demikian pentingnya
"damai" dan "perdamaian" dalam pandangan Islam, Rasulullah
SAW pernah bersabda, "Kamu tak akan masuk Syurga sehingga kamu saling
mencintai. Hendakkah saya tunjukkan padamu sesuatu yang jika kamu melakukannya,
niscaya kamu akan saling mencintai?" Sahabat menjawab: "Betul wahai
Rasulullah". Sabda beliau: "Tebarkan salam (damai) di antara
kalian".
Menyebarkan salam menurut hadits
tersebut tentu bukan hanya mengumbar kata-kata. Tapi yang terpenting, adanya
komitmen kita untuk mewujudkan salam yang menyeluruh (comprehesive peace);
salam (damai) secara individu danjuga damai secara sosial. Dimulai dengan kata,
dihayati dalam jiwa dan dibuktikan dengan amalan nyata.
Orang-orang beriman seperti inilah yang digelari
"hamba-hamba Allah" ('IbaadurRahmaan), yang jika berjalan di atas
bumi ini, mereka rendah hati. Bahkan jika disapa secara jahil (uncivilized
manner) oleh orang-orang bodoh, mereka tetap merespon dengan "Salaam"
(in peaceful manner). Mereka tidak akan dan tidak perlu melakukan reaksi
spontan yang terjatuh dari norma-norma damai. Mereka sadar, bahwa Islam sangat
meninggikan reaksi positif yang dilandaskan kepada kemaslahatan besar serta
senantiasa berbasiskan kedamaian.
M. Syamsi Ali
Posting Komentar