Syeikh Bakr Abu Zaid (w. 1429 H) adalah
salah seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi, dan menjadi
salah satu anggota Haiah Kibar Ulama Saudi. Beliau menulis kitab yang berjudul
La Jadida fi Ahkam as-Shalat(Tidak Ada Yang Baru Dalam Hukum Shalat), hal. 13. Dalam tulisannya Syiekh Bakr Abu Zaid
berpendapat :
وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة
مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به
في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap
berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul
dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata
kaki adalah hal yang susah dilakukan.
Syaikh Bakr Abu Zaid melanjutkan:
فهذا فَهْم الصحابي – رضي الله عنه – في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا
الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة
الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق
Inilah yang difahami para shahabat dalam
taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela. Bukan menempelkan bahu dan mata
kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah anjuran untuk menutup sela-sela,
istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.
Jadi, menurut Syeikh Bakr Abu Zaid (w. 1429
H) hadits itu bukan berarti dipahami harus benar-benar menempelkan mata mata
kaki, dengkul dan bahu tapi hanya meluruskan Shaf
Kita perhatikan pula pendapat ulama yang
lain yaitu Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) termasuk
ulama besar yang menulis kitab penjelasan dari Kitab Shahih Bukhari.
Ibnu Rajab menuliskan:
حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب والأقدام.
Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki. (Ibnu Rajab al-Hanbali; w. 795 H,
Fathu al-Bari, hal.6/ 282)
Nampaknya Ibnu Rajab lebih memandang bahwa
maksud hadits Anas adalah meluruskan barisan, yaitu dengan lurusnya bahu dan
telapak kaki.
Komentar Imam Ibnu Hajar AL Asqalani (w. 852 H) menuliskan:
الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ
خَلَلِهِ
Maksud hadits ”ilzaq” adalah berlebih-lebihan dalam
meluruskan shaf dan menutup celah. (Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211)
Memang disini beliau tidak secara spesifik
menjelaskan harus menempelkan mata kaki, dengkul dan bahu. Karena maksud
haditsnya adalah untuk berlebih-belihan dalam meluruskan shaf dan menutup celahnya.
Ust. Yulizon Bachtiar
Posting Komentar