Memuliakan tetangga adalah wajib dalam
Islam yang dapat mengantarkan seorang muslim masuk ke dalam Surga ataupun
Neraka. Siapakah yang dimaksud dengan tetangga ?
Menurut Imam as-Suhaymi,
kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya
kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.
Mempunyai tetangga yang baik adalah bagian
dari kebahagiaan hidup seseorang. Rasulullah saw bersabda “Diantara kebahagiaan
seorang muslim adalah memiliki rumah yang luas dan tetangga yang baik dan
kendaraan yang nyaman”. (HR Al Bukhari).
Bisa dibayangkan jika tetangga kita adalah
orang yang selalu iri dan gemar mengganggu tanpa alasan. la selalu berusaha
menyaingi tetangga, dan malah bahagia bila tetangga mendapatkan kesulitan.
Terhadap tetangga semacam ini, Rasulullah telah bersabda : “Tidak akan masuk
surga, siapa saja yang tetangganya tidak aman dan gangguannya.”(HR Bukhari).
Ibnu Khaldun, ahli sosiologi dan ilmu
sejarah Islam, dalam bukunya Muqadimmah, mengatakan, manusia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri. Tidak
pelak, tetangga yang merupakan orang terdekat dengan rumah kita harus
mendapatkan prioritas. Mereka, adalah orang yang tidak bisa diabaikan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Islam mensyariatkan, memuliakan tetangga
adalah wujud keimanan dan bagian dari akhlak mulia. “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah
kepada dua orang ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakandiri”(An-Nisaa’: 36)
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tetangganya,
“.(HR Muslim)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW
mengungkapkan bahwa Jibril selalu memerintahkannya untuk berbuat baik kepada
tetangga, sampai-sampai beliau mengira tetangga termasuk salah satu ahli waris.
‘Malaikat Jibril senantlasa berpesan kepadaku untuk selalu berbuat baik kepada
tetangga, hingga aku menyangka tetangga itu akan Ikut mewarisinya.” (HR Bukhari
dan Muslim)
Ada kisah tentang seorang wanita ahli ibadah,
tapi divonis oleh Rasul sebagai ahli neraka. Mengapa? Karena ia selalu
menyakiti tetangganya. “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita bangun di waktu
malam (shalattahajud) dan berpuasa di slang hari. Dia juga berbuat baik dan
bershadaqah. Akan tetapi dia suka mengganggu tetangga dengan lidahnya.”
Rasulullah menjawab, “Tidak ada kebaikan baginya, dia adalah penduduk neraka.”
Lalu, mereka bertanya, Ada seorang wanita lain yang melakukan shalat fardhu,
bershadaqah dengan gandum, dan tidak pernah mengganggu tetangganya.” Rasulullah
bersabda, “Dia adalah bagian dari penduduk surga” (HR Al Bukhari)
Hadist diatas memberikan gambaran kepada
kita bahwa ibadah tidak melulu langsung kepada Allah (hablum minallah), tapi
juga bersentuhan dengan unsur sesama (hablum minannas). Karena itu, Rasul SAW
memerintahkan Abu Dzar dan istrinya agar memperbanyak kuah saat memasak. “Jika
engkau memasak sayur maka perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikan tetanggamu, dan
berikanlah kepadanya dengan cara yang baik”. (HR Muslim).
Rasul SAW pun menyatakan tidak beriman
seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya meringis
kelaparan. “Saya pernah mendengar Ibnu Abbas meriwayatkan dari Ibnu Zubair
dimana dia menuturkan, Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk
orang yang beriman, siapa saja yang kenyang sedangkan tetangganya dalam keadaan
lapar’ (HR AI-Bukhari).
Nafi Ismawan
Posting Komentar