“Barang siapa mengetahui rahasia para
hamba, namun tidak meniru sifat kasih sayang Tuhan, maka pengetahuannya menjadi
ujian baginya dan sebab datangnya bencana.”
Barang
siapa mengetahui rahasia para hamba, tetapi tidak meniru sifat rahmat Allah,
seperti menutupi aib orang-orang yang berdosa, bersabar atas orang-orang yang
zalim, memaafkan orang-orang yang bodoh, berbuat baik kepada orang yang berlaku
buruk, dan menyayangi para hamba Allah, maka pengetahuannya tentang rahasia
hamba itu akan menjadi fitnah dan ujian baginya.
Sebab, hal tersebut dapat mendorongnya
melihat dirinya sendiri dan mengagungkan keadaannya, sombong dengan amalnya,
dan congkak di hadapan orang lain. Ini adalah cobaan yang paling besar bagi
dirinya. Bahkan, dapat menjadi sebab datangnya bencana kepadanya, karena ia
telah mengaku-aku memiliki sifat Allah dan menandingi-Nya dalam kesombongan dan
keagungan. Inilah bencana paling besar, kehinaan dan peringatan yang paling
keras.
Diriwayatkan bahwa ketika Allah
memperlihatkan kerajaan langit dan bumi kepada Nabi Ibrahim a.s., beliau
mendatangi seorang lelaki yang sedang melakukan maksiat terhadap Allah. Nabi
Ibrahim pun mendoakan agar orang itu celaka hingga orang itu pun akhirnya
binasa. Ibrahim lalu mendoakan orang lain yang berbuat sama dengannya, maka
semuanya pun binasa.
Allah lalu berfirman kepada Nabi Ibrahim,
“Wahai Ibrahim, engkau adalah orang yang doanya selalu dikabulkan. Jangan kau
doakan celaka hamba-hamba-Ku karena diri-Ku, mereka akan terbagi ke dalam tiga
keadaan:
1. Seorang hamba dari mereka bertobat kepada-Ku dan Aku pun menerima
tobatnya;
2. Kukeluarkan darinya nyawa yang bertasbih kepada-Ku; atau
3. Kubangkitkan
dia dan Kuhadapkan kepada-Ku. Jika Aku mau, Aku akan memberinya ampunan. Jika
Aku berkehendak, Aku akan menghukumnya.”
Ada yang mengatakan bahwa inilah sebab
mengapa Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya, yaitu karena
Allah begitu menyayangi hamba-hamba-Nya, seperti Ibrahim menyayangi anaknya.
Kesimpulannya, mukasyafah itu adalah nikmat Allah SWT atas seorang murid. Cara
mensyukurinya adalah dengan menutupi aib hamba atau memaafkannya.”
Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam,
dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
Posting Komentar