Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. dari masjid Al Haram yang
terletak di kota Makkah ke masjid Al Aqsha yang terletak di Palestina. Sedang
mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. dari masjid Al Aqsha yang terletak
di planet bumi menuju Mustawan, melalui tujuh planet atau dengan kata lain,
mi’raj adalah perjalanan inter planet. Jadi “isra’” dan “mi’raj” adalah dua
peristiwa yang disebutkan oleh Al Qur’an dalam dua surat yang berbeda.
Isra’
disebutkan dalam surat Isra’ ayat 1:
بِسْــمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ .
سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْـرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْــجِدِ الْحَرَامِ
إِلَى الْمَسْـجِدِ الأَقْصى الَّــذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ
آيَاتِنَا ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ .
“Dengan nama Allah Yang Maha Luas belas-Nya lagi Maha Kekal kecitaan-Nya.
Maha Suci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muham-mad) pada waktu sebagian
dari malam hari dari masjid Al Haram ke masjid Al Aqsha yang telah Kami beri
berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat”.
Peristiwa mi’raj disebutkan dalam surat An Najmu ayat 13 - 18:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا
جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ
وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّــــــهِ الْكُبْرَى .
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang
asli) pada waktu yang lain. (Yaitu) di Sidratil Muhtaha. Di dekatnya ada sorga
tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”.
Hal ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa manusia selaku makhluk sosial
harus mengadakan hubungan atau komunikasi yang baik dengan sesama makhluk Allah
di muka bumi; sedang sebagai hamba Allah, manusia wajib melakukan hubungan yang
baik dengan Allah SWT yang telah menciptakannya dan telah menganugerahinya
berbagai macam kenikmatan yang diperlukannya selama hidupnya di dunia.
Hubungan
baik dengan sesama makhluk dan dengan Sang Pencipta akan membawa ketenangan dan
ketenteraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup yang sejati,
baik di dunia maupun di akhirat.
Penulis berasal dari Pondok Pesantren Salatifay Syafi’iyah Nurul Huda
Posting Komentar