Menurut Imam Al-Ghazali, bagi orang yang sudah sangat
mendalam pengetahuan makrifatnya dan sudah menyingkap rahasia kekuasaan Allah
walaupun hanya sedikit, maka hatinya akan diliputi perasaan bahagia yang tak
terhingga. Karena begitu bahagianya, dia akan menemukan dirinya seolah-olah
terbang. Dia juga akan terheran-heran dan takjub menyaksikan keadaan dirinya.
Ini termasuk hal-hal yang tak dapat dipersepsi kecuali dengan cita rasa
(dzawq).
Bahkan, kadang cerita-cerita sufi pun tak banyak membantu.
Semuanya tak dapat dilukiskan oleh kata-kata. Ini juga membuktikan bahwa
makrifat kepada Allah merupakan puncak dari segala kenikmatan. Tak ada
kenikmatan lain yang dapat mengalahkannya.
Abu Sulaiman Ad-Darani pernah mengatakan, “Allah memiliki
beberapa orang hamba, mereka menyibukkan diri dengan ibadah kepada Allah, bukan
karena takut neraka atau berharap surga. Lalu, bagaimana mungkin mereka
disibukkan oleh dunia dan meninggalkan Allah?”
Maka, wajar saja jika ada seorang murid dari Ma’ruf
Al-Karkhi bertanya kepada gurunya, “Apa yang membuatmu beribadah dan
meninggalkan pergaulan dengan manusia yang lain?”
Sejenak Ma’ruf Al-Karkhi terdiam. Lalu menjawab, “Aku ingat
mati.”
“Ingat apanya?” tanya muridnya lagi.
“Aku ingat kuburan dan barzakhnya,” jawab Al-Karkhi.
“Ingat kuburan? Bagian yang mana?” tanya murid itu lagi.
“Rasa takut pada neraka dan berharap surga,” jawab
Al-Karkhi.
“Bagaimana bisa begitu?”
“Sesungguhnya dua malaikat ini ada dalam kekuasaan-Nya. Jika
engkau mencintai-Nya, maka engkau akan melupakan itu semua. Jika engkau
mengenal-Nya, maka cukuplah itu semua!”
Ma’ruf Al-Karkhi mengingatkan kita bahwa perasaan takut dan
berharap masuk surga adalah harapan rendah bagi orang yang beribadah. Sebab,
orang yang benar-benar beribadah kepada Allah dan mengharap perjumpaan
dengan-Nya, pasti merindukan-Nya dengan penuh cinta, dan pasti akan melupakan
segalanya. Dia hanya berharap memandang wajah-Nya. Dalam sebuah kisah
disebutkan bahwa Nabi Isya a.s. bersabda, “Jika engkau melihat seorang pemuda
mencari Tuhannya, maka sungguh dia akan lupa segala-galanya!”
Ali Ibnu Al-Muwaffaq mengatakan, “Aku bermimpi seolah-olah
masuk surga. Aku melihat seorang lelaki duduk menghadap sebuah hidangan. Dua
malaikat duduk di kanan-kirinya menyapinya makanan yang serba lezat. Dia
sendiri tampak begitu menikmatinya. Aku juga melihat seorang lelaki berdiri di
pintu surga sedang mengawasi wajah-wajah manusia. Sebagian dipersilahkan masuk
dan sebagian lagi ditolak. Aku melewati dua orang lelaki itu menuju Hadirat-Nya
yang suci. Kemudian, di tenda Arsy aku melihat seorang lelaki lagi, matanya
terbuka dan tak berkedip, memandangi Allah SWT. Lalu, aku bertanya kepada
Malaikat Ridwan, “Siapakah orang ini?” Lalu dia menjawab, “Dia adalah Makruf
Al-Karkhi. Dia hamba Allah yang tidak takut neraka dan tidak rindu surga tetapi
cinta kepada Allah SWT. Maka, dia diizinkan memandangi-Nya hingga Hari Kiamat.
Dia menambahkan dua lainnya adalah Bisyr Al-Harits dan Ahmad Bin Hanbal.”
Abu Sulaiman berkata, “Siapa saja yang hari ini sibuk dengan
dirinya sendiri, maka besok dia juga akan sibuk dengan dirinya sendiri. Siapa
saja yang hari ini sibuk dengan Tuhannya, maka besok dia akan sibuk dengan
Tuhannya.”
Sofyan Ats-Tsauri suatu ketika bertanya kepada Rabi’ah Al-Adhawiyah,
“Apa hakikat imanmu?” Lalu dia menjawab, “Aku tidak menyembah-Nya karena takut
neraka atau berharap surga. Aku tidak seperti buruh yang jahat—jika dibayar
bahagia, jika tak dibayar bersedih—Aku menyembah-Nya semata-mata karena cinta
dan rindu kepada-Nya.”
Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa al-Syawq wa
al-Uns wa al-Ridha
Posting Komentar