Firman Allah SWT menceritakan kejadian Sulaiman as, “Maka berkatalah
Sulaiman (as) : siapakah diantara kalian yang dapat membawakan Singgasananya
(Singgasana Ratu Balqis) kehadapanku sebelum mereka datang menyerahkan diri?,
maka berkatalah seorang Ifrit dari golongan Jin: Aku akan membawakannya padamu
sebelum kau berdiri dari kursimu!, sungguh aku memiliki kekuatan dan dapat
dipercaya!, Maka berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari kitabullah : Aku
akan membawakannya padamu (singgasana Ratu Balqis) sebelum engkau mengedipkan
matamu, maka ketika Sulaiman (as) melihat singgasana itu dalam sekejap sudah
tegak dihadapannya…” (QS Annaml 39-41)
Disini jika kita ringkaskan saja, maka tidak mustahil seorang wali Allah
berkata aku mampu berbuat ini dan itu, aku mampu menghidupkan yang mati, aku
mampu memindahkan singgasana itu sebelum kau kedipkan matamu!, atau ucapan
ucapan yang didasari kekuatan ilahiah, dan yang mengingkari hal ini maka Allah SWT
telah menyiapkan jawabannya sebelum mereka bertanya dan mengingkari, sebagaimana
firman Allah SWT di atas, membuktikan bahwa ucapan itu bukan ucapan sombong,
tapi justru merupakan tanda kebesaran Allah SWT.
Firman Allah SWT di atas ini jelas bukan tercantum pada Taurat, Zabur, Injil
atau shuhuf para nabi terdahulu, padahal kejadiannya adalah pada ummat
terdahulu, namun tercantum pada Alqur’an, agar Ummat Muhammad SAW memahami
bahwa jika muncul hal-hal seperti ini pada masa mereka maka hal itu bukan hal yang
aneh, namun hal biasa yang sudah terjadi pada ummat ummat terdahulu, justru yang
mengingkari hal seperti ini kufur hukumnya karena ia mengingkari Alqur’an.
Firman Allah SWT menceritakan kejadian Musa dan Khidir as dalam surat Al
Kahfi:
Maka ia (Musa as) menemukan hamba dari hamba hamba hamba Kami yang kami beri
padanya Rahmat dari sisi kami dan kami mengajarinya dengan ilmu dari sisi kami
(Ladunniy) (65),
maka berkata padanya Musa : Bolehkah aku mengikutimu agar kau ajarkan dari
kemuliaan kemuliaan yang diajarkan padamu? (66),
ia (Khidir as) menjawab : engkau tak akan mampu bersabar bersamaku (67),
dan bagaimana pula kau bisa bersabar pada apa apa yang kau belum dikabarkan?
(68),
(Musa menjawab) engkau akan menyaksikan Insya Allah aku merupakan orang yang
bersabar dan aku tak akan mengingkari urusanmu (69),
berkatalah ia (khidir as) : Jika kau mengikutiku janganlah kau bertanya apapun
sampai aku sendiri yang mengabarkannya padamu (70),
maka mereka pun berlalu, hingga menumpang disebuah kapal dan ia (khidir as)
menenggelamkannya, berkatalah (musa as) apakah kau merusak dan
menenggelamkannya untuk mencelakakan pemiliknya, sungguh kau telah berbuat
kejahatan! (71),
maka berkatalah ia (Khidir as) bukankah telah kukatakan bahwa engkau sungguh
tak akan bersabar bersamaku? (72),
maka ia (Musa as) berkata : Jangan kau perdulikan kelupaanku, dan jangan
menyulitkanmu persahabatanku dengan mu (maafkan apa yang kuperbuat) (73),
maka mereka berlalu hingga menjumpai seorang anak, lalu ia (Khidir as)
membunuhnya, maka Musa berkata: Apakah kau membunuh manusia suci tanpa sebab yang
benar..??, sungguh kau telah berbuat kejahatan!! (74),
maka berkatalah ia (Khidir as) bukankah telah kukatakan bahwa engkau sungguh
tak akan bersabar bersamaku? (75),
(Musa as berkata) Jika aku bertanya lagi tentang sesuatu maka jangan kau jalan
bersamaku, karena aku telah berulang ulang berbuat kesalahan (76),
maka mereka berlalu hingga mereka mengunjungi sebuah perkampungan, dan mereka
minta makan dan penduduk tak mau menjamu mereka, maka keduanya menemui sebuah
tembok yang hampir roboh, maka ia (Khidir as) menegakkannya, maka ia berkata
(Musa as) jika kau mau bisa saja kau membayar tukang untuk melakukannya (77),
berkatalah ia (khidir as) Inilah perpisahanku denganmu, akan kukabarkan
padamu makna makna yang kau tak dapat bersabar atasnya (78),
mengenai kapal itu, adalah milik orang miskin yang bekerja dilautan dan aku
sengaja merusaknya, karena dihadapan mereka ada penguasa yang akan merampas
semua kapal kapal, (aku menenggelamkannya agar ka[al mereka selamat dan dapat
diperbaiki dan barang barang dan hartanya selamat) (79),
mengenai anak yang kubunuh maka kedua ayah ibunya adalah orang mukmin, dan kami
tak ingin ia hidup menjadi penjahat dan kufur (Sebagaimana riwayat Shahih
Muslim bahwa anak itu akan tumbuh menjadi kafir dan kami menyayangi kedua orang
tuanya dan tak mau mengecewakan keduanya) (80),
maka Allah ingin menggantikan untuk ayah ibunya yang lebih baik bagi mereka dan
suci (81),
mengenai Tembok maka milik dua anak yatim di kota dan dibawahnya terdapat harta
karun milik kedua ayah ibunya dan keduanya orang yang shalih, dan Allah
menginginkan agar mereka dewasa dan mengeluarkan harta itu untuk mereka kelak,
inilah rahmat dan kasih sayang pada mereka dari Tuhanmu, dan aku tidak
memperbuat itu dari keinginan pribadiku, itulah makna dari apa apa yang kau tak
bisa bersabar darinya (82).
Jelaslah sudah bahwa Allah SWT bisa menguasakan kepada hamba hamba Nya beberapa
hal yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan syariah, hal ini dimunculkan
oleh Allah SWT bahwa itu bukan berupa kegilaan, tapi justru kehendak Allah SWT
dan mengandung hikmah yang mendalam, dimana Allah SWT mengajari Musa as bahwa
tak bisa logika menjadi acuan atas segala hal, banyak hal gaib yang
kelihatannya adalah kemungkaran namun justru merupakan Samudra kelembutan Allah
SWT.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar