Ketika
Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah jumat, tiba tiba ditengah
khutbahnya ia berseru dengan kerasnya : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas
gunung.. keatas gunung..!, maka kagetlah para sahabat lainnya, kenapa Khalifah
berkata demikian?, apa maksudnya?, sebulan kemudian kembalilah Sariah bin
Hashiin dari peperangan bersama pasukan sahabat lainnya, mereka bercerita saat
mereka terdesak dalam peperangan mereka mendengar suara Umar bin Khattab ra yang
tak terlihat wujudnya, teriakan itu adalah : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas
gunung.. keatas gunung..!, maka kami naik keatas gunung dan berkat itu kami
memenangkan peperangan (Durrul muntatsirah fil ahaditsil Masyhurah oleh Al
Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al Ishabah Juz 3
hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553).
Riwayat lain
Ketika dua orang sahabat di malam yang gelap keluar dari menghadap Rasul SAW,
maka terlihatlah dua cahaya menerangi mereka, cahaya itu terus mengikuti mereka
hingga mereka berpisah maka dua cahaya itupun berpisah, sampai mereka masuk
kerumahnya masing masing (Shahih Bukhari Bab Manaqib)
Ketika salah seorang sahabat membaca surat Alkahfi disuatu malam maka ia
melihat keledainya melarikan diri, maka ketika ia selesai shalat ia melihat
kabut yang menyelimuti sekitar, maka keesokan harinya ia menceritakannya pada
Rasul, maka Rasul SAW berkata : Bacalah terus wahai fulan, sungguh itu
adalah ketenangan yang turun sebab Alqur’an (Shahih Bukhari Bab Alamat Nubuwwah
fil islam)
Riwayat lain
ketika Abubakar shiddiq diberkahi makanan untuk tamu-tamunya dirumahnya, hingga
tamu tamunya menyaksikan bahwa setiap mereka memakan makanan itu namun makanan
itu tidak berkurang (Shahih Bukhari Bab Samar Ma’addhaif)
Rasul SAW bersabda, “Wahai Umar, tiadalah syaitan berpapasan denganmu
di suatu jalan kecuali ia akan menghindar mencari jalan yang bukan jalanmu” (Shahih
Bukhari Bab Manaqib Umar bin Khattab ra), berkata Al Hafidh Imam Ibn Hajar Al
Asqalaniy bahwa dalam hadits ini terkandung makna bahwa Ma’shum adalah hal yang
wajib bagi para Nabi, namun merupakan hal yang bisa saja terjadi (tidak
mustahil) bagi selain Nabi (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Manaqib
Umar)
Riwayat lainnya sabda Rasulullah SAW;
Tiadalah bayi yang dapat berbicara terkecuali tiga,
Pertama, Isa bin Maryam (as),
Kedua, Di Bani Israil seorang lelaki bernama Jureij, ketika
sedang shalat datanglah ibunya memanggilnya, seraya berkata dalam hatinya :
Apakah aku menjawabnya atau meneruskan shalat?,
Maka Ibundanya marah dan berdoa
: Wahai Allah jangan kau matikan ia hingga kau perlihatkan padanya wajah
pelacur,
Maka suatu ketika Jureij di tempat khalwatnya dan datanglah padanya
seorang wanita mengajaknya berzina, maka ia menolak. Lalu pelacur itu
mendatangi seorang penggembala dan kemudian berzina dengannya, maka wanita
itupun hamil dan melahirkan bayi lelaki, maka wanita itu berkata ini adalah
dari perbuatan Jureij..!,
Maka penduduk marah dan menghancurkan rumah
ibadahnya, menyeretnya dan mencacinya, maka ia berwudhu dan shalat, dan
mendatangi bayi itu dan berkata, Siapa ayahmu..?!
Bayi itu berkata,
Ayahku adalah Penggembala, maka mereka berkata, Kami akan membangun rumah
ibadahmu dari emas, maka ia berkata, tidak.., cukup dari tanah!.
Yang ketiga adalah ketika seorang wanita menyusui anaknya dari Bani Israil,
maka lewatlah seorang pria berwibawa dan penguasa, maka ibu itu berkata: Wahai
Allah jadikan anakku sepertinya!
Maka anak itu melepaskan susu ibunya dan
menjawab: Wahai Allah jangan jadikan aku sepertinya!, lalu ia kembali menyusu,
dan berkata Abu Hurairah: seakan- akan aku melihat pada Nabi SAW yang menghisap
jarinya (mempercontohkan hikayat),
Lalu lewatlah seorang Budak, dan ibunya pun
berkata: Wahai Allah jangan jadikan anakku sepertinya!,
Maka Bayinya
melepaskan susunya dan berkata: Wahai Allah jadikanlah aku sepertinya!
(berkata ibunya) Mengapa begitu?
Bayinya berkata: Orang pertama adalah penguasa
bengis, dan Budak itu adalah dituduh pencuri, pezina, dan ia tak melakukannya”
(Shahih Bukhari Bab Ahaditsul Anbiya).
Riwayat
hadits ibu yang menyusui bayi dia tas menunjukkan bolehnya Allah memberikan
karomah pada wali sejak ia masih bayi, sudah dapat tahu takdir orang, tahu
siapa orang itu sebenarnya, dan mengetahui hal yang ghaib, maka jika ada habaib
masa lalu yang dikatakan sudah keramat danjadi wali Allah sejak bayinya,
semacam Imam Abu Bakar bin Salim Fakhrul wujud dan lainnya, maka telah jelas
diriwayatkan dalam shahih Bukhari mengenai dalilnya.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar