قال
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا
سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
(صحيح
البخاري)
Sabda
Rasulullah SAW, “Allah menyayangi orang yang pemaaf
dalam jual dan beli, dan pemaaf pada utang piutangnya” (Shahih Bukhari) .
Kalau ia membeli,
tidak terlalu sangat banyak menawar, kalau ia menjual tidak terlalu banyak
mengambil untung dan tidak menipu pembelinya. “..wa izaaqtadha” dan ketika
mereka saling melunasi hutang piutang. Ketika mereka mempunyai hutang
kepada orang lain dengan sifat baiknya, ia datangi orang yang ia pinjam uangnya
dan ia kembalikan dengan baik , dengan sopan dan dengan mulia. Atau sebaliknya
jika ia orang lain berhutang padanya maka ia meminta atau menagihnya dengan
sopan dan baik.
Orang – orang yang seperti ini dicintai oleh Allah, disayangi
Allah. Allah berfirman “wailullilmuthaffifiin; alladzina idzaktaaluu
a’lannasi yastawfuun; waidza kaaluuhum awwazanuuhum yukhsiruun; ala yadhunnu
ulaaika annahummab’utsun; liyawmin a’dhim; yaumayaquumunnaasu lirabbil a’lamin”
(QS. Al Muthaffifiin : 1-5). Allah Swt berfirman : Celakalah
orang yang berbuat dhalim dalam timbangan perdagangannya (Qs.
Al-Muthaffifiin : 1). Kalau mereka yang belanja, mereka meminta
timbangan itu seadil – adilnya, jangan sampai ada berat yang sampai mendhalimi.
Jika mereka sendiri yang menjual maka mereka mengurangi timbangannya (Qs.
Al-Muthaffifiin : 2), celakalah mereka, kata Allah Swt. Apakah mereka
tidak mengira bahwa kelak akan berdiri di satu hari yang sangat dahsyat (Qs.
Al-Muthaffifiin : 4-5). Hari yang sangat agung, hari dimana Allah Swt
menjadikan manusia itu berdiri satu persatu menghadap-Nya, disaat itu
betapa meruginya para pedagang yang berbuat dhalim. Kalau mendhalimi timbangan
saja seperti itu, bagaimana mendhalimi penjual dengan penipuan.
Rasul SAW menuntun kita kepada seindah – indah tuntunan,
kepada semulia – mulia bimbingan dan inilah bimbingan Nabi kita Muhammad SAW.
Dan Rasul SAW sebaik – baik orang yang beramal. Ketika beliau SAW meminjam
kepada orang lain, mestilah beliau SAW sendiri yang mengembalikannya atau
dengan sebaik – baik cara. Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, bagaimana Rasul
SAW meminjam uang kepada seorang yahudi (seorang yang diluar Islam) maka orang
yahudi itu, padahal sudah tahu bahwa Rasulullah SAW itu adalah orang yang
amanah masih meminta jaminan dan Rasulullah SAW memberikan jaminan baju
besinya. Untuk apa uang itu, untuk menjamu tamunya. Demikian indahnya budi
pekerti Sayyidina Muhammad SAW.
Dan beliau SAW adalah yang paling sempurna akhlaknya.
Sehingga diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika beliau SAW berjalan
menemukan sebutir kurma yang terjatuh di tanah, seraya mengambilnya dan berkata
“lawla antakuna shadaqah la..” kalau bukan takut karena ini kurma shadaqah
(karena shadaqah tidak boleh dimakan oleh Rasul SAW, namun boleh oleh muslimin
lainnya) aku akan memakannya, kata Sang Nabi SAW. Dari menghargai rezki
yang ada di muka bumi yang asal muasalnya dari Allah. Ini hukumnya luqatah
(barang temuan yang tidak berharga). Jadi kalau kita menemukan barang yang
tidak ada harganya boleh diambil, tapi kalau barang yang berharga tidak boleh
diambil dan waktu penantiannya adalah 1 tahun kalau barang itu barang berharga.
Diambil, dipegang saja, dicari orang yang memilikinya atau diumumkan selama 1
tahun. Kalau 1 tahun tidak datang juga pemiliknya, boleh dipakai tapi kalau
pemiliknya datang harus dikembalikan atau diganti dengan uang. Demikian hadirin
– hadirat, barang temuan.
Demikian Sang Nabi SAW bersabda diriwayatkan didalam Shahih
Bukhari. Rasul SAW bersabda “akan datang satu masa kepada manusia ini dimana
ia tidak perduli lagi apa – apa yang masuk kepadanya, Apakah dari hal yang
halal atau dari hal yang haram”. Ia sudah tidak mau lagi bedakan, mana itu
halal mana itu haram. Akan datang masa itu, kata Nabi SAW. Dan masa itu telah
datang kepada kita.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika bagaimana
indahnya Sang Nabi SAW memberikan tarbiyah kepada para sahabat dengan seindah –
indahnya tuntunan. Abdullah bin Amr bin Ash alaihimaa ridhwanallah, sampai
kabar kepada Sang Nabi SAW bahwa Abdullah bin Amr bin Ash ini sepanjang malam
shalat malam sambil membaca Alqur’an. Siang hari puasa, tiap hari ia lakukan seperti
itu. Maka Rasul SAW memanggilnya “apakah engkau betul (shalat sepanjang
malam) di malam hari berapa banyak kau membaca Alqur’an?” ia berkata “aku
khatam Alqur’an setiap malamnya, wahai Rasulullah”. “Lalu siang hari?”, “siang
hari aku puasa setiap harinya wahai Rasulullah”. Rasul SAW berkata “jangan
kau perbuat!, bacalah Alqur’an 1 bulan sekali khatam (1 hari = 1 juz)” itu
yang terbaik dan yang sunnah untuk kita.
Orang – orang yang mempunyai
kesibukkan dan lainnya disunnahkan untuk membaca 1 juz 1 hari bila mampu. Rasul
SAW mengajarinya, 1 bulan 1X khatam dan berpuasalah 3 hari setiap bulannya.
Maka Abdullah bin Amr bin Ash berkata “Wahai Rasulullah, aku mampu lebih
dari itu wahai Rasulullah”. Maka Rasul SAW terlihat wajahnya berubah, sudah
diberi saran malah didebat saran Sang Nabi SAW. Maka Rasul SAW berkata “kalau
begitu 1 minggu 3 hari puasanya”, ia menjawab “ya Rasulllah aku bisa
lebih dari itu”. Terus ia meminta dan meminta, sampai akhirnya Rasul SAW
berkata “kalau begitu 1 hari puasa 1 hari tidak, yaitu puasa Nabi Daud as,
dan tidak ada yang lebih dari itu”. Maksudanya Rasul SAW tidak memberi izin
untuk puasa lebih dari puasa Nabiyullah Daud as yaitu sehari puasa sehari tidak
puasa, besoknya puasa besoknya tidak puasa. Itu sudah puasa yang terbanyak bagi
umat Nabi Muhammad SAW.
Sampai tak lama kemudian Rasul SAW wafat dan sampai
khilafah dan sampai Abdullah bin Amr bin Ash meriwayatkan hadits ini jauh
setelah wafatnya Sang Nabi SAW. Ia berkata “coba kalau aku terima saran Sang
Nabi SAW itu dari awal, jangan sampai tidak, apa artinya ibadahku yang
sedemikian banyak kalau seandainya ibadahku itu menyinggung perasaan Rasulullah
SAW”. Coba kalau dari awal aku terima saran Sang Nabi SAW sehingga Sang
Nabi SAW gembira kepadaku, sehingga Sang Nabi SAW menyayangiku karena menerima
wasiatnya SAW, coba itu maka jauh lebih berharga daripada ibadahku, yang ibadah
– ibadah sunnahnya SAW. Walau ia berjuang dengan puasa Nabiyullah Daud nya atau
berjuang dengan amalan ibadah lainnya, belum tentu ia menemukan kesempatan
menggembirakan hati Sang Nabi Muhammad SAW.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar