Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » , » Etika Berpuasa Ramadhan (1)

Etika Berpuasa Ramadhan (1)

Puasa adalah rukun Islam keempat setelah dua syahadat, salat dan zakat. Walau menempati urutan nomor dua terakhir, puasa memiliki keistimewaan. Di antara keistimewaan ini ialah ujian kesabaran. Walaupun merasa begitu lapar, makanan tersedia, dan tidak ada orang yang melihat, kita tetap sabar dan bertahan. Dari sinilah Nabi SAW bersabda, "Puasa itu separuh kesabaran." 

Sementara itu, Al-Quran menegaskan bahwa orang-orang yang bersabar akan diganjar dengan balasan tanpa batas."



Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman mengenai orang-orang yang berpuasa, "Dia meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena Aku. Maka puasa adalah milikKu dan Aku yang langsung memberikan pahalanya."


Sungguh betapa mulianya orang yang berpuasa. Betapa sempurna kehambaan dan kepatuhannya kepada Allah. Betapa tidak, dia bertahan untuk tidak mendekati suami atau istrinya guna memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak juga makan dan minum yang merupakan hajat hidupnya. Semua ini dilakukan karena Allah semata.



Tidak hanya itu. Dalam sebuah hadits yang lain, Rasul menyebut puasa sebagai amal kepasturan yang disisakan dalam Islam. Praktek kepasturan ialah tradisi untuk menyiksa diri, dengan tidak menyalurkan hasrat dan kebutuhan manusiawi. Misalnya, tidak makan, tidak minum, dan tidak menikah. Islam telah membatalkan tradisi kepasturan secara permanen. Nabi, misalnya, mengecam orang yang tidak menikah, padahal dia mampu untuk itu.


Namun, Islam masih mensyariatkan dua amal yang di dalamnya terdapat unsur kepasturan, yaitu puasa dan haji. Haji disebut-sebut sebagai amal kepasturan karena selama berhaji orang dilarang menikah dan berhubungan intim. Ia juga dilarang memakai wewangian, bercukur, mencabut bulu, ataupun melakukan halhal yang menyebabkan rontoknya bulu dari tubuh.

Adapun puasa, ia sangat jelas sisi kepasturannya. Orang yang berpuasa akan menahan diri dari makan, minum dan hasrat seksualnya, hal-hal yang menjadi kebutuhan dirinya. Dengan berpuasa, orang tidak mematikan nafsunya, namun hanya mengendalikannya untuk sementara waktu. Puasa ala Islam memang didisain oleh Allah untuk tidak menghilangkan kemanusiaan kita, untuk tidak membuat kita binasa, dan tidak pula untuk memaksa kita berbuat di luar kemampuan.

Sekalipun demikian, puasa tetap saja amal yang tidak mudah karena dia merupakan usaha melawan hasrat dan nafsu, serta bertentangan dengan kebutuhan kita. Karena tidak mudah, maka jelaslah bahwa pahala yang dijanjikan sangat besar, karena setiap pahala diberikan menurut kadar jerih-payah yang ditempuh seseorang.



Sumber : Majalah Cahaya Nabawiy
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger