Allah memberi kita karunia akal dan
nalar yang bebas. Dengan akal dan nalar kita bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk dan dengan akal dan nalar tersebut kita mempunyai kemampuan
untuk menganalisa dan menentukan pilihan dalam perkara dunia.
Selain itu banyak petunjuk agama
yang mengajarkan kepada manusia bagaimana menentukan perkara apakah itu baik
atau buruk. Rasulullah SAW bersabda:
“الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ
الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ
وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ”
Kebaikan adalah apa yang membuat hati
tenang dan mejadikan nafsu tenang, keburukan adalah apa yang membuat hati
gelisah dan menimbulkan keraguan” (HR Ahmad dll.)
Dalam masalah jodoh, Rasulullah SAW bersabda
“تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ”
Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena
hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang mempunyai
agama niscaya kamu beruntung” (HR Muslim dll).
Kedua hadist tersebut menunjukkan bahwa memilih adalah
pekerjaan manusia. Agama memberikan petunjuk rambu-rambu untuk memilih dengan
baik.
Rasulullah SAW juga mencontohkan dalam sebuah hadist
“مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا اخْتَارَ
أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ
النَّاسِ مِنْهُ”
Rasulullah SAW ketika dihadapkan dua pilihan, beliau
selalu memilih yang termudah selama itu tidak mengandung dosa, apabila itu
mengandung dosa maka beliau menjauhinya” (HR Muslim dll).
Beliau pun ketika
memilih sesuatu menggunakan analisa dan nalar beliau, namun selalu mengutamakan
yang mudah. Begitu juga ketika seorang hamba dihadapkan
kepada dua pilihan yang sulit dan kemudian dia melaksanakan shalat istikharah
sesuai ajaran Rasulullah, tidak berarti ia lantas menyuruh Allah memilihkan
pilihannya dan ia hanya cukup berdoa saja dan menunggu petunjuk dan berpangku
tangan. Itu adalah anggapan yang kurang tepat.
Ilustrasinya sebagai berikut: ketika kita seorang mahasiswa
atau murid memasuki ruang ujian biasanya kita selalu berdoa agar bisa
mengerjakan dengan baik dan memilih jawaban dengan tepat. Apakah mengerjakan
ujian dan memilih jawaban tersebut cukup dengan doa tadi?
Tentu tidak. Jawaban
ujian dan memilih jawaban ujian hanya bisa dilakukan melalui belajar
sebelumnya, sedangkan fungsi dia adalah agar ketika mengerjakan ujian dan
memilih jawaban tersebut kita diberi kekuatan dan kemampuan sehingga bisa
mengerjakan dengan tepat. Begitu juga sholat istikharah adalah doa agar dalam
kita memilih, kita diberikan kekuatan oleh Allah dan tidak salah pilih, namun
pekerjaan memilih itu sendiri harus kita lakukan dengan baik melalui analisa,
kajian, penyelidikan, musyawarah dll. Setelah proses tersebut kita matangkan,
maka dengan disertai doa yaitu shalat istikharah mudah-mudahan pilihan kita
tidak salah.
Yang lebih salah lagi, manakala pilihan itu
ternyata kurang sesuai dengan yang diharapkan, ia mulai menyalahkan
istikharahnya atau naudzubillah kalau sampai menyalahkan Tuhannya.
Pada masalah apa kita disunnahkan shalat
istikharah?
Sebenarnya shalat istikharah
disunnahkan ketika kita menghadapi pilihan perkara yang halal, seperti
pekerjaan, pernikahan, perdagangan dll. Itu yang seharusnya dilaksanakan oleh
seorang hamba. Rasulullah SAW bersabda
“من سعادة ابن آدم استخارته إلى الله ، ومن
شقاوة ابن آدم تركه استخارة الله”
Termasuk kemuliaan bani Adam adalah ia mau beristikharah kepada Allah, dan
termasuk kedurhakaannya adalah manakala ia tidak mau beristikharah kepada
Allah” (HR Hakim).
Dalam hadist shalat istikharah di
atas juga disebutkan “Rasulullah SAW mengajarkan istikharah kepada kami dalam
semua perkara”. Ini menunjukkan pentingnya istikharah dalam semua perkara yang
kita hadapi. Maka sebaiknya kita sering melaksanakan shalat ini manakala
menghadapi semua masalah dunia. Dan kurang tepat kiranya kalau kita
melaksanakan shalat istkhoroh hanya ketika hendak menikah.
Ibnu Hajar menuqil ungkapan Abu
Jumrah mengatakan bahwa shalat Istikharah tidak dilakukan untuk perkara wajib
dan sunnah. Begitu juga istikharah tidak dilakukan untuk memilih perkara makruh
dan haram. Kecuali apalagi terjadi dilema anatara dua perkara wajib atau
sunnah, misalnya seseorang yang mampu melaksanakan ibadah Haji, ia
beristikharah apakah berangkat tahun ini atau tahun depan.
Jawaban istikharah
Tidak ada dalil yang menunjukkan tanda-tanda
jawaban dari shalat istikharah. Ini memperkuat uraian di atas bahwa yang
memilih adalah kita, bukan Allah memilihkan kita, tetapi kita berdoa agar Allah
memberikan kekuatan kita dalam memilih.
Ulama besar Syafii, Iz bin Abdussalam mengatakan
setelah istikharah seorang hamba hendaknya mengambil keputusan yang diyakininya
dengan pasti. Ulama lain Kamaluddin Zamlakani mengatakan selesai shalat
istikharah hendaknya seseorang mengambil keputusan yang sesuai keyakinannya,
baik itu sesuai dengan bisikan hatinya atau tidak, karena kebaikan adalah pada
apa yang ia yakini, bukan dari apa yang cocok di hatinya. Bisikan hati kadang
dipengaruhi oleh perasaan subyektif dan tidak ada dalil yang menyatakan seperti
itu. Imam Qurtubi juga mengatakan hal yang sama dan menambahkan hendaknya
hatinya dibersihkan dari hal-hal yang mempengaruhinya. Ibnu Hajar juga
mengatakan bahwa sebaiknya tidak mengikuti kecenderungan hati karena biasanya
itu dipengaruhi oleh hal lain sebelum melaksanakan shalat istkharah.
Itu benar, misalnya seseorang yang sudah
dirundung rasa cinta mendalam terhadap seseorang, mana mungkin ketika dia
istikharah akan mendapatkan jawaban untuk tidak memilihnya.
Setelah memilih dengan analisa dan
pertimbangannya yang matang, hendaknya juga diikuti sikap tawakkal, bahwa itu
mudah-mudahan pilihan yang tepat dan mudah-mudahan Allah akan memudahkan
semuanya.
Banyak orang menanti jawaban istikharah melalui
mimpi, atau melalui membuka Quran secara acak lalu mencoba mencari jawabannya
melalui ayat yang tak sengaja terbuka, atau dengan butiran-butiran tasbih dan
lain-lain. Itu semua tidak mempunyai landasan dalil dan hadist.
Disusun oleh Ustadz
Muhammad Niam
Posting Komentar