“ Tidakkah kalian mendengar suara tangisku ”, kata Rasul SAW
tentunya para sahabat mendengar. Maka Rasul SAW berkata Allah itu tidak akan
marah kalau seandainya kita mengalirkan air mata kesedihan atau hati kita
bersedih atas saudara kita yang wafat, tidak akan murka Allah, namanya kekasih
di tinggal oleh orang yang dicintainya, anaknya kah, suaminya kah, temannya
kah, tentunya ia menangis dan sedih, maka Allah tidak akan murka akan hal itu
tetapi Allah bisa murka karena ini ( seraya menunjuk ke lidah beliau) atau
mengasihani dan melimpahkan kasih sayang sebab lidah. Maksudnya apa?
Allah SWT
bisa murka karena ucapan kita, Allah juga bisa menyayangi kita karena ucapan
kita , demikian pula jenazah, akan menyulitkannya kalau keluarganya terus tidak
menerima takdir kematiannya ( misalnya berkata : aku tidak rela saudaraku ini
mati, kenapa takdir begini, kenapa Allah tidak adil ) hal itu akan memberatkan
jenazah, karena Allah akan menuntutnya, engkau tidak mengajari saudara, kerabat
dan keluargamu tentang kesabaran? Dan sebaliknya Allah bisa mengasihi jenazah
kalau di doakan oleh keluarganya dan kerabatnya .
أَلَا
تَسْمَعُوْنَ إِنَّ اللهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ اْلعَيْنِ وَلَابِحُزْنِ
اْلقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذّبُ بِهَذَا فَأشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يرْحَمُ
Ingatlah ucapan ini, hati-hatilah Allah itu bisa murka atau melimpahkan
kasih sayang karena ucapan lidah kita. Jadi, kelanjutannya adalah memperbanyak
doa menambah kasih sayang Allah kepada kita, memperbanyak zikir menambah kasih
sayang Allah kepada kita, oleh sebab itu berkumpul untuk mendoakan jenazah dan
lain sebagainya sudah jelas hadits ini bisa di angkat sebagai dalil, bahwa
orang yang di dalam kubur sungguh mendapat kasih sayang sebab lisan, ucapan
zikir seperti tahlil dan lain sebagainya, dan tentunya di dalam seluruh mazhab
telah berittifaq semua amal pahala yang dikirimkan kepada yang wafat sampai
kepada yang wafat.
Dan yang disebut putus amalnya adalah amalnya dia karena dia
tidak bisa beramal lagi kecuali tiga hal saja yaitu shadaqah jariyah, anak
shalih yang mendoakannya dan ilmu yang bermanfaat, selain itu tidak ada lagi
dia bisa beramal, namun amal orang lain yang dikirimkan tentunya hal itu sampai
dan hal itu sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW sebelum semua orang
melakukannya, bahkan Rasulullah SAW mengirimkan pahala untuk semua yang hidup
dan yang wafat . Diriwayatkan dalam Shahih Muslim saat Rasulullah SAW
menyembelih kurban seraya berkata :
اَللَّهُمَّ
فَتَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّد وَمِنْ آلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“ Wahai Allah terimalah kurban ini dari Muhammad, dari keluarga
Muhammad dan dari seluruh ummat Muhammad “
Sembelihan untuk seluruh ummat beliau yang masih hidup,yang sudah wafat atau
yang belum lahir di masa itu kebagian dari pahala kurbannya Rasulullah SAW,
demikian hadits riwayat Shahih Muslim.
Lantas hadits yang tadi disebutkan:
إِنَّ
اْلمَيِّتَ لَيُعَذَّبَ بِبُكَاء أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“ Sesungguhnya mayyit itu di siksa karena tangisan keluarganya
atasnya”.
Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari mensyarahkan makna hadits ini,
menukil beberapa hadits shahih bahwa yang dimaksud adalah di masa itu
orang-orang yang akan wafat itu sudah berwasiat kalau aku wafat nanti tangisi,
ada kelompok penangis yang memang tugasnya menangisi mayyit, maksudnya kalau
seandainya orang-orang yang tidak baik maka tentunya banyak yang tidak
menangis, maka dibayarlah orang-orang untuk menangisi mayyit itu, ini yang
dimaksud dalam hadits tersebut.
Makna yang kedua adalah orang yang minta
ditangisi ketika ia wafat, nanti kalau aku wafat kalian harus menangisiku maka
hal ini yang di maksud oleh Al Imam Ibn Hajar. Yang ketiga, orang yang tidak
mengajari keluarganya untuk bersabar kalau seandainya ada kematian dari
keluarganya. Namun pendapat yang terkuat adalah yang pertama dan yang kedua,
dan yang ketiga ini bukan pendapat jumhur (jumhur : mayoritas) .
Pendapat
jumhur adalah dulu di masa jahiliyah ada orang yang sengaja membayar kelompok
tertentu untuk menangisi, hal itu yang membuat mayyit tersiksa disebabkan
perbuatan orang itu menangisi, tapi jika seseorang menangisi mayyit begitu saja
hal itu terjadi di masa Rasulullah SAW, demikian juga para shahabat besar
sebagaimana riwayat tadi Sa’ad bin Ubadah RA, namun karena Rasulullah
menjenguknya ia belum wafat, maka di saat itu Sa’ad Bin Ubadah sembuh dari
sakitnya dan tidak wafat.
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari ketika Sayyidina Jabir bin Abdillah RA
meriwayatkan ayahnya wafat , “ di saat ayahku wafat aku menangisi jenazah
ayahku yang wafat, dan orang-orang melarang aku, supaya jangan menangis keras,
tapi Rasullullah tidak melarangku “. Orang sedang menagis sedih mau
dilarang dihardik lagi, Rasul SAW adalah orang yang paling lembut, beliau diam.
Namun ketika datang Fathimah Ra (bibi Jabir bin Abdillah) maka ia menangisinya
(tidak melarang/menghardik), lihat (bagaimana) cara Rasul untuk mendiamkan
orang yang menangis , Rasul SAW tidak menghardik “keluar jangan tangisi
mayyit..!!” beliau tidak berkata begitu, tapi beliau berkata :
تَبْكِيْنَ
عَلَيْهِ أَوْلَا تَبْكِيْنَ مَا زَالَتِ اْلمَلاَئِكَةُ تَظِلُّهُ
بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوْهُ
“Engkau menangisi atau tidak menangisi jenazah ini, sungguh malaikat
tetap menaunginya sampai kalian mengangkat jenazahnya “.
Lihat cara Nabi SAW menenangkan orang yang sedang dalam kesedihan, ditenangkan,
maksudnya apa? Supaya berhenti tangisnya, supaya terhibur dari kesedihannya,
bukan dihardik. Demikianlah akhlak Nabi Muhammad SAW ketika Sayyidina Jabir
menangis, Rasul tidak melarang yang lain melarang sedangkan Rasul diam. Tapi
ketika bibinya datang dan menagis, maka Rasul menenangkan denagn ucapan ini :
تَبْكِيْنَ
عَلَيْهِ أَوْلَا تَبْكِيْنَ مَا زَالَتِ اْلمَلاَئِكَةُ تَظِلُّهُ
بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوْهُ
Demikian indahnya cara dan metode yang sangat luhur dan sempurna dari budi
pekerti Rasulullah SAW.
Habib Munzir Al Musawwa
Posting Komentar