Ini juga
menunjukkan betapa bodohnya orang tersebut. Kalau dia menceritakan suatu
kecacatan (kejelekan) dari orang lain maka hal ini akan sangat berbahaya dan
merupakan dosa besar. Kita tidak boleh menceritakan kejelekan orang lain karena
itu merupakan rahasia Allah swt. Oleh karena itu kalau kita ingin menasehati
teman kita yang melakukan maksiat kita harus menasehatinya di tempat yang sepi
bukan di tempat umum, sehingga bisa diketahui orang banyak. Orang yang selalu
menceritakan kejelekan orang lain selalu merasa bahwa dialah orang paling baik
dan yang lain berada di bawahnya. Kalau dia sadar bahwa dia adalah orang yang
rendah maka dia pasti tidak akan berani menjelekkan orang lain. Dalam sebuah
hadits telah disebutkan :
ان الله ستير يحب الستر السنن الكبرى
للبيهقي - (ج 7 / ص 97)
Ketiga Selalu mengatakan kepada orang lain apa saja yang ia
ketahui.
Terkadang seseorang menceritakan bahwa dia telah melakukan
ibadah-ibadah maka hal ini adalah kebodohan yang sangat parah. Dia tidak pernah
memikirkan apa yang dia omongkan. Dia juga tidak pernah berpikir apakah omongan
tersebut termasuk tahddus bin ni'mat atau hanya ingin menunjukkan bahwa dia
adalah orang yang tinggi derajatnya. Memang Al-Qur'an telah menjelaskan :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ
فَحَدِّثْ (11) [الضحى/11]
Kalau memang tahadduts maka
itu adalah hal yang baik.
Diantara
kebodohan yang lain adalah menceritakan kejelekan atau maksiatnya sendiri. Ini
adalah kesalahan yang fatal dan kalau sampai mengarah pada kekafiran maka dia
menjadi kafir. Kalau kita melakukan maksiat maka kita tidak boleh berkeluh
kesah kepada orang lain. Kita harus kembali kepada Allah. Dalam Al-Qur'an telah
disebutkan :
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي
لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ (50)
[الذاريات/50]
Kalau ada orang yang telah taubat
dari kemaksiatannya maka semua dosanya diampuni. Jadi kita tidak boleh
menceritakan kemaksiatan orang tersebut karena terkadang orang tersebut telah
bertaubat.
Kalau kita memiliki banyak ilmu maka
kita tidak boleh menceritakan semuanya kepada masyarakat. Kita harus bisa
memilah-milah. Dalam sebuah hadits telah disebutkan :
124 - وَقَالَ
عَلِيٌّ حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ صحيح
البخاري - (ج 1 / ص 217)
Contoh saja kita menjelaskan ilmu
tauhid dengan sangat dalam sekali maka hal tersebut akan membingungkan
masyarakat. Oleh karena itu seorang khotib haruslah orang yang pintar
menyampaikan dan dia harus bisa mengarahkan masyarakat pada kebaikan. Walhasil
jika kita melihat tiga indikator di atas pada diri seseorang maka dia adalah
orang bodoh sebagaimana penjelasan Ibnu Athaillah dalam hikmahnya.
Kajian Kitab Hikam oleh KH. Muhammad
Wafi, Lc, M. Si
Posting Komentar