Jl. Kudus Colo Km. 5, Belakang Taman Budaya Bae Krajan, Kudus
Home » » Berlomba Menjadi Yang Terbaik

Berlomba Menjadi Yang Terbaik

Dalam keseharian, kita senantiasa dituntut untuk berlomba menjadi orang yang terbaik. Orang yang tidak sanggup berkompetisi akan keluar dari lapangan dan tertinggal jauh. Hanya orang yang meraih juara atau paling cepat sampai ke finish yang berhak mendapatkan piala dan peng- hargaan. 

Para sahabat yang masuk islam paling dulu pada awal perjalanan dakwah mendapatkan gelar assabiqunal awwalun. Sebagian mereka mendapat gelar mubassyaruna bil jannah (dijamin masuk surga). Sebagian lagi terpilih menjadi pemimpin, khulafaur rasyidin. Di antara mereka ada sahabat yang menjadi khalilu Rasululillah, sahabat setia yang menemani Rasulullah di gua ketika hijrah, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq.

Tetapi orang yang terlambat dalam merespon panggilan allah akan kalah dalam berkompetisi. Mereka takkan mendapatkan apa bahkan ancaman Allah (QS An-Nisaa’: 95-96) 

Islam juga menganjurkan kaum Muslimin agar senantiasa berlomba dalam melakukan kebaikan. Allah memberikan pahala yang lebih kepada orang-orang yang shalat berjamaah di shaf pertama. Allah juga memberikan penghargaan berbeda kepada orang yang datang pertama dalam shalat Jum’at. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dibandingkan yang duduk-duduk saja, memberikan derajat yang tinggi kepada orang-orang yang berlomba mencari ilmu (QS Al-Mujaadilah: 11). Dengan demikian, siapa pun yang paling cepat mela-kukan kebaikan maka dia akan mendapat nilai lebih daripada yang lain.

Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan sifat orang-orang yang selalu berlomba dan berkompetisi untuk menjadi yang terbaik:

Pertama, takut kepada Allah (QS AL-Mukminun: 57). 

Seorang Muslim memiliki karakter takut terhadap azab Allah dan takut amalnya tidak diterima. Rasa takut yang bersemayam dalam dada setiap Muslim akan memotivasi dirinya untuk mengejar keter- tinggalannya, melakukan amal kebajikan sebanyak-banyaknya, mengerahkan seluruh potensinya agar selamat dari azab Allah. Maka, para sahabat yang cepat merespon panggilan jihad adalah orang-orang yang hanya takut kepada Allah, tidak ada yang ditakuti selain Allah (QS At-Taubah: 18). Sebaliknya, orang yang berleha-leha saja, membiarkan kesempatan berlalu tanpa arti, tidak takut kepada Allah, maka ini sifat orang- orang munafik, potret orang yang paling malas di dunia ini. Yaitu ketika mereka mengerjakan shalat, maka mereka menger- jakannya dengan bermalas-malasan (QS An-Nisaa’: 142).

Kedua, memiliki iman yang fantastis dan tidak menyekutukan Allah (QS AL-Mukmi- nun: 58-59).

Iman adalah energi, penggerak segala aktivitas. Orang yang beriman akan menda- pat suntikan energi luar biasa, sehingga mam- pu mengerjakan berbagai aktivitas yang berat di mata sebagian orang. Puasa yang baru saja kita lakukan adalah ibadah yang sangat berat bagi sebagian orang. Tetapi tidak bagi orang yang beriman. Sebelum Allah memerintahkan kaum Muslimin berpuasa, mereka dipanggil dengan panggilan ”wahai orang-orang ynag beriman,” agar mereka mendapat suntikan energi untuk memikul kewajiban.

Keimanan seseorang ditentukan sejauh mana dia mampu berlomba untuk beramal. Tetapi orang ynag imannya ternoda oleh virus syirik, riya’ dab berbagai penyakit lainnya akan merasa berat berjuang di jalan Allah, gundah melaksanakan perintah-perintah Allah. Ketika Rasulullah mengu- mandangkan genderang perang menuju Tabuk, sebagian orang yang imannya lemah tidak bersedia ikut. Yang menyebabkan mereka berat menyambut panggilan Rasulullah adalah kecintaannya kepada dunia mengalahkan kecintaannya kepada Allah.

Kalau keimanan seseorang kepada Allah sudah tergantikan oleh harta, jabatan, pangkat, berhala dan thagut lainnya maka tidak ada energi lagi untuk berlomba meraih kebaikan. Orang yang memiliki iman yang fantastis akan ringan membantu orang lain, tidak pernah membuat kekacauan. Dia akan berusaha menjadi orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah bersabda, ”Tidak sempurna iman seseorang dari kalian, sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri,” (HR Bukhari dan Muslim) 

Ketiga, mengetahui nilai waktu (QS AL-Mukminun: 60). 

Waktu adalah harta yang paling mahal karena kesempatan yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Orang yang mengetahui harga waktu tidak akan menunda-nunda pekerjaannya. Setiap ada kesempatan untuk meraih kebaikan, maka dia akan menjadi orang yang paling depan. Umur yang diberikan allah kepada kita, sudahkah kita gunakan sebaik-baiknya? Apakah sisa umur ini kita gunakan untuk melakukan kebaikan atau keburukan? Umur yang kita miliki ini akan kita pertanggungjawabkan di sisi Allah. Jangan- lah kita menjadi orang yang tertipu dengan waktu luang. Rasulullah bersabda, ” Ada dua nikmat, tetapi kebanyakan manusia tertipu olehnya, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang,” (HR Bukhari).

Keempat, memiliki tekad dan cita-cita yang tinggi. 

Seorang Mukmin harus memiliki cita-citanya, yaitu meraih ridha Allah dan mendapatkan surga (QS Ali Imran: 133). Karena itu, ia senantiasa bersegera memohon ampun kepada Allah setiap melakukan kesalahan dan kekhilafan. Ia akan bersedia mengorbankan jiwa dan hartanya untuk meraih cita-cita tertingginya, meraih syahid di jalan-Nya. Semoga Allah senantiasa menjaga naluri kompetisi kita untuk menjadi hamba-Nya yang terbaik. Wallahu ’alam bishawab



Sumber: Buletin Jumat Masjid raya Bogor
Adv 1
Share this article :

Posting Komentar

 
Musholla RAPI, Gg. Merah Putih (Sebelah utara Taman Budaya Kudus eks. Kawedanan Cendono) Jl. Raya Kudus Colo Km. 5 Bae Krajan, Bae, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Copyright © 2011. Musholla RAPI Online adalah portal dakwah Musholla RAPI yang mengkopi paste ilmu dari para ulama dan sahabat berkompeten
Dikelola oleh Remaja Musholla RAPI | Email mushollarapi@gmail.com | Powered by Blogger