Dalam keseharian, kita senantiasa dituntut untuk berlomba
menjadi orang yang terbaik. Orang yang tidak sanggup berkompetisi akan keluar
dari lapangan dan tertinggal jauh. Hanya orang yang meraih juara atau paling cepat
sampai ke finish yang berhak mendapatkan piala dan peng- hargaan.
Para sahabat yang masuk islam paling dulu pada awal perjalanan dakwah
mendapatkan gelar assabiqunal awwalun. Sebagian mereka mendapat gelar
mubassyaruna bil jannah (dijamin masuk surga). Sebagian lagi terpilih menjadi
pemimpin, khulafaur rasyidin. Di antara mereka ada sahabat yang menjadi khalilu
Rasululillah, sahabat setia yang menemani Rasulullah di gua ketika hijrah,
yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq.
Tetapi orang yang terlambat dalam merespon panggilan allah akan kalah dalam
berkompetisi. Mereka takkan mendapatkan apa bahkan ancaman Allah (QS An-Nisaa’:
95-96)
Islam juga menganjurkan kaum Muslimin agar senantiasa berlomba dalam melakukan
kebaikan. Allah memberikan pahala yang lebih kepada orang-orang yang shalat
berjamaah di shaf pertama. Allah juga memberikan penghargaan berbeda kepada
orang yang datang pertama dalam shalat Jum’at. Allah melebihkan orang-orang
yang berjihad dibandingkan yang duduk-duduk saja, memberikan derajat yang tinggi
kepada orang-orang yang berlomba mencari ilmu (QS Al-Mujaadilah: 11). Dengan
demikian, siapa pun yang paling cepat mela-kukan kebaikan maka dia akan
mendapat nilai lebih daripada yang lain.
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan sifat orang-orang yang selalu berlomba
dan berkompetisi untuk menjadi yang terbaik:
Pertama, takut kepada Allah (QS AL-Mukminun: 57).
Seorang Muslim memiliki
karakter takut terhadap azab Allah dan takut amalnya tidak diterima. Rasa takut
yang bersemayam dalam dada setiap Muslim akan memotivasi dirinya untuk mengejar
keter- tinggalannya, melakukan amal kebajikan sebanyak-banyaknya, mengerahkan
seluruh potensinya agar selamat dari azab Allah. Maka, para sahabat yang cepat
merespon panggilan jihad adalah orang-orang yang hanya takut kepada Allah,
tidak ada yang ditakuti selain Allah (QS At-Taubah: 18). Sebaliknya, orang yang
berleha-leha saja, membiarkan kesempatan berlalu tanpa arti, tidak takut kepada
Allah, maka ini sifat orang- orang munafik, potret orang yang paling malas di dunia
ini. Yaitu ketika mereka mengerjakan shalat, maka mereka menger- jakannya
dengan bermalas-malasan (QS An-Nisaa’: 142).
Kedua, memiliki iman yang fantastis dan tidak menyekutukan Allah (QS AL-Mukmi-
nun: 58-59).
Iman adalah energi, penggerak segala aktivitas. Orang yang beriman akan menda-
pat suntikan energi luar biasa, sehingga mam- pu mengerjakan berbagai aktivitas
yang berat di mata sebagian orang. Puasa yang baru saja kita lakukan adalah
ibadah yang sangat berat bagi sebagian orang. Tetapi tidak bagi orang yang
beriman. Sebelum Allah memerintahkan kaum Muslimin berpuasa, mereka dipanggil
dengan panggilan ”wahai orang-orang ynag beriman,” agar mereka mendapat
suntikan energi untuk memikul kewajiban.
Keimanan seseorang ditentukan sejauh mana dia mampu berlomba untuk beramal.
Tetapi orang ynag imannya ternoda oleh virus syirik, riya’ dab berbagai
penyakit lainnya akan merasa berat berjuang di jalan Allah, gundah melaksanakan
perintah-perintah Allah. Ketika Rasulullah mengu- mandangkan genderang perang
menuju Tabuk, sebagian orang yang imannya lemah tidak bersedia ikut. Yang
menyebabkan mereka berat menyambut panggilan Rasulullah adalah kecintaannya
kepada dunia mengalahkan kecintaannya kepada Allah.
Kalau keimanan seseorang kepada Allah sudah tergantikan oleh harta, jabatan,
pangkat, berhala dan thagut lainnya maka tidak ada energi lagi untuk berlomba
meraih kebaikan. Orang yang memiliki iman yang fantastis akan ringan membantu
orang lain, tidak pernah membuat kekacauan. Dia akan berusaha menjadi orang
yang paling bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah bersabda, ”Tidak sempurna
iman seseorang dari kalian, sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya sendiri,” (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, mengetahui nilai waktu (QS AL-Mukminun: 60).
Waktu adalah harta yang
paling mahal karena kesempatan yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi.
Orang yang mengetahui harga waktu tidak akan menunda-nunda pekerjaannya. Setiap
ada kesempatan untuk meraih kebaikan, maka dia akan menjadi orang yang paling
depan. Umur yang diberikan allah kepada kita, sudahkah kita gunakan
sebaik-baiknya? Apakah sisa umur ini kita gunakan untuk melakukan kebaikan atau
keburukan? Umur yang kita miliki ini akan kita pertanggungjawabkan di sisi
Allah. Jangan- lah kita menjadi orang yang tertipu dengan waktu luang.
Rasulullah bersabda, ” Ada dua nikmat, tetapi kebanyakan manusia tertipu
olehnya, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang,” (HR Bukhari).
Keempat, memiliki tekad dan cita-cita yang tinggi.
Seorang Mukmin harus memiliki
cita-citanya, yaitu meraih ridha Allah dan mendapatkan surga (QS Ali Imran:
133). Karena itu, ia senantiasa bersegera memohon ampun kepada Allah setiap
melakukan kesalahan dan kekhilafan. Ia akan bersedia mengorbankan jiwa dan
hartanya untuk meraih cita-cita tertingginya, meraih syahid di jalan-Nya.
Semoga Allah senantiasa menjaga naluri kompetisi kita untuk menjadi hamba-Nya
yang terbaik. Wallahu ’alam bishawab
Sumber: Buletin Jumat Masjid raya Bogor
Posting Komentar